Memantapkan Jateng sebagai Kandang Banteng
Predikat Jawa Tengah sebagai basis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tampaknya akan diuji kembali pada Pemilihan Gubernur Jawa Tengah dalam pilkada serentak tahun 2018. Selain dikenal sebagai daerah dengan pemilih yang loyal dan militan, Jateng juga banyak melahirkan tokoh-tokoh lokal yang berasal dari PDI-P.
Kini, para kader partai ”Moncong Putih” sudah memasang kuda-kuda untuk menghalau serangan lawan politik yang hendak menggeser mereka dari kandang sendiri.
Para kader partai ”Moncong Putih” sudah memasang kuda-kuda untuk menghalau serangan lawan politik.
Hasil pilkada serentak 2015 menunjukkan, PDI-P masih mendominasi suara pemilih di daerah-daerah yang menjadi peserta pilkada. Dari 21 daerah, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini menang di 13 daerah (62 persen), baik yang diperoleh dengan cara koalisi maupun tanpa koalisi.
Kemenangan dengan koalisi tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kota Pekalongan, Kabupaten Purbalingga, Kota Magelang, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Klaten.
Sementara kemenangan tanpa koalisi diperoleh di Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Pemalang.
Pada pilkada serentak 2017, prestasi PDI-P agak melorot karena hanya bisa meraih kemenangan di 2 daerah dalam 7 pilkada (28,6 persen). Meskipun PDI-P bisa menang tanpa koalisi di Kabupaten Brebes, performa partai pemenang Pemilu 2014 ini terbilang melempem lantaran proporsi kemenangannya terlampau kecil dibandingkan dengan Pilkada 2015.
Namun, dalam dua kali pilkada serentak ini akumulasi kemenangan PDI-P tetap lebih besar karena bisa memenangi lebih dari separuh bagiannya (53,6 persen). Dari total 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, 28 daerah telah menyelenggarakan pilkada serentak pada 2015 dan 2017. Sisanya, 7 daerah akan diselenggarakan secara serentak bersamaan dengan pemilihan gubernur pada 2018.
Setelah mampu membuktikan militansi dan loyalitas kepada partai dengan memenangi pilkada tingkat kabupaten/kota, kini para kader bersiap-siap untuk memenangkan calon gubernur yang akan diusung PDI-P, baik dengan cara koalisi maupun tanpa koalisi. Memenangi pilgub merupakan cita-cita tertinggi kader PDI-P se-Jateng dalam mewujudkan bakti kepada partai kesayangan mereka selama lima tahun terakhir.
Basis PDI-P
Kemenangan Pilgub Jateng kali ini memiliki arti strategis bagi partai dengan logo banteng ”Moncong Putih” ini, yaitu memantapkan posisi Jateng sebagai basis PDI-P, baik dalam pemilu legislatif, pilpres, maupun pemilihan kepala daerah.
Dari sejarah pemilu masa reformasi, kedudukan PDI-P sebagai pemenang sangat sulit digeser oleh kekuatan politik mana pun. Dari Pemilu 1999 hingga 2014 PDI-P selalu menempati peringkat teratas dalam perolehan suara. Begitu juga dengan pilpres, calon yang diusung PDI-P selalu unggul dalam perolehan suara di Jateng.
Secara nasional, daerah-daerah yang menjadi lumbung suara PDI-P dalam kontestasi politik bisa dilihat dari Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah ini sudah lama dikenal sebagai basis PDI-P di Indonesia.
Dari keempat daerah ini, hanya Jawa Tengah dan Bali yang sangat dikenal militansi dan loyalitas pemilihnya terhadap partai yang memiliki ikatan historis dengan Soekarno atau Bung Karno. Ikatan emosional di antara tokoh-tokoh lokal—di Jateng dan Bali—yang menjadi pendiri partai dengan Bung Karno yang terjalin kuat di masa lalu diwariskan kepada generasi muda sebagai semangat perjuangan yang terus-menerus memupuk kecintaan dan loyalitas kepada partai.
Karena itulah, Jateng dan Bali selalu tercatat sebagai dua provinsi yang paling konsisten memenangkan PDI-P secara terus-menerus dalam kontestasi politik, baik di tingkat nasional maupun lokal. Pilgub Jateng 2018 akan menjadi ajang pembuktian bagi kader-kader banteng untuk mewujudkan ambisi mereka dalam mengantar provinsi ini sebagai satu-satunya wilayah yang menjadi basis PDI-P di Indonesia setelah cagub Bali dari PDI-P kalah dalam Pilkada 2013.
Jateng dan Bali selalu tercatat sebagai dua provinsi yang paling konsisten memenangkan PDI-P secara terus-menerus dalam kontestasi politik.
Pada Pilgub 2013 Bali hanya tampil dua pasang calon yang memiliki tingkat popularitas dan dukungan massa yang relatif seimbang. Pasangan calon dari PDI-P adalah Anak Agung Ngurah Puspayoga-Dewa Nyoman Sukrawan, sedangkan lawannya adalah Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta yang diusung Partai Demokrat, Golkar, dan tujuh partai kecil yang lain.
Kader PDI-P Bali harus menerima kenyataan pahit setelah perjuangan mereka untuk membuktikan keunggulan jagoan mereka dikandaskan keputusan KPUD Bali yang memenangkan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta dengan selisih suara yang sangat tipis.
