Apa Kabar Penanganan Kebakaran Hutan
Antisipasi penanganan kebakaran hutan dan lahan dalam dua tahun terakhir terekam membaik. Indikatornya terlihat dari luasan kebakaran hutan dan lahan yang terus menurun, terutama dari kawasan Pulau Sumatera, Kalimantan, ataupun Jawa. Selain itu, faktor cuaca yang banyak menimbulkan curah hujan lebat ditengarai juga berkontribusi pada kondisi ini.
Musim kemarau tahun ini berbeda dengan musim kemarau tahun 2016. Kendati musim kemarau tahun ini lebih kering dibandingkan tahun lalu, kondisi tersebut tidak sampai memicu bencana besar. Bencana-bencana yang ditimbulkan, seperti kekeringan, kebakaran hutan, kabut asap, ataupun bencana lain, turun drastis dibandingkan saat kemarau 2016.
Di samping itu, pemberitaan media massa mengenai bencana kebakaran hutan dan lahan tahun ini juga lebih sedikit. Jauh apabila dibandingkan dengan pemberitaan media nasional tahun lalu di mana berita-berita bencana kebakaran hutan dan lahan banyak mendominasi.
Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho beberapa waktu lalu menyatakan bahwa berbagai indikator menunjukkan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah berhasil dengan baik. Selama 2017, jumlah titik panas (hot spot) kebakaran hutan dan lahan berkurang, indeks standar pencemaran udara tercatat normal hingga sehat, jarak pandang normal, dan aktivitas masyarakat juga berjalan nomal.
Tidak ada bandara yang tutup atau terganggu operasionalnya akibat asap. November ini bahkan sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan.
Dari data BNPB, terekam jumlah titik panas dari pantauan satelit NOAA menurun 32,6 persen selama 2017 dibandingkan dengan 2016. Pada 2016 jumlah titik panas dari NOAA sebanyak 3.563 titik, sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik.
Begitu juga dari pantauan satelit Terra-Aqua terjadi penurunan jumah titik panas sampai 46,9 persen. Selama 2016 terdapat 3.628 titik, sedangkan 2017 sebanyak 1.927 titik dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
Sementara itu, berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas kebakaran hutan dan lahan juga berkurang. Selama 2017 terdapat 124.983 hektar hutan dan lahan yang terbakar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada 2016 yang seluas 438.360 hektar dan pada 2015 seluas 2,61 juta hektar.
Indonesia pada 2015 mengalami bencana kebakaran hutan dan lahan yang dahsyat. Menurut BNPB, kerugian yang ditimbulkan dari hutan dan lahan yang terbakar seluas sekitar 2,6 juta hektar pada 2015 mencapai Rp 220 triliun. Tak terkira keragaman hayati yang hilang. Sebanyak 504.000 orang mengalami gangguan kesehatan karena terpapar asap yang intens.
Kejadian tersebut menyisakan trauma dan tuntutan agar pemerintah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan sedini dan sebaik mungkin pada tahun-tahun selanjutnya. Bencana yang dahsyat tersebut jangan sampai terulang lagi.
Ke bagian timur
Namun, ada gejala pergeseran kejadian kebakaran hutan dan lahan yang mengarah ke arah kawsan timur Indonesia. Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Pulau Sumatera dan Kalimantan, pada 2017 bergeser ke Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan wilayah Papua.
Sesuai data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama 2017 daerah yang terbakar di NTT seluas 33.030 hektar, NTB 26.217 hektar, dan Papua 16.492 hektar.
Sementara itu, daerah-daerah yang tahun-tahun sebelumnya rutin mengalami kebakaran hutan tahun ini justru berkurang dengan signifikan. Luas hutan dan lahan yang terbakar di Sumatera di antaranya Riau tercatat seluas 6.841 hektar, Sumatera Selatan 3.007 hektar, dan Jambi 109 hektar.
Demikian juga di wilayah Kalimantan, daerah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan secara ”rutin”, yakni Kalimantan Barat hanya tercatat seluas 6.992 hektar, Kalimantan Selatan 3.007 hektar, Kalimantan Tengah 1.365 hektar, dan wilayah Kalimantan Timur 262 hektar.
Langkah cepat dan efektif
Penurunan secara signifikan kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau dalam dua tahun terakhir ini memang disebabkan oleh kombinasi pengaruh cuaca dan penanganan bencana yang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, menurut Sutopo, antisipasi dan pencegahan lebih dominan dibandingkan dengan faktor cuaca.
Sutopo menunjuk pada status siaga darurat yang diberlakukan sejak jauh-jauh hari sebelum datangnya musim kemarau sehingga pembentukan posko dan koordinasi berbagai pihak dapat terlaksana dengan baik.
Keseriusan pemerintah dalam menangani bencana kebakaran hutan dan lahan pun tecermin dari langkah-langkah Presiden Joko Widodo yang ikut serta memberi arahan langsung kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian bencana kebakaran hutan dan lahan.
Arahan Presiden yang disampaikan dalam Rakornas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan pada 23 Januari 2017, misalnya, menekankan untuk pencegahan bencana yang efektif.
Kebijakan-kebijakan digariskan, seperti perintah agar kepala daerah segera menetapkan siaga darurat berdasarkan situasi lapangan. Demikian juga posko pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang harus segera didirikan, dan BNPB yang harus membantu operasi udara.
Selain itu, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga diperintahkan mengerahkan Manggala Agni, pembentukan masyarakat peduli api, termasuk juga menegakkan aturan hukum bagi perusahaan-perusahaan yang terbukti menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Tak sampai di situ saja, TNI dan Polri kini dikerahkan untuk aktif membantu pencegahan dan pemadaman.
Menurut Sutupo, arahan Presiden tersebut ditindaklanjuti BNPB dan lembaga lain dengan membentuk sub-sub satgas, di antaranya subsatgas darat, udara, penegakan hukum, pelayanan kesehatan, patroli, sosialisasi, dan keterlibatan masyarakat lokal. Presiden terus memantau pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Sinergi semua pihak menentukan keberhasilan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Belajar dari pengalaman kebakaran hutan dan lahan pada 2015, selama 2017 bisa dikatakan pemerintah daerah tidak ada yang terlambat dalam menetapkan status siaga darurat sehingga pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan dan mengambil langkah-langkah.
Keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan selama 2017 menunjukkan upaya-upaya penanganan bencana dilakukan dengan serius dan melibatkan semua pihak. Yang tidak kalah penting adalah koordinasi dan sinergi yang baik sehingga berhasil mengurangi bencana secara signifikan. Penanganan dan pencegahan bencana secara komprehensif seperti ini harus terus dilakukan di masa datang. (Litbang Kompas)