Harapan Baru Bulu Tangkis Putri
Keberhasilan beberapa atlet bulu tangkis putri meraih gelar di kancah bergengsi melambungkan harapan kembalinya prestasi bulu tangkis Indonesia di sektor putri. Belum lama ini, Gregoria Mariska Tunjung menjadi juara tunggal putri di Kejuaraan Dunia Yunior BWF 2017. Ada pula pasangan ganda putri Greysia Polii & Apriyani Rahayu yang berhasil menyabet gelar juara di ajang Super Series Perancis Terbuka 2017.
Sebelumnya, pasangan Greysia/Apriyani juga menjadi juara di Thailand Open Grand Prix Gold 2017, satu level di bawah ajang Super Series. Adapun Gregoria Mariska tahun lalu juga menyabet medali perak dari Kejuaraan Bulu Tangkis Yunior Asia 2016.
Rentetan gelar ini cukup membanggakan dan menjadi spirit baru kembalinya kejayaan sektor putri. Gregoria merupakan tunggal putri pertama Indonesia yang menjadi juara dunia yunior setelah terakhir kali Kristin Yunita menyabet gelar itu 25 tahun lalu. Selain Gregoria, terdapat juga pasangan ganda putri Jauza/Ribka yang mencapai final, dan dua tunggal putri Aurum Oktavia Winata dan Choirunnisa yang mencapai perempat final dan babak kelima Kejuaraan Dunia Yunior BWF 2017 tersebut.
Harapan itu tidak berlebihan mengingat paceklik prestasi sektor putri selama ini. Di level bergengsi seperti Kejuaraan Dunia dan All England, prestasi itu sudah lama berhenti. Terakhir kali nomor tunggal putri meraih gelar juara dunia pada 1993 melalui Susy Susanti. Tahun itu pula Susy berhasil merebut gelar juara All England.
Prestasi juara tunggal putri All England terakhir kali diraih tahun 1994, juga oleh Susy Susanti. Setelah Susy hingga saat ini, Indonesia belum pernah kembali merebut gelar juara dunia dan juara All England untuk nomor tunggal putri. Paceklik gelar juga terjadi di ajang turnamen beregu putri Piala Uber. Indonesia terakhir kali meraih gelar pada 1996. Tahun lalu, langkah tim Uber Indonesia terhenti di perempat final setelah kalah 0-3 dari Korea Selatan.
Kontribusi sektor putri di Asian Games dan Olimpiade juga tak secemerlang nomor lain, seperti tunggal putra, ganda putra, atau ganda campuran. Tunggal putri terakhir kali meraih medali emas Asian Games tahun 1962, sedangkan di Olimpiade tahun 1992. Medali terakhir yang berhasil dipersembahkan sektor putri adalah perunggu di ajang Olimpiade 2008 melalui tunggal putri Maria Kristin.
Kondisi serupa juga terjadi di nomor ganda putri. Di kompetisi bergengsi All England, Indonesia terakhir kali juara ganda putri pada 1979 melalui pasangan Verawaty Fajrin dan Imelda Wiguna. Pencapaian itu belum terulang hingga saat ini.
Namun, dibandingkan tunggal putri, pencapaian sektor ganda putri lebih memberikan harapan. Selain juara di Perancis Terbuka 2017, beberapa gelar berhasil diraih. Pasangan Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari tercatat pernah menyumbangkan emas Asian Games 2014, meraih gelar Thailand Terbuka 2013, Taiwan Terbuka 2014 dan 2015, dan Korea Terbuka 2015. Selain berpasangan dengan Nitya, Greysia juga tercatat menjuarai turnamen Grand Prix Gold Thailand Terbuka 2017 berpasangan dengan Apriani Rahayu.
Harapan baru bukan hanya muncul pada pasangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu. Ada juga pasangan yunior Febriana Dwipuji Kusuma dan Tiara Rosalia Nuraidah yang baru-baru ini juga berhasil menjadi juara USM Flypower Indonesia International Challenge 2017. Dua pasangan ganda terbaik Indonesia saat ini, Della Destiara/Rizki Amelia, juga berjaya di turnamen Belanda Terbuka 2017. Della/Rizki menjadi juara, sedangkan Anggia/Ketut menjadi runner up.
Modal sejarah pencapaian masa lalu menjadi cambuk kebangkitan bulu tangkis putri saat ini. Namun, harapan keberhasilan sektor tunggal putri masih membutuhkan catatan perbaikan, yaitu mental bertanding dan pembinaan pemain muda.
Dari capaian yang diraih, belum tampak adanya konsistensi penampilan. Hanna Ramadini pernah tampil di perempat final Super Series di India pada 2015, tetapi prestasi itu belum pernah diulangi. Adapun Dinar Dyah mencapai hasil terbaik saat tampil pada babak kedua All England 2017.
Munculnya pemain-pemain muda dalam daftar peringkat 50 dunia yang dirilis BWF per 31 Oktober 2017 juga menjadi bekal kebangkitan sektor putri. Saat ini tumpuan sektor tunggal putri berada di pundak Fitriani, Hanna Ramadini, Dinar Dyah Ayustine, dan Gregoria Mariska. Mereka pemain muda berusia 18-23 tahun yang diharapkan masih bisa bersaing di kompetisi dunia.
Untuk meraih kembali prestasi dunia, titik fokus pembinaan sudah seharusnya ditempatkan pada pemain-pemain muda pratama. Pada level ini, PBSI seharusnya menempatkan pelatih utama yang berpengalaman sehingga teknik dasar bulu tangkis yang menjadi fondasi permainan benar-benar dikuasai.
Pola pembinaan sudah di jalur yang tepat seperti yang dialami Gregoria Mariska. Ia diberi kesempatan tampil di Super Series/Super Series Premier di Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan. Ia juga pernah memperkuat tim Indonesia di Piala Uber 2016 dan Piala Sudirman 2017. Kesempatan itu juga harus dibuka untuk pemain-pemain yunior lainnya.
Hasil kejuaraan dunia yunior dapat menjadi gambaran peta persaingan bulu tangkis dunia sekaligus potensi Indonesia. Hasil ini menunjukkan bahwa sektor ini masih dapat diandalkan dalam seumlah kejuaraan bergengsi. (YOG/Litbang Kompas)