Perjalanan Lebak Masih Panjang
Kabupaten Lebak adalah kabupaten terluas di Propinsi Banten, mencakup 32 persen luas provinsi atau 304.472 hektar (3.044,72 km2). Lebak menjadi representasi dari provinsi Banten yang terletak di ujung Pulau Jawa bersama Kabupaten Pandeglang. Ironisnya, Kab. Lebak justru menjadi salah satu daerah termiskin di Indonesia.
Proporsi penduduk miskin di Kabupaten Lebak mencapai 8,64 persen. Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Lebak juga terendah di antara kabupaten dan kota di Provinsi Banten dengan angka 62,78 pada tahun 2016.
Infrastruktur yang menjadi penyokong urat nadi perekonomian daerah tersebut seperti jalan raya masih banyak yang sangat buruk. Bahkan beberapa wilayah masih belum tersentuh angkutan transportasi umum dan penerangan listrik.
Ketergantungan Kabupaten Lebak terhadap pemerintah pusat pun masih sangat tinggi. Dana Alokasi Umum masih mencapai 50 persen. PAD Kabupaten Lebak tahun 2017 hanya di kisaran 274 Milyar, padahal luas wilayah Kabupaten Lebak sangat masif. Pemkab Lebak masih harus berupaya menggali potensi PAD dari berbagai sektor pada 2018.
Ketergantungan Kabupaten Lebak terhadap pemerintah pusat pun masih sangat tinggi.
Masih sangat banyak potensi daerah yang belum digarap dengan sungguh-sungguh. Kreatifitas mengelola sumber daya alam untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat masih menjadi permasalahan pemerintah Kabupaten Lebak.
Kemiskinan yang masih bertengger di angka 8 persen ditambah tingkat pengangguran masih di atas 10 persen menuntut Pemkab untuk bekerja lebih sungguh-sungguh. Pemkab dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam menggali potensi PAD dari berbagai sektor seperti sektor pariwisata, pajak hiburan, pajak hotel, pajak rumah makan, pajak bumi dan bangunan, dan sumber PAD lain.
Waduk Karian
Keterbukaan dari masyarakat juga sangat menentukan. Pengembangan sektor pariwisata untuk menggenjot PAD masih mengalami tantangan dari masyarakat Lebak karena kecenderungan masyarakat masih memiliki sentimen agama dan suku yang kental. Buruknya, sentimen agama dan suku itu dipelihara dan digunakan oleh untuk kepentingan meraih kekuasaan oleh para elite daerah.
Sentimen agama dan suku dipelihara dan digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
Saat ini pembangunan Waduk Karian yang meliputi 18 sungai sedang dilaksanakan pemerintah pusat.Kabupaten Lebak sangat membutuhkan kerjasama dari pemerintah daerah dan masyarakat. Proyek yang didanai APBN akan memiliki kapasitas sebesar 314,7 juta meter kubik dan kelak diharapkan dapat mengairi lahan seluas 22.000 hektare.
Selain itu waduk Karian juga diharapkan dapat menyediakan pasokan air baku untuk beberapa wilayah di sekitar Lebak dengan debit air sekitar sebesar 9,1 meter kubik per detik. Selain itu, waduk juga mengendalikan banjir dengan kapasitas tampung sebesar 60,8 juta meter kubik air disamping menghasilkan tenaga listrik sebesar 1,8 MW. Jelas ini proyek yang menjanjikan masa depan cerah bagi Lebak.
Pemerintah Kabupaten Lebak juga masih harus berupaya keras meningkatkan kualitas aparatur sipil negara dalam hal tata kelola pemerintahan dan pembangunan. Upaya ini membutuhkan kesungguhan pemimpin yang menjabat.
Pasangan calon tunggal Bupati-Wakil Bupati petahana yakni Iti Octavia Jayabaya – Ade Sumardi sejauh ini berjanji akan kembali menggenjot sektor infrastruktur sesuai dengan tema pembangunan 2018 Kabupaten Lebak.
Dinasti Politik
Wilayah yang dahulunya merupakan Kesultanan Lebak ini memasuki pilkada kali ke empat dengan panggung kekuasaan daerah yang masih dikuasai dinasti politik dari klan Jayabaya.
Pilkada di Lebak pertama kali dilaksanakan tahun 2003. Sebelumnya, Bupati Lebak dipilih langsung oleh Menteri Dalam Negeri. Drs. H. Moch Yas’a Mulyadi MTP merupakan Bupati Lebak ke-18 periode 1998-2003 yang masih dipilih oleh Menteri Dalam Negeri.
Yas’a ikut mencalonkan diri sebagai calon Bupati Lebak periode 2003-2008 melalui proses pemilihan oleh DPRD Lebak, sebagaimana diatur dalam UU No. 22/ 1999 tentang Otonomi Daerah. Setelah melalui proses pemilihan di DPRD, dalam rapat pleno dewan 5 November 2003, Yas’a yang berpasangan dengan (Alm) Maman Saeful Rahman berhasil meraih 21 suara, hanya kalah satu suara oleh pasangan H. Mulyadi Jayabaya yang berpasangan dengan Odih Chudori Padma, yang berhasil meraih 22 suara.