Kekalahan ini tidak membuat predikat Bali sebagai basis PDI-P merosot. Bali tetap menjadi kandang banteng untuk kawasan Indonesia bagian tengah, tetapi gagal mempertahankan posisi sebagai pemenang pilkada di kandang sendiri. Posisi inilah yang kini sedang diperjuangkan kader PDI-P Jateng, memantapkan posisi PDI-P di Jateng sebagai basis pendukung sekaligus pemenang pilkada.
Jika merunut sejarah pelaksanaan pilgub secara langsung di Jateng semenjak 2008, PDI-P sudah dua kali memenangkan pasangan calon yang diusung sendiri tanpa koalisi. Kemenangan pertama pada Pilgub 2008 di mana PDI-P mencalonkan pasangan Bibit Waluyo-Rustriningsih.
Debut PDI-P dalam Pilgub Jateng ketika itu memang kurang antusias didukung pemilih Jateng lantaran sosok Bibit Waluyo kurang mengakar dan bukan kader PDI-P. Bahkan, kader PDI-P se-Jateng pun terasa kurang antusias untuk memobilisasi dukungan kepada sosok Bibit. Namun, ketika nama Rustriningsih—waktu itu menjabat sebagai Bupati Kebumen–diorbitkan sebagai wakil Bibit Waluyo, para kader dan pemilih PDI-P baru antusias mendukung pasangan ini.
Fenomena yang sama kembali terjadi lagi pada Pilgub Jateng 2013, di mana DPP PDI-P lebih merestui pencalonan Ganjar Pranowo ketimbang sejumlah nama tokoh PDI-P Jateng yang diajukan dari pengurus provinsi dan kabupaten/kota. Meskipun Ganjar merupakan kader PDI-P, popularitas namanya di kalangan kader lokal kurang membumi atau tidak banyak dikenal.
Akibatnya, nama Ganjar kurang didukung ketika muncul dalam bursa pencalonan. Meskipun pencalonan Ganjar sempat menimbulkan pro-kontra di kalangan pengurus dan kader partai di tingkat lokal, mengingat Jateng harus tetap dipimpin kader PDI-P—dari mana pun asal pencalonannya—semua pengurus akhirnya legawa dan sepakat untuk memenangkan Ganjar.
Hasilnya, popularitas Ganjar sebagaimana hasil survei yang dipublikasikan sejumlah lembaga survei pada masa-masa awal pencalonan selalu berada di urutan buncit dan terpaut jauh dengan lawan politiknya, terutama calon petahana, Bibit Waluyo.
Ketika suara kader se-Jateng sudah bulat mendukung Ganjar, popularitasnya pun perlahan-lahan beranjak naik dan terus bergerak menyalip lawan-lawan politiknya. Hingga pada akhirnya Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko mampu mengungguli perolehan suara dalam pilgub yang dilaksanakan pada 26 Mei 2013.
Siapa penerus Ganjar?
Pengalaman Pilgub Jateng 2008 dan 2013 menunjukkan, otoritas pencalonan kepala daerah masih ditentukan DPP meskipun DPD dan DPC juga memiliki wewenang untuk mengajukan calon menurut versi mereka.
Tampilnya Bibit Waluyo-Rustriningsih dalam Pilgub 2008 dan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko dalam Pilgub 2013 adalah hasil rekomendasi pengurus pusat. Berkaca pada pengalaman tersebut, sangat boleh jadi pencalonan gubernur Jateng kali ini juga sepenuhnya masih akan bergantung pada rekomendasi pengurus pusat.
Pertanyaannya, apakah DPP PDI-P masih akan merekomendasikan nama tokoh yang berbeda dengan rekomendasi daerah atau akan mengakomodasinya? Apakah nama Ganjar akan direkomendasikan kembali atau DPP akan mengganti sosok lain sebagai penerusnya?
Pertanyaan pertama merepresentasikan tradisi partai dalam merekrut calon kepala daerah yang masih sentralistik dengan konsekuensi perbenturan kepentingan antara DPP dan DPD yang tidak bisa dihindari. Munculnya dua nama cagub pada 2008 dan 2013 menegaskan bahwa DPP PDI-P memiliki otoritas mutlak dalam menentukan calon kepala daerah.
Sejauh ini DPP hanya mengakomodasi kemunculan nama-nama kader potensial dari daerah. Menghadapi Pilgub 2018, kader dan pendukung PDI-P di Jateng mulai menggadang-gadang tokoh yang dijagokan untuk meneruskan kepemimpinan Ganjar-Heru jika keduanya tidak mendapat rekomendasi untuk memimpin kembali Jateng lima tahun ke depan.
Nama-nama kader yang menonjol dari kalangan kepala daerah antara lain Wali Kota Solo Rudi Hadiyatmo, Mustofa, kader PDI-P yang berhasil memimpin Kabupaten Kudus selama dua periode berturut-turut, dan Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang. Selain itu, masih ada deretan kader PDI-P yang pernah menjadi kepala daerah di Jateng, anggota DPRD, dan politisi.
Kader-kader PDI-P ini sudah lama dipersiapkan sebagai calon alternatif bagi DPP sebelum memberikan rekomendasi akhirnya. Kinerja dan kiprah mereka sudah teruji, baik dalam memimpin daerah atau lembaga negara maupun memimpin partai di masing-masing daerah. Yang jelas, PDI-P Jateng selalu memiliki tokoh-tokoh potensial yang siap memimpin Jateng dan memantapkan Jateng sebagai kandang banteng. (Sultani/Litbang Kompas)