Melirik Bangkitnya Pariwisata Sikka
Maumere kalau masih ingat e// Jangan lupa Maumere manis e// Maumere dengan pulau-pulaunya// Nyiur lambai Maumere manis e// Mutiara di Nusa Bunga e// Maumere kalau masih ingat e// Jangan lupa Maumere manis e// Kangae Paga Nita dan Sikka Manis e// Maju pemuda Maumere manis e...
Lirik lagu ”Maumere Manis E” yang disenandungkan oleh sekelompok pelajar SD ini menemani aktivitas kami dan beberapa wisatawan lain ketika mengamati proses pengerjaan tenun ikat Sikka di Lepo Lorun, yang berlokasi di Desa Nita, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Senin, 4 September lalu. Senandung lagu Maumere Manis E ini diiringi dengan alat musik tradisional Sikka yang terdiri dari sepengakat gong, gendang, dan bas. Selain bernyanyi, para pelajar ini juga menyajikan tarian tradisional di hadapan para wisatawan.
Lagu ”Maumere Manis E pernah populer pada era 80-an, di mana saat itu nama Maumere sudah cukup dikenal oleh para wisatawan mancanegara lantaran keindahan alam bawah lautnya. Lagu ini sendiri dipercaya telah mengangkat nama Maumere sebagai salah satu destinasi wisata bahari yang keindahannya bisa dinikmati mulai dari pantai, laut, hingga alam bawah laut. Semuanya itu tersebar di Teluk Maumere dan gugusan pulau-pulau kecil yang berhadapan langsung dengan Teluk Maumere.
Pengelolaan obyek-obyek wisata laut saat itu belum dilakukan secara profesional sehingga para wisatawan mancanegara yang hendak menyelam lebih banyak mengandalkan informasi dari sesama wisatawan atau mencari sendiri spot yang lain. Pola-pola seperti inilah yang membuat keindahan alam bawah laut di Maumere terus dieksplorasi dan mengundang rasa penasaran para wisatawan untuk bertualang ke dalam laut Maumere.
Selain obyek wisata, akomodasi untuk wisatawan pada saat itu juga masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Tahun 1980-an hanya ada dua hotel kelas melati di Maumere, yaitu Hotel Maiwali dan Hotel Wini Rai. Selain itu, dua losmen yang menjadi tempat favorit para wisatawan adalah Losmen Bogor dan Losmen Beng Goan. Di luar kota Maumere juga dibangun akomodasi khusus untuk para bule, yaitu Sea World Club, yang terletak di Desa Waiara, sekitar 10 kilometer sebelah timur kota Maumere.
Animo para bule untuk ke Maumere tidak pernah surut hingga pengujung 1980-an. Karena itulah, mantan menteri pada era Presiden Soekarno yang juga putra daerah Kabupaten Sikka, Frans Seda, membangun hotel dan resor yang diberi nama Sao Wisata. Letaknya tidak jauh dari Sea World Club. Setelah Sao Wisata berdiri dan kunjungan wisatawan ke Maumere terus bertambah, animo para investor untuk membangun hotel di Kabupaten Sikka meningkat yang ditandai dengan berdirinya beberapa hotel melati dan losmen di tengah kota Maumere.
Fenomena menarik dari animo para investor pada saat itu adalah bermunculan calo tanah yang berburu lahan-lahan strategis di sekitar Teluk Maumere yang berhadapan langsung dengan Laut Flores. Lahan yang diburu adalah lahan kosong yang berada sebelah barat dan sebelah timur kota Maumere. Dalam waktu lebih kurang dari tiga tahun, sebagian besar lahan-lahan tersebut berpindah tangan dari warga kepada para investor. Beberapa bagian dari lahan tersebut langsung dibangun hotel dan resor, sementara sebagian lainnya dibiarkan kosong. Sisanya masih dalam proses tawar-menawar.
Memasuki tahun 1990, kunjungan wisatawan mancanegara semakin intens, baik itu dalam rombongan besar, kelompok-kelompok kecil, maupun perorangan. Tujuan kedatangan mereka saat itu tidak terdata dengan baik sehingga informasi tentang kegiatan dan obyek wisata yang dikunjungi sangat sedikit. Menurut warga setempat, antara akhir 1980-an dan awal 1990-an mereka sering bertemu turis-turis asing.
Hampir setiap hari mereka bisa bertemu dengan bule, entah di jalan, pasar, pertokoan, terminal, bahkan di dalam angkutan umum. Menurut mereka, kehadiran turis asing waktu itu memang sangat banyak karena dibandingkan dengan tiga atau empat tahun sebelumnya, turis bule hanya bisa dijumpai dua atau tiga kali dalam sebulan.
Para nelayan di sekitar kota Maumere banyak yang menjadi pemandu alami bagi wisatawan mancanegara ketika hendak menyelam di perairan Teluk Maumere. Kapal mereka disewa selama dua sampai tiga hari.
