Menakar Kebiasaan Bertransaksi Nontunai
Meskipun masyarakat di Indonesia tampak sudah akrab dengan transaksi nontunai, bagian terbesar masyarakat masih lebih merasa nyaman melakukan transaksi jual beli barang atau jasa secara tunai. Tingkat kepercayaan terhadap transaksi dengan uang tunai tetap lebih tinggi dibandingkan nontunai.
Saat ini, bukan hal yang baru lagi membayar sejumlah tagihan atau jual beli tanpa membawa uang tunai. Transfer uang dan aneka jenis pembayaran kini dapat dilakukan melalui transaksi di mesin ATM, internet banking, dan mobile banking.
Dengan kemajuan teknologi komunikasi, pembayaran dengan transaksi nontunai dapat dilakukan dengan cepat, mudah, murah, dan relatif aman. Masyarakat tidak perlu membawa uang secara fisik dalam jumlah besar untuk bertransaksi, terutama dalam jumlah nominal besar.
Kendati transaksi nontunai memberikan banyak manfaat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap transaksi dengan uang tunai masih tetap lebih tinggi. Lebih banyak orang yang merasa lebih ”nyaman” dengan sistem pembayaran tunai.
Lebih banyak orang yang merasa lebih ”nyaman” dengan sistem pembayaran tunai.
Belum berubahnya perilaku masyarakat dalam penggunaan uang untuk bertransaksi tersebut terungkap dalam hasil jajak pendapat Kompas di 12 kota besar di Indonesia.
Dalam transaksi sehari-hari, mayoritas responden (73,4 persen) mengatakan lebih sering bertransaksi secara tunai daripada menggunakan alat pembayaran nontunai. Hanya 13,4 persen yang sering memanfaatkan kartu debit atau kartu prabayar lainnya untuk bertransaksi sehari-hari.
Lebih banyaknya responden yang memilih transaksi tunai dalam kegiatan ekonomi sehari-hari dipicu oleh beberapa hal.
Seperti disebutkan, separuh bagian responden menyatakan tidak terbiasa dengan transaksi nontunai. Mereka sudah terbiasa memegang uang tunai dalam jumlah tertentu dan bisa bertransaksi di mana saja dan praktis.
Kekhawatiran mengalami kegagalan bertransaksi juga menjadi penyebab lain sebagian responden lebih menyukai transaksi tunai. Faktor lain adalah tidak perlu membayar biaya administrasi kartu jika melakukan transaksi tunai. Semua kartu prabayar tentunya menanggung biaya aktivasi dan pemeliharaan.
Upaya pemerintah dan Bank Indonesia terus mendorong transaksi nontunai lewat Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) dengan demikian terkendala budaya masyarakat yang masih ”melekat” pada sistem pembayaran tunai.
Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) dengan demikian terkendala budaya masyarakat.
Perilaku sebagian besar masyarakat yang lebih ”nyaman” membayar di loket pembayaran dengan menyerahkan uang tunai tampaknya menjadi kebiasaan yang relatif sulit diubah. Dari jajak ini terlihat, lebih dari separuh responden rela antre untuk membayar pelbagai transaksi atau iuran rutin bulanan ataupun membeli tiket perjalanan secara langsung di agen.
Meskipun sebagian besar responden lebih menyukai cara transaksi tunai, kepemilikan alat pembayaran nontunai sebenarnya cukup tinggi. Hasil jajak pendapat ini mengungkapkan, lebih dari separuh bagian responden (57,2 persen) memiliki alat pembayaran nontunai.
Hanya empat dari sepuluh responden yang mengaku tidak mempunyai kartu debet atau kartu prabayar lain. Kartu debet/ATM merupakan jenis alat pembayaran nontunai terbanyak yang dimiliki responden (24 persen), disusul kartu kredit dan uang elektronik atau e-money. Sejumlah responden juga mengaku mempunyai lebih dari satu kartu prabayar.
Kepraktisan
Di sisi lain, alat pembayaran nontunai sebenarnya dirasakan sangat membantu dalam transaksi sehari-hari, seperti diakui tiga dari empat responden (71,4 persen). Sebagian masyarakat sudah terbiasa membayar belanjaan dengan kartu debit atau kartu prabayar lainnya.
Dengan menggunakan uang elektronik atau e-money, misalnya, warga Jakarta dan sekitarnya dapat menikmati layanan kereta listrik, bus transjakarta, dan membayar tol. Hanya sebagian kecil yang menganggap alat pembayaran nontunai tidak membantu.
Sejumlah alasan dikemukakan responden yang terbiasa menggunakan transaksi nontunai. Alasan praktis, mudah dan aman diakui mayoritas responden yang menyukai transaksi nontunai. Alasan lainnya adalah lebih menghemat waktu dan biaya karena bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Mereka menilai banyak keuntungan bisa diperoleh dengan memanfaatkan transaksi nontunai. Bagi sebagian responden, transaksi nontunai juga menggambarkan gaya hidup yang lebih modern dan sesuai dengan perkembangan saat ini.
Transaksi nontunai juga menggambarkan gaya hidup yang lebih modern.
Alat pembayaran nontunai yang sering digunakan responden adalah kartu debet dan kartu prabayar lainnya. Satu dari empat responden mengakui sering memanfaatkan kartu debet dan kartu prabayar lainnya untuk keperluan transaksi sehari-hari.
