Peta Global Produsen Energi Surya
Energi adalah sumber kekuatan paling dasar yang dapat memberi pengaruh pada relasi sosial, karena itu selalu diperebutkan baik pada level komunitas, negara, maupun internasional. Sebagai sumber daya, ia kerap menjadi sebab dari kontestasi kekuasaan. Mereka yang berhasil mendapatkannya dalam jumlah besar akan memiliki kekuatan lebih besar dalam menentukan langkah politik dan ekonomi.
SETELAH era perebutan minyak bumi mengharu biru kontestasi politik internasional, akankah energi matahari memiliki sejarah yang sama? Jika ya, lewat jalan apa?
Untuk jangka pendek, pertautan antara penguasaan energi matahari dan kekuatan politik internasional tampaknya tidak bersifat langsung. Sebagai substitusi, sumber daya energi matahari akan tetap memiliki kaitan yang erat dengan sumber-sumber energi lain, seperti minyak bumi, biomasa, panas bumi (geothermal power and heat), energi air (hydropower), energi laut (ocean energy), dan energi angin (wind energy).
Meski masih bersifat sebagai energi alternatif yang kontribusinya dalam total konsumsi energi dunia masih terbilang kecil, bukan tidak mungkin energi matahari telah turut berkontribusi pada mandeknya harga minyak bumi saat ini. Ke depan, peranannya akan makin signifikan memengaruhi politik energi dunia.
Membesarnya produksi energi matahari suatu negara akan membuat negara itu memiliki ketahanan energi yang lebih besar dan makin mampu menjalankan industrialisasi lebih masif karena rendahnya ongkos produksi. Dengan begitu, lebih mudah bagi negara tersebut menguasai pangsa pasar dunia, yang pada gilirannya nanti membuat devisa suatu negara makin kuat.
Kekuatan ekonomi dan besarnya devisa dapat digunakan untuk penguasaan energi, tidak hanya di negaranya sendiri, tetapi memungkinkannya menjadi tuan di negara-negara lain.
Sebaliknya, negara-negara yang tidak mengembangkan atau terlalu terlambat membangun energi alternatif akan makin terbelakang dan tak beranjak dari sekadar menjadi konsumen. Pada pertengahan abad ke-21, matahari dapat menjadi energi terbesar untuk digunakan sebagai penyedia listrik industri dan rumah tangga meskipun saat ini peranannya masih sangat kecil. Secara global, energi matahari sekarang baru memproduksi 0,5 persen dari total pembangkit listrik dunia.
Meski begitu, energi matahari telah menjadi ”the rising star” dalam pengembangan energi terbarukan. ”Penurunan biaya yang cepat dari modul dan sistem fotovoltaik dalam beberapa tahun terakhir telah membuka perspektif baru untuk menggunakan energi matahari sebagai sumber utama listrik di tahun-tahun mendatang dan puluhan tahun ke depan,” ujar Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Maria van der Hoeven (Fortune, 29 September 2014).
Selain itu, ketidakstabilan politik internasional akibat gejolak politik di negara-negara penghasil minyak akan makin mempercepat upaya alih energi, khususnya tenaga listrik, ke pemanfaatan energi surya yang lebih stabil dan terkontrol. Penggunaan sinar matahari, terutama dalam bentuk photovoltaics (PV) surya saat ini menjadi tren yang menguat dengan pesat di sejumlah negara.
PV surya atau solar panel atau panel surya adalah metode pembangkit tenaga listrik untuk mengubah radiasi matahari menjadi listrik arus searah (DC), menggunakan semikonduktor yang menunjukkan efek fotovoltaik. Solar PV termasuk jenis photo dioda, terdiri dari sejumlah sel surya yang mengandung material fotovoltaik yang tersusun bersamaan dengan silikon monocrystalline, silikon polycrystalline, silikon amorf, cadmium telluride, dan tembaga indium gallium selenide atau sulfida.
Menurut laporan Renewable Energy Policy Network for the 21st Century (REN21), selama 2016, setidaknya 75 gigawatt (GW) kapasitas PV surya ditambahkan ke dunia ini—setara dengan instalasi lebih dari 31.000 panel surya setiap jam. Kapasitas PV surya lebih banyak dipasang pada tahun 2016 (naik 48 persen dibandingkan 2015). Kenaikan itu lebih tinggi daripada kapasitas kumulatif dunia lima tahun sebelumnya. Pada akhir tahun 2016, kapasitas PV surya global mencapai setidaknya 303 GW, padal tiga tahun sebelumnya baru 137 GW.
Lima pasar utama dunia—China, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Inggris—menyumbang sekitar 85 persen penambahan energi terbarukan dalam bentuk PV surya. Lima negara lain di bawahnya adalah Jerman, Republik Korea, Australia, Filipina, dan Cile. Dalam hal kapasitas produksi kumulatif PV surya, lima negara teratas saat ini adalah China, Jepang, Jerman, Amerika Serikat, dan Italia.
