Mencari Kepala Daerah Minus Kontroversi (1)
Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, merupakan salah satu dari 154 kabupaten-kota yang akan menggelar pilkada secara serentak pada 27 Juni 2018. Pilkada ini akan menjadi perhelatan kontestasi politik lokal yang ketiga di daerah ini.
Tiga bakal pasangan calon (paslon) telah resmi mendaftarkan diri ke KPUD Kabupaten Gunung Mas dan mempersiapkan diri untuk bertarung memperebutkan tampuk kekuasaan di kabupaten ini. Tiga bakal paslon ini memiliki keunggulan politik masing-masing dan peta kekuatan politiknya tampak tersebar relatif merata.
Sosok terutama dalam Pilkada Gunung Mas adalah petahana Wakil Bupati Rony Karlos. Sosok ini merupakan Wakil Bupati Gunung Mas periode 2014-2018. Di Gunung Mas, Rony Karlos juga dikenal sebagai menantu Hambit Bintih, mantan Bupati Gunung Mas yang diberhentikan pada Januari 2014.
Rony sudah menunjukkan keinginannya untuk mengikuti jejak mertuanya sebagai bupati Gunung Mas jauh-jauh hari sebelum KPU membuka pendaftaran bakal calon kepala daerah. Karlos berupaya mendekati PDI-P, partai pemenang pemilu di Gunung Mas dan beberapa partai lain untuk dijadikan sebagai kendaraan politik dalam rangka menggapai kursi bupati.
Dalam pilkada ini, Rony Karlos maju sebagai bakal calon bupati, menggandeng Daya D Laman sebagai wakilnya.
Baik Rony maupun wakilnya masih terbilang baru dalam percaturan politik di Kabupaten Gunung Mas. Meski demikian, nama Hambit Bintih selaku mertua Rony tampaknya menjadi jaminan yang bisa mendongkrak popularitas pasangan calon ini.
Hambit Bintih telah menjabat dua periode kepemimpinan Kabupaten Gunung Mas sejak 2008-2013 dan 2013-2018. Dia memulai karier politiknya ketika Kabupaten Gunung Mas baru berusia setahun melalui jabatan wakil bupati dari tahun 2003 hingga 2008.
Sosok menonjol kedua adalah Jaya S Monong, Ketua DPD Golkar Kabupaten Gunung Mas. Mantan calon Bupati Gunung Mas pada Pilkada 2013 ini diusung Partai Golkar dan Demokrat bersama Efrensia LP Umbing sebagai wakilnya. Sosok Jaya S Monong mulai dikenal masyarakat Gunung Mas ketika tampil sebagai salah satu kandidat Bupati Gunung Mas pada Pilkada 2013.
Meskipun terbilang baru, Jaya S Monong berhasil mencuri perhatian pemilih Gunung Mas melalui dukungan yang relatif besar kepada dirinya. Popularitas dan elektabilitas Ketua Golkar Gunung Mas ini langsung berada di posisi kedua, di bawah Hambit Bintih.
Nama Jaya S Monong semakin melambung ketika dia menggugat keputusan KPUD Gunung Mas yang memenangkan Hambit Bintih. Gugatan ini kemudian melahirkan kasus suap yang melibatkan Hambit Bintih sebagai bupati terpilih Gunung Mas dengan Ketua MK Akil Mochtar tahun 2002.
Meskipun permohonannya ditolak MK, Jaya S Monong merupakan sosok yang berhasil menggoyahkan cengkeraman kekuasaan Hambit Bintih di Gunung Mas melalui gugatan yang digulirkannya.
Sosok ketiga yang menonjol dalam Pilkada Gunung Mas adalah Lohing Simon, Wakil Ketua DPD PDIP Kalimantan Tengah yang juga dikenal sebagai seorang pengusaha. Lohing Simon merupakan bakal calon bupati yang diusung oleh PDI-P dan Nasdem.
Suprapto Sungan, mantan Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Gunung Mas ditunjuk sebagai bakal calon wakil bupati. Meskipun rekam jejak pasangan ini dalam percaturan politik Gunung Mas belum sepopuler Rony Karlos dan Jaya S Monong, peluang untuk merebut dukungan dari pemilih relatif besar.