”Turis-turis bule ini biasanya sewa kapal kami dalam rombongan tiga sampai lima orang. Mereka suka selam jauh-jauh dan senang berlama-lama di bawah air. Kalau satu hari saja, belum puas mereka, jadi biasanya dua sampai tiga hari mereka sewa,” kata Irfan (42), salah satu nelayan di Maumere yang kapalnya kerap menjadi langganan para turis.
Maraknya kunjungan wisatawan asing yang memicu berdirinya hotel dan losmen di Maumere ini menjadi penanda berseminya industri pariwisata di Kabupaten Sikka. Untuk menyambut berkembangnya pariwisata, pada 1989 di Maumere berdiri sebuah lembaga pendidikan pariwisata formal, yaitu Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Budi Luhur.
Sebelum sekolah ini berdiri, sejumlah pelajar lulusan SMA dari Maumere melanjutkan sekolah pariwisata ke Bali, Jawa, dan Makassar. Ada juga yang menekuni pendidikan bahasa asing di luar NTT hanya untuk menjadi pemandu wisata di Maumere. Animo masyarakat Kabupaten Sikka untuk terjun ke industri pariwisata ini juga dipicu oleh program pariwisata dari pemerintah, yaitu Visit Indonesia Year 1991.
Tsunami 1992
Desember 1992 merupakan masa yang paling kelam dalam memori publik masyarakat Flores, khususnya dari Kabupaten Sikka. Saat itu, tepatnya hari Sabtu, 12 Desember sekitar pukul 13.29 Wita, gempa dan tsunami dahsyat melanda Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Kota Maumere mengalami kerusakan terparah dari gempa yang berkekuatan M 7,5.
Gempa tersebut memicu longsor bawah laut yang menimbulkan gelombang tsunami dengan ketinggian lebih dari 25 meter dan merangsek hingga 300 meter ke daratan. Kombinasi gempa dan tsunami ini membuat 2.500 orang tewas.
Peristiwa ini menjadi lonceng kematian bagi industri pariwisata di Maumere. Tanggal 12 Desember bukan saja dikenang sebagai hari luluh lantaknya alam dan kehidupan masyarakat, tetapi juga menjadi tonggak kehancuran infrastruktur wisata yang sudah dirintis selama lebih dari satu dekade. Program Visit Indonesia Year yang belum lama dicanangkan langsung buyar lantaran obyek-obyek wisata, terutama lokasi-lokasi penyelaman favorit wisatawan, ikut hancur karena gempa. Beberapa hotel dan losmen roboh karena getaran gempa yang sangat kuat.
Semangat untuk menghidupkan kembali geliat pariwisata tertahan oleh trauma bencana yang super dahsyat. Dunia wisata dikelola seadanya sekadar untuk menjaga kesinambungan industri ini dari kehancuran. Pada masa ini, kunjungan wisatawan mancanegara menurun drastis yang membuat hotel dan resor di Maumere merugi. Sao Wisata sempat vakum sehingga cottage dan kamar hotelnya sempat dibiarkan kosong selama beberapa tahun karena tidak ada tamu. Fasilitas untuk turis banyak yang rusak atau disewakan kepada masyarakat lokal.
Sea World Club yang sebelumnya menjadi tempat favorit turis-turis dari Eropa juga mengalami masa paceklik pengunjung. Nasib yang dialami Sao Wisata juga setali tiga uang. Begitu pula dengan hotel dan losmen yang ada di kota Maumere. Tingkat hunian kamar hanya diisi oleh tamu-tamu yang tidak lain adalah pegawai instansi pemda yang menyelenggarakan kegiatan di hotel. Paling tinggi, kamar-kama hotel diisi oleh para pebisnis yang kebetulan mampir dan menginap di kota ini.
Menurut cerita warga, kedatangan para turis asing pasca gempa benar-benar kosong. Warga tidak pernah lagi melihat para turis yang berseliweran di jalan atau tempat-tempat umum lainnya. Kondisi ini dirasakan warga selama dua sampai tiga tahun. Pertengahan tahun 1990-an baru mulai muncul satu dua turis. Namun, durasi kunjungan mereka di Maumere lebih singkat karena hanya menjadi tempat transisi untuk berkunjung ke Danau Kelimutu dan tempat-tempat wisata terkenal lainnya, seperti Pulau Komodo di Labuan Bajo.
Posisi Maumere sebagai tempat transit ini cukup membantu bergeraknya industri pariwisata meskipun denyutnya terasa lemah dan lamban. Kondisi ini diperparah dengan keadaan kota setelah gempa yang dibiarkan merana dipenuhi dengan puing-puing kerusakan.
