Indonesia akan menggelar hajatan demokrasi skala raksasa. Bukan untuk memilih kepala negara, melainkan melaksanakan 171 pemilihan kepala daerah setingkat provinsi dan kabupaten/kota. Inilah gelombang ketiga dari pilkada serentak sejak digelar 2015 dengan 269 daerah sekaligus.
Meski jumlahnya bukan yang terbanyak, pilkada serentak kali ini terbilang penting karena diikuti tiga provinsi yang menjadi lumbung suara atau memiliki penduduk yang padat, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bukan mustahil hasil dari pilkada tahun ini akan menentukan strategi partai politik dalam menjalani pemilihan presiden yang berlangsung tahun berikutnya.
Linimasa media sosial pun tidak ketinggalan ramai dengan kesibukan menyambut pilkada serentak ini. Linimasa penuh dengan penggalangan dukungan untuk pasangan calon kepala daerah yang mereka dukung. Tidak ketinggalan mempromosikan jajaran partai politik yang berkoalisi demi memenangkan jagoan mereka.
Tidak sedikit yang mulai memamerkan janji kampanye mereka jika terpilih. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, janji tersebut sebaiknya tidak membuat calon pemilih teralihkan dari program kerja ataupun visi-misi calon.
Selain kontestasi, fenomena ”lawan kotak” kembali terjadi di penyelenggaraan kali ini. Peristiwa ini terjadi ketika hanya ada satu pasang peserta yang berlaga karena mendominasi partai politik pendukung atau pasangan lawan tidak memiliki kursi yang cukup untuk mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah.
Yang terjadi adalah pasangan tersebut tetap harus berlaga dalam pemilihan suara, tetapi kali ini berhadapan dengan kotak kosong di kertas suara.
Isu yang paling menyita perhatian publik akhir minggu ini adalah keterangan dari La Nyalla, politisi yang semula mengincar posisi sebagai gubernur Jawa Timur. Dia menggaungkan tagar #LaNyallaJatim1 sambil membangun dukungan dari pesantren yang tersebar di provinsi itu dan mendapatkan komitmen dukungan dari Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Belakangan, dia tidak mendapatkan surat rekomendasi dari Partai Gerindra, dukungan malah diberikan kepada pasangan Saifullah Yusuf dan Puti Guntur Soekarnoputri. Dalam salah satu pertemuan terucap lontaran bahwa La Nyalla dimintai uang mahar hingga Rp 40 miliar, penolakan itu yang tidak membuatnya mendapat surat rekomendasi.
Pengakuan tersebut menimbulkan dugaan bahwa mahar politik menjadi praktik yang sudah lama berlangsung, termasuk pada pilkada-pilkada sebelumnya. Salah satunya adalah Ridwan Kamil yang sukses menjadi Wali Kota Bandung melalui kendaraan Partai Gerindra ikut memberikan klarifikasi meski saat ini dia maju ke Pilgub Jawa Barat dengan kendaraan lain.
Keriuhan di lapangan ataupun di linimasa akan terasa sepanjang tahapan pilkada serentak berlangsung. Rangkaian panjang ini akan memuncak pada hari pemungutan suara pada 27 Juni mendatang. Selamat berpesta.