Sementara China kian mendominasi penggunaan dan pembangunan PV surya, pasar negara berkembang di semua benua juga telah mulai berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan global.
Pada akhir 2016, setiap benua telah memasang setidaknya 1 GW, setidaknya 24 negara telah memasang dengan kapasitas minimal 1 GW, dan setidaknya 114 negara saat ini memiliki lebih dari 10 MW kapasitas terpasang. Dilihat dari kapasitas PV surya per penduduk, maka Jerman, Jepang, Italia, Belgia, dan Australia menjadi negara-negara yang terunggul.
Dari semua negara, China terlihat paling agresif menambah kapasitas PV solar-nya. Pada 2016, China menambahkan 34,5 GW (naik 126 persen dibandingkan tahun 2015) sehingga total kapasitas PV surya China meningkat sebesar 45 persen menjadi 77,4 GW, jauh lebih banyak daripada negara mana pun di dunia.
Peningkatan ini naik 11 kali lipat dibandingkan tahun 2012. Provinsi Xinjiang (3,3 GW) merupakan pasar unggulan di China, diikuti oleh Provinsi Shandong (3,2 GW) dan Henan (2,4 GW). Meski banyak dari kapasitas baru itu dipasang jauh dari pusat populasi penduduk, 15 provinsi masing-masing telah menambahkan lebih dari 1 GW, sembilan di antaranya berada di wilayah China timur.
Amerika Serikat (AS) berada di urutan kedua dalam hal instalasi baru PV surya. Meskipun masih terpaut jauh dengan pertumbuhan China, total instalasi PV surya di AS pada tahun 2016 untuk pertama kali merepresentasikan pembangunan pembangkit energi baru yang terbesar di negara ini. Dengan kapasitas 14,8 GW yang terpasang pada 2016 (hampir dua kali lipat pemasangannya dibandingkan tahun 2015), AS sekarang memiliki kapasitas PV solar sebesar 40,9 GW.
Perkembangan yang pesat di AS didukung oleh banyaknya instalasi baru yang dipasang. Dalam tahun 2016, pada 22 negara bagian telah terpasang lebih dari 100 MW, naik drastis dari hanya 13 negara pada 2015. Standar Portofolio Terbarukan (RPS) atau kebijakan energi terbarukan berpengaruh besar pada proyek pembangunan PV surya di AS.
Jepang merupakan pasar terbesar ketiga di dunia pada 2016. Proyek-proyek berskala besar telah mendorong ekspansi yang besar dalam pemasangan PV surya dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun pertumbuhannya sedikit menurun dibandingkan booming instalasi tahun 2015, laju instalasi baru PV surya di Jepang tetap tinggi, bahkan menggeser Jerman untuk kumulatif kapasitas terpasang.
Pada tahun 2016, diperkirakan 8,6 GW dipasang, membuat Jepang memiliki kapasitas total PV surya sebesar 42,8 GW. Kesulitan lahan menjadi alasan tersendatnya laju instalasi. Namun, tumbuhnya permintaan dari sektor perumahan telah menyumbangkan 11,8 persen dari pertumbuhan kapasitas baru.
Selain China dan Jepang, di lingkup Asia pasar terbesar ketiga adalah India, yang secara global berada di peringkat keempat untuk laju penambahan dan ketujuh untuk kapasitas total. India menambahkan sekitar 4,1 GW (naik dari 2 GW dibandingkan 2015) sehingga sekarang menjadi 9,1 GW terpasang. Proyek pemasangan PV surya skala besar di India telah didorong dengan cepat akibat makin murahnya harga, yang disertai dukungan kebijakan yang kuat di beberapa negara bagian ataupun di tingkat nasional sejak 2014.
Tahun 2016 memang merupakan titik penting dalam sejarah perkembangan PV surya, penanda yang akan membuat energi matahari semakin cepat menggeser sumber-sumber lain dalam menghasilkan listrik. Pertumbuhan permintaan yang luar biasa pada 2016 juga dibarengi dengan penurunan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal harga modul, inverter, dan peralatan penunjangnya.
Harga modul rata-rata turun 29 persen menjadi 0,41 dollar AS per watt (W) antara kuartal keempat 2015 dan setahun kemudian, menjadikannya sebagai penurunan terendah dalam sejarah. Dengan rendahnya harga modul, instalasi energi PV surya menjadi jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan sumber energi tradisional. Pada beberapa pasar, proyek energi surya berskala besar bahkan mengungguli proyek bahan bakar fosil, terutama di daerah dengan pembiayaan murah.
Akan tetapi, pertumbuhan energi terbarukan ini mungkin tak sepenuhnya mulus. Tantangan terbesar adalah rentannya penggunaan energi matahari ini dari perubahan kebijakan, atau tindakan untuk melindungi tetap berlangsungnya penggunaan bahan bakar fosil di beberapa negara. Bagaimanapun, energi fosil telah menciptakan jejaring bisnis dan kekuasaan yang bertumpu padanya. (BAMBANG SETIAWAN/LITBANG KOMPAS)