Tembakau: Melihat dari Dalam (1)
Setelah beberapa hari menelusuri jalan pendakian dan memburu dinginnya puncak Gunung Rinjani, pagi ini Harno (45) sampai di Desa Senaru, desa yang indah di kaki gunung yang terletak di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Berakhirkah petualangan itu? Belum. Sekarang ia menuju ke perburuan yang lain. Tembakau.
Setelah beristirahat sejenak, segera disewanya ojek, menuju Pasar Ancak, pasar terdekat dari Desa Senaru. Tak sulit menemukan apa yang dicarinya, di sebuah lorong pasar ia menemukan seorang pedagang sedang menggelar dagangannya, tembakau senang.
Ia berbasa-basi sejenak dengan pedagang. Kemudian, Harno mencoba rasa tembakau itu dengan melinting di kertas papir. Ia mengisap perlahan dan mengembuskannya pelan-pelan, takut jika rasanya menyengat. ”Ternyata tidak. Rasanya justru enteng, beraroma wangi, dan di tenggorokan terasa halus,” kata Harno.
Ia pun melanjutkan dengan mengisapnya dalam-dalam, mengeluarkan asap dari mulut dan hidungnya. ”Ini tembakau enak, sangat khas. Dari bau harum dan rasa segarnya, ini tembakau baru yang sedang berada dalam puncak kualitasnya. Mungkin ini sudah disimpan selama beberapa bulan dan sedang berada di puncak fermentasinya,” lanjutnya sambil mengendus setumpi (satu lempeng) tembakau senang yang sangat khas daerah Lombok.
Ia pun membeli satu tumpi tembakau itu dengan harga Rp 100.000 untuk dibawa pulang ke Jakarta. Koleksinya pun bertambah.
Bagi lelaki perokok yang punya banyak pengalaman dalam membedakan rasa tembakau ini, tembakau senang dari kaki Gunung Rinjani memiliki keistimewaan tersendiri. ”Tanpa campuran bahan apa pun, tembakau ini sudah enak,” kata Harno.
Asal tembakau
Tembakau senang awalnya berasal dari Dusun Senang, Desa Batuyang, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Aslinya, tembakau senang di dusun ini dikenal sebagai tembakau pender jae. Namun, karena bibitnya kian sulit didapat, petani mengadopsi bibit tembakau jenis kasturi. Nama tembakau senang tetap disematkan meskipun telah berganti jenis bibit.
Rasa tembakau kasturi dari Dusun Senang pun tetap memiliki aroma khas. Kandungan mineral tanah di Dusun Senang menjadi kunci yang membedakannya dengan rasa tembakau kasturi yang ditanam di daerah lain.
Kini, tembakau senang tidak hanya diproduksi di Dusun Senang, tetapi meluas ke dusun-dusun lain, bahkan menjadi ikon dari tembakau Pulau Lombok. Selain kasturi, di Pulau Lombok juga ditanam varian tembakau virginia yang kualitasnya menduduki peringkat terbaik ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Brasil.
Harno hanyalah seorang di antara puluhan juta penikmat tembakau (Nicotiana tabacum) di Indonesia. Dalam sebuah laporan berjudul Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia disebutkan, di Indonesia terdapat sekitar 61,4 juta penikmat tembakau, baik untuk merokok maupun digunakan dalam bentuk lain (WHO, 2011).
Jumlah ini, menurut survei yang melibatkan BPS, National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Kementerian Kesehatan, WHO, United States Centers for Disease Control and Prevention (CDC), serta Bloomberg Philanthropies, merupakan 36,1 persen dari total populasi Indonesia pada 2011.
Penggunaan tembakau untuk merokok melibatkan 34,8 persen (59,9 juta) populasi orang dewasa saat ini dan 29,2 persen (50,3 juta orang) adalah perokok harian. Laporan tersebut juga menyimpulkan penggunaan tembakau lebih banyak terjadi di daerah perdesaan (39,1 persen) dibandingkan dengan daerah perkotaan (33,0 persen).
Di antara mereka yang saat ini pengguna tembakau, mayoritas (34,6 persen) mengonsumsi rokok dalam berbagai bentuk (kretek, rokok putih, atau linting), sementara hanya 0,3 persen mengonsumsi produk tembakau lainnya, seperti pipa, cerutu, shisha, dan susur.
