Serang Menanti Pemimpin Berkemampuan
Pilkada di kota Serang selalu semarak. Pasalnya, kontestasi politik di kota yang hanya berjarak sekitar 70 kilometer dari Jakarta tersebut selalu diikuti oleh minimal tiga pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota. Tahun 2018 ini bahkan Serang merupakan satu-satunya wilayah di Provinsi Banten dimana tidak terdapat calon tunggal.
Tak hanya itu, suasana kota juga terlihat semarak dihiasai oleh berbagai baliho dan poster para calon lengkap dengan foto dan berbagai tawaran programnya. Para kandidat calon wali kota Serang telah ramai-ramai menyampaikan visi misi demi mendapatkan simpati dari warga lewat berbagai spanduk dan poster sejak pertengahan tahun 2017.
Bahkan, pepohonan tak luput dari tempelan poster para pasangan calon. Sejumlah poster berukuran kecil hingga besar telah terpampang hampir di seluruh penjuru ibu kota Provinsi Banten ini yang dapat ditempuh lewat jalur tol sekitar tiga jam dari Jakarta.
Kota yang bermotto ‘Kota Serang Madani’ sesungguhnya memiliki posisi strategis. Strategis karena kota ini berada di jalur utama penghubung Jawa-Sumatera dan dilintasi jalan negara. Oleh karena itu, Serang memiliki peluang besar untuk tumbuh sebagaimana kota-kota lain di jalur Pantura Jawa.
Selain itu, Serang merupakan daerah alternatif dan penyangga (hinterland) Ibukota Negara. Akibatnya, kota ini menjadi sasaran urbanisasi untuk mencari pekerjaan. Penduduk kota Serang pada tahun 2016 mencapai 655.004 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini sebesar 2.456 jiwa per kilometer persegi. Angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2.411 jiwa per kilometer persegi, dimana sebagian besar penduduknya mendiami daerah perkotaan.
Meski demikian, sisi lain kota Serang tidak bisa disembunyikan. Sistem drainase yang buruk dan jalan rusak masih terlihat di berbagai wilayah kota. Kemacetan dan banjir pun masih mengintai warga Serang selain masalah pengangguran dan kemiskinan. Pekerjaan rumah terbesar bagi pemimpin baru adalah menciptakan perubahan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, transparansi APBD dan pembenahan kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dinasti Politik
Perjalanan Pilkada Serang akan memasuki kali yang ketiga. Sejak otonomi daerah 10 tahun lalu, pemilihan wali kota selalu diikuti banyak paslon. Pada pilkada 2008 ada delapan pasangan calon dan tahun 2013 diikuti lima paslon. Saat ini pilkada serentak diikuti tiga paslon dimana satu paslon dari perseorangan.
Pilkada Serang selalu diwarnai oleh politik dinasti, terutama dinasti politik Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten 2005-2014. Pada pilkada 2008, Tubagus Haerul Jaman, yang merupakan adik tiri Ratu Atut, menjadi calon wakil wali kota Serang mendampingi M. Bunyamin, Wali Kota Serang 2000-2005. Pasangan ini bersaing dengan tujuh pasang kandidat lain memperebutkan sekitar 300.000 suara.
Paslon ini lanjut berlaga ke putaran kedua bersama paslon Jayengrana – Deden Apriandi. Bunyamin – Tubagus memenangi kontestasi dan menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serang 2008 – 2013. Tubagus Haerul Jaman menggantikan M. Bunyamin sebagai Wali Kota Serang pada 2011 setelah M. Bunyamin wafat.
Tahun 2013, Pilkada di Kota Serang diikuti lima pasangan calon. Tubagus Haerul Jaman, Wali Kota petahana, kembali berlaga dan kali ini berpasangan dengan Sulhi Choir, birokrat karir di jajaran Pemkot Serang dan pernah menjabat Sekda kota Serang. Pasangan yang diusung partai Golkar, PKS, Demokrat, Gerindra, PPP, PKB, dan PBR itu pun memenangi kontestasi dan menjadi Wali Kota – Wakil Wali Kota Serang 2013-2018.
Pilkada tahun ini, awalnya akan diikuti empat paslon yang mendaftar ke KPU. Namun akhirnya hanya tiga paslon yang akan bersaing di bulan Juni nanti. Pada kontestasi kali ini, dinasti politik Ratu Atut tetap bergeming. Tubagus Haerul Jaman yang sudah menjalani dua periode sebagai Wali Kota Serang tidak lagi bisa berlaga. Tetapi dinasti ini tetap memiliki calon dari trah mereka, yaitu Vera Nurlalela Jaman, isteri Tubagus Jaman.