Momentum bangkit
Suramnya industri pariwisata di Maumere berlangsung cukup lama, lebih kurang dua dekade lamanya. Selama kurun waktu tersebut, pemerintah daerah, warga, dan para pegiat wisata terus-menerus berupaya membuat terobosan untuk menciptakan jenis dan obyek wisata baru untuk dipromosikan.
Jenis wisata alam, seperti wisata bahari yang menawarkan keindahan laut dan pantai, air terjun, dan pegunungan, dieksplorasi secara serius. Wisata budaya yang meliputi tari-tarian tradisional, upacara adat, pembuatan tenun ikat pun mulai digali nilai keindahannya untuk dijadikan daya tarik wisata. Begitu juga dengan beberapa upacara keagamaan dan rumah ibadah tua yang menjadi bahan promosi untuk mengundang wisatawan datang ke Maumere.
Eksplorasi jenis wisata yang terus berkembang ini mendapat momentum yang kuat dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian canggih. Melalui teknologi internet, tempat-tempat wisata baru di Kabupaten Sikka disebar ke seantero dunia dengan membawa nama Maumere sebagai ikon wisata yang pernah populer pada era 1980-an.
Momentum terbesar yang memicu geliat wisata di Maumere adalah penyelenggaraan Komodo Sail tahun 2013 yang dipusatkan di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Meski program ini mengangkat komodo sebagai ikon, imbas dari kegiatan ini cukup terasa hingga ke Maumere karena tujuan utamanya adalah untuk menggerakkan industri pariwisata di Flores. Meski terpaut jarak yang sangat jauh, program ini sangat membantu dalam mempromosikan potensi wisata bahari di Maumere di kemudian hari. Dengan demikian, wisatawan mancanegara dan domestik mulai mengunjungi Maumere kembali.
Sebut saja Pantai Koka yang terletak di Desa Wolowiro, Kecamatan Paga, sekitar 40 kilometer di sebelah selatan kota Maumere yang menjadi ikon wisata baru. Pantai yang menawarkan keindahan pasir putih berpadu dengan birunya air laut ini mulai menjadi bahan pembicaraan publik sejak 2012. Pantai yang dikelilingi oleh perbukitan hijau ini menjadi semakin populer di media sosial seiring dengan membanjirnya wisatawan ke Maumere setelah mengunjungi Pulau Komodo dan Danau Kelimutu.
Popularitas keindahan alam yang meningkat berkat media sosial juga dialami oleh Pulau Pangabatang yang terletak di Desa Permaan, Kecamatan Alok. Pulau yang bentuknya memanjang ini memiliki diameter lebih kurang 1,5 kilometer, dihuni oleh sekitar 500 jiwa penduduk. Sebelum bencana tahun 1992, sebagian besar pulau ini ditumbuhi oleh dua ribuan pohon kelapa. Gelombang tsunami telah menyapu semua pohon kelapa yang tumbuh di atasnya.
Pangabatang saat ini berwujud daratan pasir dengan ketinggian tidak lebih dari 100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Meskipun saat ini Pangabatang sudah menjadi pulau yang kering dan tandus, pesona alam bawah lautnya telah memikat ratusan wisatawan untuk menyaksikan dan merasakan langsung sensasi keindahan terumbu karang yang tumbuh di dasar laut. Bahkan, pasir putih yang mengelilingi bibir pantai juga menyajikan pemandangan yang menarik.
Pantai Koka dan Pulau Pangabatang merupakan dua obyek wisata yang popularitasnya meningkat seiring dengan pelaksanaan Komodo Sail dan penyebaran informasinya melalui media sosial. Kedua tempat ini sekarang sudah banyak menyedot perhatian wisatawan, terutama wisatawan lokal yang berasal dari Kabupaten Sikka dan sekitarnya. Kunjungan terlihat ramai saat akhir pekan dan hari libur nasional. Wisatawan lokal kebanyakan menikmati obyek wisata ini dengan bermain pasir atau berendam di air laut. Sementara wisatawan Nusantara (dari luar Pulau Flores) kebanyakan melakukan snorkeling dan diving.
Tantangan
Di tengah animo masyarakat yang mulai menyukai beberapa obyek wisata di Kabupaten Sikka, pemerintah daerah perlu proaktif dalam menjaga momen kebangkitan gairah berwisata di daerah nusa nipah ini. Pasalnya, popularitas obyek wisata di daerah ini terbilang relatif baru setelah dua dekade mengalami mati suri lantaran gempa dan tsunami.
Selain itu, Maumere dan daerah-daerah di sekitarnya bukanlah destinasi yang populer, seperti Labuan Bajo dengan komodonya atau Ende dengan Danau Kelimutu. Maumere selama ini hanya menjadi tujuan alternatif bagi wisatawan yang hendak mengeksplorasi eksotisme alam Flores atau hanya menjadi bagian dari paket yang ditawarkan oleh agen wisata.