Dari semua jenis rokok, rokok kretek adalah yang paling populer (31,5 persen), diikuti dengan rokok linting (4,7 persen) dan rokok putih (2,2 persen). Pengguna rokok linting meningkat seiring bertambahnya usia dan tertinggi di antara mereka berusia lebih dari 65 (13,2 persen).
Harno termasuk penggemar rokok linting. Ia dapat membedakan beberapa tembakau berdasarkan warna, bentuk rajangan, dan aromanya. Tembakau muntilan memiliki karakter rajangan kasar berwarna coklat tua, sangat cocok diramu dengan rajangan daun cengkeh.
Tembakau bali lengket dan dikemas berbentuk kotak memanjang. Warnanya hitam dan memiliki rasa yang kuat serta sedikit pahit sehingga harus dilinting dengan papir yang manis. Tembakau boyolali yang coklat halus memiliki rasa yang sedang dan mudah diracik dengan berbagai bahan lain, seperti klembak, kemenyan, dan cengkeh.
Tembakau temanggung yang kuning dan ringan dengan aroma segar sangat cocok dilinting tanpa tambahan bahan lain.
Varian
Seperti halnya kopi, Indonesia memiliki kekayaan varian tembakau yang sangat banyak, walaupun spesiesnya hanya diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu Nicotiana rustica L dan Nicotiana tabacum L. Yang disebut pertama mengandung kadar nikotin yang tinggi, biasanya digunakan untuk membuat bahan baku obat dan insektisida, banyak ditanam di Rusia dan India.
Yang kedua mengandung kadar nikotin yang rendah, umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok. Jenis Nicotiana tabacum memiliki beberapa varietas, seperti tembakau virginia yang berwarna terang kuning ke oranye, tembakau oriental yang berdaun kecil dan beraroma tinggi, dan tembakau burley yang berwarna coklat.
Tembakau adalah tanaman yang sangat sensitif terhadap cara budidaya, lokasi tanam, cuaca, musim, dan cara pengolahan sehingga suatu kultivar tembakau tidak akan menghasilkan kualitas yang sama apabila ditanam di tempat yang berbeda agroekosistemnya.
Akibatnya, macam-macam produk tembakau biasanya dinamai sesuai lokasi tanam sehingga dikenal berbagai nama tembakau, seperti muntilan, bojonegoro, srintil temanggung, deli, boyolali, senang, bali, garut, madura, besuki, dan jember.
Keanekaragaman tembakau di Indonesia juga dapat dikelompokkan menurut musim tanam dan penggunaannya dalam campuran rokok. Tembakau yang tumbuh pada akhir musim hujan dan dipanen pada musim kemarau disebut tembakau Voor Oogst, sementara tembakau yang tumbuh pada musim kemarau dan dipanen pada musim hujan disebut dengan tembakau Na Oogst.
Berdasarkan penggunaannya, tembakau dikategorikan sebagai bahan baku rokok kretek, rokok rolled your own (RYO), dan rokok cerutu (Djajadi Djajadi, 2015).
Konsumsi turun
Meski ada kecenderungan penikmat rokok linting beralih ke kretek, konsumsi tembakau secara keseluruhan diperkirakan akan terus mengalami penurunan di tahun-tahun mendatang.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) selama tahun 1993-2013, konsumsi tembakau cenderung menurun dengan rata-rata pertumbuhan turun sebesar 3,11 persen per tahunnya, dari sebesar 0,318 kg/kapita/tahun pada 1993 menjadi 0,146 kg/kapita/tahun pada 2013.
Sementara Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian juga memproyeksi angka konsumsi nasional tembakau akan terus mengalami penurunan sejak tahun 2014 hingga 2019, dengan rata-rata pertumbuhan turun sebesar 7,61 persen per tahun.
Konsumsi tembakau nasional pada 2014 diperkirakan akan sebesar 44.933 ton dan terus turun hingga mencapai 30.217 ton pada 2019. Semakin tingginya pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang dampak bahaya mengonsumsi rokok terhadap kesehatan diperkirakan menjadi sebab utama penurunan ini. Bersambung (Bambang Setiawan/Litbang Kompas)