Vera Nurlaela Jaman berpasangan dengan Nurhasan, bendahara DPD partai Gerindra di Serang. Paslon ini mewakili koalisi besar partai politik dengan semboyan ‘Kota Serang Cantik’. Partai pendukung paslon ini adalah Golkar, PKB, PBB, PKPI, Nasdem, Gerindra, PDI-P dan Demokrat. Koalisi gemuk yang dibangun keluarga tiri Ratu Atut ini berhasil mengumpulkan 33 kursi dari total 45 kursi di DPRD Kota Serang.
Paslon ini mengklaim memiliki basis suara terbanyak di enam kecamatan. Mereka menyatakan tidak hanya mengandalkan kekuatan basis partai namun juga mengandalkan kekuatan jaringan untuk memenangkan Pilkada 2018.
Perseorangan
Pilkada kota Serang juga selalu diwarnai oleh calon perseorangan. Pada pilkada langsung pertama 2008, dari tujuh paslon, terdapat tiga paslon dari jalur perseorangan. Sementara di pilkada 2013, dari lima paslon terdapat dua calon perseorangan. Meskipun dari dua kali gelaran pilkada langsung belum ada satu pun calon perseorangan yang memenangi kontestasi, tahun ini tetap ada satu paslon yang ikut berlaga.
Peluang paslon perseorangan dinilai cukup besar karena paslon yang ikut kontestasi tahun ini yakni Samsul Hidayat - Rohman berhasil mendapatkan dukungan sekitar 50 ribu suara, dimana yang memenuhi syarat sekitar 41 ribu. Padahal dukungan untuk perseorangan di Kota Serang minimal 28 ribu suara. Artinya, masih banyak kelompok masyarakat yang belum dapat dirangkul oleh pasangan calon petahana.
Pasangan Samsul Hidayat-Rohman menyebut diri dengan BUYA yang merupakan singkatan dari Berani, Unggul, Yakin, Amanah. Empat kata ini berfungsi sebagai inspirasi yang mendasari jiwa kepemimpinan yang akan diterapkan. BUYA melaksanakan program safari politik kepada seluruh lurah yang ada di Kota Serang. Safari politik pun dilakukan BUYA kepada para tokoh masyarakat, kelompok masyarakat baik bersifat paguyuban maupun dalam bentuk-bentuk lainnya.
Sementara itu, paslon lainnya Syafrudin-Subadri didukung oleh koalisi partai Hanura, PPP, PAN dan PKS dengan jumlah total 12 kursi di DPRD Kota Serang. Paslon ini mengklaim memiliki basis suara terbanyak di Kecamatan Serang dan Cipocok Jaya. Mereka menaruh keyakinan akan meraih simpati dari pemilih rasional meski juga berupaya merangkul para pemilih tradisional.
Menurut Heri Wahidin, Ketua KPU Kota Serang, BUYA mewakili pemilih muda karena mereka aktivis pergerakan. Sementara, dua pasangan lain mewakili dua koalisi partai besar yang terbentuk. Menurutnya, pemilih di Kota Serang masih sangat mendengarkan suara tokoh yang menjadi panutan. Akibatnya, tokoh agama masih memegang peranan. Sehingga, setiap pasangan calon akan berlomba-lomba mendekati para tokoh agama yang ada untuk meraup suara di Kota Serang. Tak terkecuali, pasangan calon perseorangan jika ingin meraup suara masyarakat di Kota Serang.
Meski demikian, keberadaan partai untuk menjadi kendaraan meraup suara masih cukup potensial karena masih banyak partai yang sifatnya ‘partai kader’. Artinya, partai masih memiliki kedekatan dengan pemilih sehingga dapat meyakinkan pemilih untuk memilih pasangan calon yang diusung partai politik.
Pengamat Kebijakan Publik, Dahnil Simanjuntak menyatakan Kota Serang mendapat momentum tahun ini karena bukan petahana lagi yang maju namun istri dari petahana. Perlawanan muncul karena sosok Vera Nurlaela Jaman dinilai tidak begitu kuat. Di sisi lain, dinasti Atut tidak kompak. Kelompok Atut tidak sepenuhnya mendukung dinasti Jaman. Figuritas Jaman yang lemah dinilai kian membuat sosok Vera semakin tidak kuat.