Perubahan iklim politik dari pola pemilihan kepala daerah melalui perwakilan rakyat (DPR-DPRD) menjadi pemilihan umum langsung oleh rakyat, mengundang Yas’a untuk kembali bertarung dalam ajang Pilkada 2008. Pilkada 2008 diikuti oleh tiga pasangan calon yaitu Incumbent H. Mulyadi Jayabaya-Amir Hamzah, H. Mardini-Wijaya Ganda Sungkawa serta Yas’a Mulyadi-HM. Sudirman.
Mardini-Wijaya Ganda Sungkawa dan Yas’a Mulyadi-M Sudirman dalam perjalanan waktu mengundurkan diri sebagai peserta pilkada. Mereka pun siap menerima semua konsekuensi, termasuk sanksi politik dan juga denda hingga Rp 20 miliar.
Dinasti Politik
Ketidaktegasan KPUD dalam menerapkan aturan perundang-undangan dalam tahapan pencalonan menjadi salah satu alasan kedua kandidat tersebut mengundurkan diri. Keduanya juga menilai, pencalonan Mulyadi Jayabaya-Amir Hamzah, sudah cacat hukum.
Dalam perjalanannya pasangan Mulyadi Jayabaya-Amir Hamzah berhasil mendapatkan kemenangan. Mulyadi-Amir Hamzah meraih suara sebanyak 360.531 suara, pasangan Mardini-Ganda 172.277 suara dan Yasa-Sudirman sebanyak 27.688 suara.
Mulyadi Jayabaya mencalonkan dua anaknya sebagai anggota dewan, Iti Oktaviani Jayabaya dan M. Hasbi Assidiqi Jayabaya dalam percaturan politik di Indonesia. Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mewakili Dapil Banten I (Lebak & Pandeglang) setelah memperoleh 51,059 suara.
Sedangkan kakaknya, Iti Oktaviani Jayabaya menjabat sebagai anggota DPR dari partai Demokrat. Adik Bupati Lebak, Mulyanah pun ikut serta masuk dalam percaturan politik menjadi anggota DPRD Lebak. Suaminya, Agus R Wisas, menjadi anggota DPRD Banten.
Iti kemudian beranjak maju untuk mencalonkan diri di Pilkada sebagai Bupati Lebak periode 2013-2018 dengan dukungan Partai Demokrat, PDIP, Hanura, Gerindara, PPP, PKS, PPNU. Iti Oktavia-Ade Sumardi berhadapan dengan Amir Hamzah-Kasmin yang diusung oleh Partai Golkar dan Pepep Faisaludin-Aang Rasidi dari jalur perseorangan. Iti Oktavia-Ade Sumardi berhasil menang dengan memperoleh 398.892 suara.
Dalam Pilkada 2018 ini, Bupati dan Wakil Bupati Lebak petahana, Iti Octavia Jayabaya dan Ade Sumardi, kembali maju dalam Pilkada Lebak 2018. Bedanya, kali ini semua penantang sudah tumbang sebelum berlaga. Pasangan Iti-Ade menjadi pasangan tunggal yang akan melawan kotak kosong di Pilkada Lebak 27 Juni 2018 mendatang.
Semua penantang sudah tumbang sebelum berlaga.
Patronase Kuat
Pilkada 2018 seharusnya merupakan ajang pendewasaan berpolitik bagi parpol jelang Pemilu 2019. Namun kenyataannya, pemilih di Lebak yang diperkirakan berjumlah 936 ribu terlihat "dibiarkan" saja oleh partai-partai politik dengan tidak menampilkan kader-kader nya. Padahal pilkada seharusnya menjadi medium menguji struktur dan kader partai.
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Perludem menyatakan tidak terlalu terkejut dengan calon tunggal di tiga wilayah dalam Provinsi Banten. Indikasinya terlihat dari partai-partai di yang tidak kompetitif, politik dinasti yang dominan, dan kekuatan politik kekerabatan yang kental di Kabupaten Lebak.
Dominasi keluarga Jayabaya masih sangat kuat sehingga elit politik tidak berani berhadapan dengan kekuatan uang dan politik kekerabatan dari Iti sebagai petahana. Akibatnya, idealisme terkubur oleh pragmatisme.
Sifat patronase di Lebak berupa kepatuhan terhadap pimpinan, orang kaya, dan orang tua (pemerintah) masih kental.
Di sisi lain, masyarakat sipil Lebak akan sulit memilih kotak kosong sebagai pesan protes karena belum ada yang mampu menggerakkan. Terlebih, isu politik identitas seperti agama dan suku pun masih sangat laku di kawasan ini.
Ibnu Jandi, Direktur Lembaga Kebijakan Publik Tangerang menyatakan Kabupaten Lebak minimal masih membutuhkan kira-kira 10 tahun lagi untuk mampu berkonsolidasi diri di setiap hajatan politik. Sifat patronase di Lebak berupa kepatuhan terhadap pimpinan, kepatuhan terhadap orang kaya, dan patuh terhadap orang tua masih sangat kental.
Masyarakat sangat tunduk dan takut terhadap aparat pemerintahan apalagi Bupati. Ibaratnya, saat hendak memilih mereka bisa digiring bersama-sama untuk memilih satu paslon. Saat fatwa dikeluarkan oleh pemda, maka tidak akan ada yang berani melawan. Ibnu pun mengamini bahwa masih membutuhkan waktu panjang untuk Kabupaten Lebak mampu mendobrak patron yang berlaku saat ini. (LITBANG KOMPAS/SUSANTI AGUSTINA S)