Haruskah Ibu Kota RI Pindah?
”Ibu kota RI harus pindah karena itu amanat konstitusi,” ujar Lutfi Muta’ali, pengajar di Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi UGM, Rabu (30/8).
Perbincangan mengenai begitu mendesaknya pemindahan ibu kota negara ini merespons wacana pemindahan ibu kota Republik Indonesia yang kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo pada beberapa kesempatan kembali melontarkan wacana pemindahan ibu kota itu.
Dalam seminar SDGs Forum Series Ke-20 yang dilaksanakan Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan tema ”Ke Mana Ibu Kota Negara Indonesia Akan Dipindah?” Lutfi mengatakan bahwa alasan utama kenapa ibu kota negara RI perlu dipindah adalah alasan konstitusional.
Menurut dia, berdasarkan berbagai alasan rasional pemindahan ibu kota negara yang muncul di berbagai media selama ini, alasan paling kuat yang justru tidak banyak dibahas adalah dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi.
Pemindahan ibu kota negara dipandang merupakan salah satu implementasi amanat konstitusi karena negara wajib melakukan proses keseimbangan dan keadilan pembangunan bagi seluruh rakyat dan wilayah di Indonesia. Dalam Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945, misalnya, disebutkan: ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Namun, faktanya, hingga saat ini ketimpangan wilayah dan sosial di Indonesia sudah berlangsung lama dan sistemik, bahkan akut. ”Oleh karena merupakan amanat institusi, keadilan sosial dan keadilan spasial ini harus dilaksanakan oleh presiden Indonesia sekarang maupun presiden-presiden yang akan datang,” ujarnya.
Diskursus memindahkan ibu kota dari suatu tempat ke tempat lain berarti ada pertimbangan tentang daerah asal (Jakarta) dan daerah tujuan baru. Menurut Lutfi, dalam konsep interaksi wilayah, ada daya dorong (daerah asal) dan daya tarik (daerah tujuan).
Pendorong utama berasal dari kepentingan negara (amanat konstitusi) untuk melakukan proses keseimbangan dan keadilan pembangunan bagi seluruh rakyat dan wilayah atau spasial di Indonesia.
Keseimbangan pembangunan antarwilayah di Indonesia dari zaman kemerdekaan sampai sekarang keadaannya tidak makin membaik. Kesenjangan antarwilayah justru semakin lebar, terutama Jawa dan luar Jawa, Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur.
Rasio konsentrasi ekonomi di Jawa (52%) dan Sumatera (28%), bahkan seperlima produk domestik bruto (PDB) Indonesia terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek. ”Hal ini melukai rasa keadilan Indonesia,” lanjutnya.
Pemindahan ibu kota merupakan langkah untuk mengatasi hal itu. Salah satunya adalah melakukan ”revolusi spasial” dengan jalan memindahkan ibu kota negara.
Pindah bukan hal baru
Menengok pengalaman negara-negara lain selama ini, pemindahan sebuah ibu kota negara bukanlah suatu hal yang luar biasa dan tabu untuk dilakukan. ”Memindah ibu kota negara itu bukanlah hal baru. Banyak negara yang melakukannya. Jadi, kalau Indonesia mau memindahkan ibu kota, kita tidak perlu risau,” kata Sukamdi, ahli kependudukan dari Fakultas Geografi UGM.
Ada sejumlah alasan yang dapat dijadikan pertimbangan suatu pemerintahan atau negara perlu memindahkan ibu kota negaranya. Menurut Katherine Schulz Richard dalam artikelnya di laman ThoughtCo.com yang berjudul ”Capital City Relocation: Countries That Have Moved Their Capital Cities” (2017), ibu kota suatu negara kadang sudah menjadi kota yang sangat padat dengan berbagai persoalan pada tingkat yang sangat pelik, baik yang terjadi di bidang politik maupun persoalan fungsi-fungsi ekonominya.
Untuk mengatasi hal itu, terkadang pemimpin suatu negara akhirnya memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari satu kota ke kota lain. Dalam sejarah dunia, pindah ibu kota sudah ratusan kali terjadi di sejumlah negara. Kerajaan Mesir, Roma, dan China kuno dalam sejarah tercatat sudah berkali-kali memindahkan ibu kotanya.
