Sikap Keras Media terhadap Korupsi
Fokus perhatian utama surat kabar nasional pada semester awal tahun 2017 terletak pada isu korupsi KTP elektronik. Sikap keras tampak dari cara media cetak membingkai pemberitaan aksi serang balik elite politik terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Meski demikian, tema yang mendominasi pemberitaan surat kabar selama enam bulan terakhir adalah dinamika politik nasional.
Secara umum, tema politik mendapat sorotan sebanyak 37 persen dari total 854 headline yang ditampilkan enam koran nasional (Kompas, Koran Sindo, Media Indonesia, Indopos, Republika, dan Koran Tempo).
Wacana politik paling banyak dikupas oleh Media Indonesia. Dua surat kabar lain yang juga intens menyoroti masalah politik adalah Kompas dan Republika. Isu politik yang tercatat mendominasi adalah kasus korupsi KTP elektronik dan wacana terkait pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang digelar di 101 daerah.
Terkait pilkada, isu politik bukan saja menyangkut masalah teknis seperti calon tunggal atau syarat memilih. Dinamika politik kebangsaan menjadi isu besar sebagai dampak dari kuatnya permainan politik identitas dalam pemilihan kepala daerah, khususnya di DKI Jakarta.
Sementara itu, kasus korupsi KTP elektronik menjadi isu politik yang paling banyak mendapat porsi pemberitaan media cetak. Sorotan teradap kasus ini sudah muncul lebih dari dua tahun yang lalu, saat penyidikan mulai menyentuh sisi penganggaran di DPR.
Intensitas pemberitaan media terkait kasus ini meningkat selama enam bulan terakhir. Tak kurang dari 63 berita utama di halaman muka surat kabar nasional menyoroti kasus megakorupsi tersebut selama periode Januari hingga Juni 2017.
Sikap media
Sikap sejumlah media nasional terhadap kasus megakorupsi KTP-el dapat dilihat dari cara media tersebut membingkai (framing) isu tersebut dalam berita utama. Hal ini tampak jelas antara lain pada terbitan koran nasional 10 Maret 2017. Pada saat itu, pertama kali digelar sidang perdana pengadilan tipikor terkait kasus tersebut.
Kompas adalah koran yang cukup intens mengangkat isu pengungkapan korupsi yang ditangani KPK itu. Selama enam bulan terakhir, tak kurang dari 218 berita dan empat tulisan editorial terkait kasus tersebut ditulis harian Kompas.
Bahkan, selama lima hari berturut-turut (8-12 Maret 2017) berita utama yang diangkat di halaman muka Kompas menyoroti kasus yang disebutkan tidak hanya merugikan anggaran negara, tetapi juga mencederai hak politik warga.
Harian Indopos (10/3) secara lugas memilih judul ”Terlalu!” untuk berita utama terkait kasus KTP-el ini. Indopos menyebut korupsi tersebut sebagai superskandal dan megakorupsi untuk menegaskan gambaran kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Sementara itu, Koran Tempo menggambarkan jejak kasus korupsi ini dengan infografis. Koran Tempo menyebut bagi-bagi duit kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri telah disepakati jauh sebelum anggaran ditetapkan dan dimulainya tender.
Sementara itu, harian Kompas mengandaikan kejahatan tersebut sebagai korupsi yang nyaris sempurna. Lebih jauh, Kompas mengungkapkan bahwa perkara korupsi KTP-el berlangsung sejak proyek itu masih dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, badan usaha milik negara, dan swasta.
Bagaimana kegeraman terhadap ulah koruptor juga terekam dari cara media cetak memaparkan isi berita, baik melalui penegasan maupun perumpamaan. Uang yang dijarah mencapai 49 persen dari total anggaran. Distribusi uang korupsi disebut mengalir ke hampir semua parpol di DPR.
Melalui ilustrasi perbandingan, disebutkan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini mencapai Rp 2,31 triliun. Tajuk Rencana Kompas menyebut hal ini setara dengan harga 1,43 juta ton beras sejahtera untuk 7,98 juta rumah tangga sasaran keluarga miskin.