Meski demikian, tingkat hunian hotel di Kabupaten Sikka pada 2016 menunjukkan minat wisatawan untuk berkunjung relatif tinggi. Tingginya tingkat hunian ini menggambarkan bahwa para wisatawan mulai memperhitungkan Maumere sebagai salah satu destinasi kunjungan yang tidak boleh dilewatkan ketika berada di Flores.
Dalam periode Januari-Desember 2016, tingkat hunian di hotel berbintang mulai ramai pada Januari (66,78 persen) dan mencapai puncaknya bulan April (84,71 persen). Selanjutnya, bulan Mei hingga Oktober, tingkat hunian berkisar 28,05 persen hingga 43,33 persen. Hunian kembali ramai pada November (57,84 persen) dan Desember (67,02 persen).
Tingkat hunian di hotel nonbintang tercatat lebih rendah ketimbang hotel berbintang. Rata-rata tingkat hunian untuk setahun adalah 28,45 persen. Jika tingkat hunian ini didistribusikan per bulan, hotel nonbintang di Kabupaten Sikka lebih banyak menerima tamu dari bulan Juli hingga Desember yang angka huniannya berada di atas rerata tahunan.
Tren wisatawan yang datang ke Maumere selama 2016 masih didominasi oleh wisatawan mancanegara ketimbang wisatawan Nusantara. Hal ini terlihat dari sebaran tingkat hunian hotel di Kabupaten Sikka, yang menunjukkan tingkat hunian tinggi dari Januari hingga April.
Tren ini seirama dengan tren tingkat hunian pada hotel berbintang. Sebaliknya, tingkat hunian wisatawan Nusantara lebih kecil dan cenderung stagnan dari bulan ke bulan. Artinya, data tingkat hunian hotel tersebut menggambarkan animo yang tinggi dari wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Kabupaten Sikka. Sayangnya, dari data tentang ketersediaan akomodasi, terutama hotel berbintang, di Kabupaten Sikka hanya terdapat dua hotel dengan level bintang tiga. Sementara akomodasi lainnya tercatat sebanyak 25 unit.
Pemerintah daerah harus bisa melihat kebutuhan akomodasi pariwisata yang semakin tinggi sebagai tantangan untuk mengembangkan pariwisata di Kabupaten Sikka. Pemerintah perlu menarik para investor untuk mau menanam modal di sektor pariwisata dengan kemudahan-kemudahan regulasi dalam berinvestasi.
Selain akomodasi, fasilitas pendukung, seperti restoran dan rumah makan, perkembangannya masih terasa lamban, baik dari segi jumlah maupun kualitas makanan yang disajikan. Sebaran rumah makan atau restoran belum merata di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Sikka. Dari 21 kecamatan, hanya 9 kecamatan yang memiliki rumah makan atau restoran. Sebaran terbanyak ada di Kecamatan Alok, Alok Barat, dan Alok Timur. Ketiga kecamatan ini menjadi bagian dari wilayah administratif Kota Maumere.
Untuk mendukung kebutuhan mendapatkan makanan di tempat umum, pemerintah mengadopsi pusat kuliner rakyat dengan membangun pusat jajanan masyarakat dalam satu lahan khusus sebagai tempat untuk menikmati kuliner malam di kota Maumere. Jumlahnya masih terbatas sehingga warga ataupun wisatawan tidak memiliki alternatif yang lebih banyak.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong partisipasi masyarakat lokal untuk membuka usaha makanan dan minuman melalui bantuan modal berbunga rendah. Beberapa warga sudah mulai aktif terlibat dalam bisnis kuliner malam di kota Maumere dan sekitarnya. Mereka berinisiatif untuk membangun kafe-kafe sederhana di pinggir pantai sebagai tempat kuliner alternatif bagi warga dan wisatawan. Para pengusaha lokal ini menawarkan menu makanan siap saji yang diolah dari bahan pangan yang menjadi makanan sehari-hari masyarakat setempat, seperti pisang dan singkong.
”Untuk menarik selera pengunjung, pisang dan singkong diolah sesuai gaya hidup masyarakat di kota-kota besar. Pisang dan singkong tidak lagi dibelah dua lalu digoreng seperti yang dilakukan di rumah-rumah. Kami potong kecil-kecil menyerupai kentang goreng, seperti ala restoran cepat saji di kota besar. Bumbunya kami sajikan dari cabai, tomat, dan terasi yang diulek,” kata Al Amin (40), pemilik Kafe R2 yang lokasinya persis di bibir pantai Teluk Maumere.
Kreasi untuk mengolah menu baru ini sedang menjadi tren di beberapa kafe untuk mengenalkan kekhasan sajian mereka kepada pengunjung. Kreativitas ini pula diharapkan bisa ikut mendongkrak pariwisata di Kabupaten Sikka. (SULTANI/LITBANG KOMPAS)