Lebih lanjut, Dahnil menyebutkan, kualitas dan kualifikasi pasangan calon yang muncul di Pilkada Kota Serang sejak 2008 hingga 2018 masih belum menunjukkan perubahan. Berdasar pengalamannya ikut serta menjadi penguji di KPU dan debat terhadap para calon di Pilkada Kota Serang, kualitas para calon wali kota termasuk petahana saat ini masih di bawah standar.
Rendahnya kualitas para calon wali kota Kota Serang dari waktu ke waktu menurutnya banyak disebabkan oleh politik transaksional yang masih sangat kental. Selain itu, dari darah keluarga mana calon wali kota berasal, masih sangat memengaruhi seseorang dapat maju sebagai calon pasangan wali kota. Berdasarkan pengalaman lampau, mereka yang menang masih berdasar siapa yang memiliki modal finansial paling besar.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini juga menyatakan bahwa munculnya dinasti politik dalam kontestasi di Serang banyak disebabkan oleh mandeknya kaderisasi oleh partai politik akibat disfungsi partai sebagai institusi rekrutmen politik. Selain itu, politik kekerabatan yang masih merujuk pada satu keluarga masih sangat kental, terlihat dari tren kepemimpinan di Kota Serang yang masih dikuasai dua periode oleh TB Haerul Jaman. Namun, harapan akan kompetisi masih ada dengan adanya pesaing dari koalisi lain dan calon perseorangan.
Transparansi
Perjalanan 10 tahun Kota Serang pasca otonomi diiringi perubahan yang cenderung lambat. Dahnil Simanjuntak menyatakan nyaris tidak ada perkembangan ke arah yang lebih baik dari sisi ekonomi dan pendidikan di Kota Serang. Ia pesimistis dengan tata kelola pemerintahan Kota Serang ke depan karena jika melihat rekam jejak masih tidak akan jauh dari kualitas petahana saat ini.
Pekerjaan rumah pemimpin terpilih masih akan berkutat soal akuntabilitas dan transparansi APBD. Sebagai ibukota provinsi Banten, kota Serang ternyata belum dapat mandiri secara finansial. APBD Kota Serang 2017 menunjukkan 81,5 persen pendapatan masih mengandalkan dana perimbangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya 9,48 persen dari total pendapatan. Masih rendahnya PAD membuat kota ini mengalami ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat. Upaya penggalian PAD masih belum optimal.
Kualitas sumber daya manusia para pelayan publik pun masih sangat rendah. Ibnu Jandi, Direktur Lembaga Kebijakan Publik Tangerang, menyatakan tata kelola pemerintahan Kota Serang tidak berfungsi baik. Rendahnya kualitas sumber daya manusia para PNS di Kota Serang memegang andil besar. Berdasar pengalamannya mengawal anggaran Kota Serang, berbagai kesulitan terus ditemukan karena kualitas SDM yang rendah. Contohnya, dalam penetapan standar harga biaya/barang harus dibantu dengan simulasi dan pendampingan terus-menerus.
Ibnu Jandi bahkan menilai pemerintah Kota Serang nyaris tidak melakukan pembangunan apapun terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Tata ruang kota sangat berantakan, ditandai salah satunya dengan serbuan mal-mal yang tidak pada tempatnya, seperti Mall of Serang. Mall of Serang berlokasi dekat alun-alun kota tetapi jalan di depan mal cenderung sempit.
Penertiban PKL, pemanfaatan median jalan dan pejalan kaki, kemacetan, banjir, serta kondisi pasar tradisional pun belum tertata. Contohnya Pasar Rau yang paling banyak dikunjungi orang, masih sangat kumuh. Padahal Kota Serang merupakan etalase Provinsi Banten.
Permasalahan pengangguran dan kemiskinan juga masih menjadi pekerjaan rumah pemerintahan selanjutnya. Meski, angka kemiskinan 2016 turun sedikit dari tahun sebelumnya menjadi 5,58 persen (turun 40.190 menjadi 36.400 penduduk miskin), tingkat pengangguran masih cukup tinggi yakni berkisar di 9,49 tahun 2015.
Siapapun pemenang dalam Pilkada mendatang harus bekerja keras jika benar-benar berkeinginan memajukan “hinterland” ibukota Jakarta ini. (SUSANTI AGUSTINA S/LITBANG KOMPAS)