Walaupun sudah memasuki tahap persidangan, penuntasan kasus korupsi KTP-el masih memerlukan perjuangan panjang. Selain masih banyak nama politisi dan pejabat yang diperiksa sebagai saksi, perlawanan politik terhadap institusi penegak hukum juga terjadi.
Pemberitaan surat kabar menangkap upaya serang balik terhadap upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong kembali revisi undang-undang KPK melalui Pansus Hak Angket DPR.
Koran Tempo melihat ini sebagai upaya akal-akalan politisi menyiasati pengungkapan kasus KTP-el, sebuah proses barter politik oleh DPR. Sementara Kompas menangkap upaya perlawanan ini dengan menyebutkan langkah politisi Senayan terlalu berlebihan dan tak punya alasan hukum.
Bahkan, langkah tersebut merupakan kenekatan politik yang dilakukan DPR. Sebagai lembaga independen, KPK bukan obyek yang bisa diselidiki dengan angket.
Upaya serangan balik koruptor dan tren peningkatan korupsi tidak bisa dianggap enteng. Bagi institusi penegak hukum seperti KPK, mengikuti ritme politisi DPR tentu memerlukan banyak energi. Beragam cara telah ditempuh sebagai upaya mengganggu kinerja KPK.
Antara lain upaya meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigatif atas pengelolaan anggaran di KPK serta menggali penyelewengan KPK dari narapidana korupsi di LP Sukamiskin. Gelombang perlawanan bisa lebih keras jika nama-nama politisi DPR berubah menjadi tersangka. Koran Rakyat Merdeka menyebut pengungkapan kasus ini seperti bom meledak.
Tren berita korupsi
Gerakan pemberantasan korupsi perlu dukungan semua pihak, termasuk pers sebagai pilar demokrasi. Walaupun gencar diperangi, wabah korupsi masih saja melanda Indonesia. Sejak 2004 hingga Maret 2017, setidaknya ada 594 kasus korupsi yang telah disidik KPK.
Jumlah kasus korupsi cenderung meningkat selama empat tahun terakhir. Bahkan, dalam Juni 2017 saja, ada lima operasi tangkap tangan oleh KPK di Surabaya, Bengkulu, dan Mojokerto. Hasil pemantauan media juga menunjukkan fakta yang selaras.
Tren pemberitaan terkait isu korupsi meningkat dalam periode tiga tahun terakhir. Bahkan dalam kurun waktu satu semester terakhir ini, korupsi menjadi isu yang paling banyak diberitakan media cetak nasional. Tak kurang dari 107 berita utama surat kabar yang mengangkat isu korupsi.
Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan isu lainnya, seperti isu terkait mudik Lebaran atau kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama. Tren peningkatan jumlah pemberitaan korupsi juga terekam sepanjang 2011 hingga 2013.
Hasil monitoring isu berita pada tahun 2011 mencatat sebanyak 429 berita utama mengangkat isu korupsi. Setahun sesudahnya, jumlahnya bertambah menjadi 433 berita utama dan meningkat menjadi 491 berita utama pada 2013.
Pemberitaan media yang gencar dalam mengangkat isu korupsi mendorong kesadaran dan pengetahuan publik bahwa korupsi menjadi salah satu ancaman terbesar bagi bangsa ini. Kegeraman publik atas kondisi ini setidaknya tergambar dari hasil jajak pendapat Kompas pada 7-9 Juni 2017.
Mayoritas publik menegaskan bahwa korupsi merupakan masalah paling utama yang harus segera diselesaikan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dalam konteks ini, media bisa berkontribusi dengan terus-menerus mengkritisi upaya mematahkan gerakan antikorupsi. Media juga perlu secara konsisten mendorong alternatif solusi pemberatasan korupsi, antara lain gagasan model hukuman yang membuat jera koruptor.
Beberapa ide hukuman bagi koruptor yang kerap diangkat media massa antara lain sanksi sosial, pemiskinan, pencabutan hak dipilih menjadi pejabat publik, serta pengenaan pasal pencucian uang. (Andreas Yoga Prasetyo/Litbang ”Kompas”)