Alat transaksi yang paling banyak digunakan adalah transaksi melalui anjungan tunai mandiri (ATM). Sebagian besar responden yang memanfaatkan mesin ATM rutin menggunakannya untuk membayar tagihan bulanan, seperti listrik, telepon, televisi kabel, kartu kredit, pulsa, dan membeli tiket. Alat pembayaran lainnya yang juga digunakan responden adalah melalui internet banking dan mobile banking.
Terkait dengan kian maraknya belanja online di berbagai situs belanja saat ini, banyak situs belanja online sudah menyediakan beragam metode pembayaran yang lebih praktis. Transfer bank melalui ATM tetap menjadi pilihan terbanyak responden. Namun, cara pembayaran konvensional juga disediakan melalui metode cash on delivery (COD) atau membayar setelah barang diterima.
Selain itu, metode internet banking, kartu kredit, dan mobile banking juga ditawarkan untuk memberi banyak pilihan pembayaran dengan nontunai. Mereka yang memilih pembayaran COD menjadikan persoalan keamanan sebagai alasan. Metode itu dianggap bisa meminimalkan penipuan oleh penjual dan ketidaksesuaian barang yang dipesan dengan yang dikirim.
Potensi nontunai
Pemerintah dan Bank Indonesia lewat Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) sebenarnya terus mendorong transaksi nontunai. Hasilnya juga mulai tampak. Terbukti, transaksi yang menggunakan instrumen nontunai, yaitu kartu debet dan kartu kredit, atau dikenal dengan istilah alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) terus meningkat.
Data Bank Indonesia menunjukkan, transaksi APMK dengan menggunakan kartu kredit pada 2016 mencapai Rp 281,02 triliun dengan 305 juta transaksi, meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang mencapai Rp 280,5 triliun dengan 281 juta transaksi.
Sementara transaksi melalui kartu debet pada tahun 2016 sebanyak 5,2 miliar transaksi dengan total nominal sebesar Rp 5.623 triliun, juga meningkat apabila dibandingkan tahun 2015 yang sebanyak 4,5 miliar transaksi dengan total nominal Rp 4.897 triliun. Terakhir, transaksi menggunakan uang elektronik atau e-money mencapai Rp 7,06 triliun sepanjang tahun 2016.
Kenaikan transaksi nontunai tersebut mengindikasikan kepercayaan masyarakat yang terus meningkat terhadap pembayaran nontunai. Jenis pembayaran efisien ini berpotensi meningkat seiring dengan membaiknya pemahaman teknologi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepercayaan masyarakat yang terus meningkat terhadap pembayaran nontunai.
Kendati transaksi nontunai meningkat, pertumbuhannya masih relatif rendah. Menurut data Bank Indonesia, rerata pertumbuhan transaksi nontunai di Indonesia per tahun masih berada di bawah 10 persen, setara dengan Malaysia, Thailand, Nigeria, Mesir, dan Peru. Adapun negara-negara yang pertumbuhan transaksi nontunai sebesar 10-20 persen adalah Tiongkok, Jepang, Brasil, dan Spanyol.
Faktor kenyamanan
Mengapa pertumbuhan transaksi nontunai di Indonesia masih rendah di tengah masyarakat? Dari penelusuran terlihat selain faktor kebiasaan (budaya), faktor keamanan dan kepercayaan agaknya masih menjadi pertimbangan dasar seseorang mau melakukan transaksi tunai.
Hal itu didukung fakta masih banyaknya kasus pembobolan kartu kredit dan lupa PIN yang mengakibatkan kartu debet tertelan di ATM. Kendala lainnya, masyarakat sulit melakukan pembayaran nontunai karena infrastruktur yang menunjang transaksi itu belum merata. Misalnya, pedagang di pasar tradisional, pedagang kaki lima, kios-kios di tepi jalan, dan banyak yang tak memiliki fasilitas transaksi nontunai.
Keterbatasan itu menghambat keinginan masyarakat untuk menggunakan kartu sebagai alat transaksi. Di beberapa daerah, masih banyak dijumpai sistem jaringan komunikasi yang buruk sehingga transaksi nontunai masih belum bisa diterapkan.
Rendahnya transaksi nontunai juga disebabkan terbatasnya akses masyarakat ke sistem keuangan. Berdasarkan Survei Bank Dunia pada tahun 2014, baru 37 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening bank. Sementara 27 persen yang memiliki simpanan formal dan 13 persen memiliki pinjaman formal. Angka ini masih relatif jauh lebih rendah daripada negara-negara lain di Asia.
Sebenarnya transaksi nontunai tidak hanya menguntungkan masyarakat, tetapi juga pemerintah. Dari sisi penyelenggaraan kepemerintahan, penggunaan transaksi nontunai atau dikenal dengan digitalisasi (elektronifikasi) memberikan banyak manfaat, antara lain meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi.
Berbagai transaksi pemerintah yang dapat menggunakan elektronifikasi di antaranya pembayaran pajak, retribusi, biaya-biaya pengurusan dokumen (paspor, perizinan), penyaluran bantuan sosial, serta aktivitas lainnya terkait pengelolaan APBN/APBD.
Transaksi nontunai juga dapat mencegah peredaran uang palsu, penggelapan, serta transaksi ilegal, seperti praktik suap dan korupsi.
Selain dapat menghemat pengeluaran negara, transaksi nontunai juga dapat mencegah peredaran uang palsu, penggelapan, serta transaksi ilegal, seperti praktik suap dan korupsi. Pada akhirnya transaksi nontunai yang dijalankan secara nasional diharapkan juga dapat menekan laju inflasi, membuat perputaran ekonomi lebih cepat dan semakin memberi kenyamanan bagi masyarakat. (Antonius Purwanto/Litbang Kompas)