Dalam sejarah modern di sejumlah negara, suatu ibu kota yang baru kemudian dibangun untuk memacu pembangunan di wilayah yang kurang maju atau terbelakang. Selain itu, terkadang ibu kota baru dipilih di wilayah yang dianggap netral dari persaingan etnis dan kelompok agama sehingga dapat memperkuat dan memajukan kesatuan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Sukamdi, ada tiga alternatif pemindahan ibu kota negara. Pertama, memindahkan ibu kota secara total dengan membuat ibu kota baru, seperti ketika Brasil memindahkan ibu kota dari Rio de Janeiro ke Brasilia tahun 1960.
Kedua, memindahkan pusat pemerintahan atau membangun pusat administrasi secara terpisah dan tetap menjadikan Jakarta sebagai ibu kota, seperti Malaysia membangun Putrajaya terpisah dari Kuala Lumpur.
Ketiga, tetap mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota, sekaligus pusat administratif, seperti Tokyo, Jepang.
Kalau dicermati dari paparan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas), pemindahan ibu kota yang diwacanakan hanya pemindahan pusat pemerintahan, bukan pindah ibu kota secara keseluruhan. Kemungkinan ibu kota masih di Jakarta, tetapi pusat pemerintahan yang dipindah.
Faktor pendorong lain pentingnya pindah ibu kota RI adalah urgensi menjaga integrasi Nusantara dengan membentuk sistem konektivitas seluruh wilayah Nusantara atau Indonesia. Menurut Lutfi yang juga pakar pengembangan wilayah UGM, fakta menunjukkan bahwa hampir 60-70 persen orientasi pergerakan orang dan barang mengarah ke Pulau Jawa.
Sistem integrasi regional yang lemah tersebut akan semakin mendorong wilayah maju akan semakin maju, wilayah tertinggal semakin tertinggal. Oleh karena itu, harus ada keberanian untuk melakukan restrukturisasi sistem konektivitas.
Dengan demikian, model konsentrasi selama ini yang mengakibatkan inefisiensi sosial-ekonomi karena sistem pelayanan pemerintah menuju satu tempat harus diubah.
Pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan merupakan salah satu cara untuk membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru di seluruh penjuru Nusantara, baik dalam dimensi ekonomi (seperti kawasan andalan atau kawasan ekonomi khusus) maupun pelayanan pemerintahan. Muaranya dari semua ini adalah dalam rangka mendistribusikan hasil-hasil pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. (LITBANG KOMPAS)
Kota yang Pernah Menjadi Ibu Kota Negara Indonesia
- Jakarta: Merupakan ibu kota pertama Indonesia. Lokasinya dianggap strategis, membuatnya dipilih pemerintah kolonial menjadi ibu kota Batavia.
- Yogyakarta: Pada 4 Januari 1946, ibu kota RI dipindahkan ke Yogyakarta karena alasan keamanan akibat kedatangan kembali (aksi polisionil) Belanda ke Indonesia.
- Bukittinggi: Pemindahan ibu kota ke Bukittinggi dilakukan pada 19 Desember 1948. Itu terjadi setelah Yogyakarta yang sebelumnya juga menjadi ibu kota Indonesia jatuh ke tangan Belanda.
Sejumlah Upaya Pemindahan Ibu Kota
1808
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels hendak memindahkan ibu kota dari Batavia ke kota baru di tepi Sungai Citarum, yang sekarang bernama Bandung. Masalah sanitasi dan epidemi penyakit malaria dan kolera menjadi alasan Daendels. Belakangan, pemindahan dilakukan dalam jarak dekat dari kota lama ke kawasan Istana Negara saat ini.
1957
Presiden Soekarno ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
1984-1987
Pada era Presiden Soeharto, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, pernah diwacanakan sebagai lokasi alternatif ibu kota. Ratusan hektar lahan sudah dibebaskan sejumlah pengembang. Salah satunya PT Bukit Jonggol Asri milik Bambang Trihatmodjo. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), wacana pemindahan ibu kota ke Jonggol juga muncul lagi.
2010
SBY melontarkan tiga alternatif mengenai ibu kota. Pertama, tetap menjadikan Jakarta sebagai ibu kota dengan konsekuensi harus segera membenahi sarana transportasi. Kedua, memindahkan ibu kota ke daerah lain. Ketiga, memindahkan pusat pemerintahan ke tempat lain dengan Jakarta tetap sebagai ibu kota. Beberapa kota disebut-sebut sebagai calon pengganti ibu kota Jakarta, seperti Lampung, Karawang, Palembang, dan Purwokerto.
2017
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Senin (3/7), menyatakan rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta pada 2018. Nama Kota Palangkaraya pun kembali menjadi wacana ibu kota baru.
Sumber: Litbang ”Kompas”/WEN, dari pemberitaan media