Modal utama yang dimiliki pasangan ini adalah dukungan politik dari partai pemenang pemilu di Kabupaten Gunung Mas, yaitu PDI-P. Selain unggul dalam pemilu legislatif, PDI-P juga sudah berhasil mengantarkan kemenangan Hambit Bintih dua kali berturut-turut dalam Pilkada Gunung Mas, tahun 2008 dan 2013. Reputasi PDI-P inilah yang akan digunakan sebagai mesin penggerak kemenangan duet pengusaha dan mantan birokrat ini.
Menilai kinerja
Dengan demikian, semua kandidat yang akan bertarung dalam Pilkada 2018 ini merupakan tokoh-tokoh yang relatif baru. Karakter dan kompetensi mereka akan diuji secara langsung oleh masyarakat dengan mengamati cara mereka mengelola isu-isu yang digunakan untuk saling menjatuhkan.
Profesor Ilmu Politik FISIP Universitas Palangkaraya, Kumpiady Widen mengatakan bagi pemilih, sosok yang benar-benar memiliki karakter yang kuat yang akan menjadi pertimbangan. Menurut Widen, pemilih di Kalimantan Tengah memiliki identitas yang sangat beragam sehingga identitas paslon bukan menjadi prioritas pilihan. ”Karakter dan kinerja kemudian yang lebih menjadi pertimbangan,” katanya.
Penyelenggaraan pilkada di Kabupaten Gunung Mas dinilai relatif rawan meskipun potensi kerawanannya terbilang sedang. Dari data indeks kerawanan pilkada (IKP) Gunung Mas tahun 2018 terungkap, dimensi kontestasi Pilkada Gunung Mas mencapai angka 2,28. Meskipun angka ini berada pada kategori sedang, variabel pencalonan dan kekerabatan dalam pilkada menjadi penyumbang besar tingkat kerawanan. Kedua variabel inilah yang berpotensi memicu kerawanan pilkada di Gunung Mas.
Dalam laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hubungan kekerabatan (kakak-beradik) antara Ketua KPUD Gunung Mas, Stepenson dan Hambit Bintih, bupati periode 2013-2018, menjadi salah satu titik rawan dalam perhelatan Pilkada Gunung Mas tahun 2013.
Sengketa Pilkada Gunung Mas yang diajukan Jaya S Monong pada 2013, salah satu materinya adalah mempersoalkan independensi KPUD terhadap kandidat. Kejadian ini merupakan fakta yang bisa memicu kerawanan pilkada jika KPUD terindikasi berpihak lagi kepada salah satu kandidat.
Menanggapi kasus yang pernah mencederai independensi KPU, Ketua KPUD Gunung Mas Stepenson memastikan akan menyelenggarakan proses pemilihan secara transparan. Pelaksanaan pra-pemilihan akan dilaporkan secara terbuka kepada publik sehingga kecurigaan terhadap KPU dapat diminimalkan.
”KPU sebisa mungkin akan transparan. Paslon silakan berlomba dalam koridor yang baik, demikian juga KPU sebagai penyelenggara perlombaan,” ungkapnya ketika ditemui Kompas, Desember 2017.
Pengawasan pilkada
Selain dimensi kontestasi, kerawanan pilkada juga bisa dipicu oleh dimensi partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya pilkada. Variabel pengawasan masyarakat juga menunjukkan tingkat kerawanan yang patut diantisipasi.
Pasalnya, Kabupaten Gunung Mas tidak memiliki lembaga pemantau pilkada yang berasal dari masyarakat. Dalam catatan Bawaslu, setidaknya terjadi lebih dari tiga kali ancaman fisik dan intimidasi terhadap anggota KPUD Gunung Mas dan Panwaslu pada Pilkada 2013.
Partisipasi pemilih pada hari pencoblosan juga harus diwaspadai karena berpotensi memicu kerawanan pilkada. Partisipasi pada Pilkada 2013 menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada 2008, tingkat partisipasi mencapai 72,19 persen, sedangkan pada 2013 turun menjadi 67,88 persen. Penurunan ini menunjukkan ketidakacuhan masyarakat atas problem politik dan kondisi sosial di Gumas.
Menurut survei yang dilakukan KPUD Gunung Mas pada 2013, salah satu yang diyakini sebagai penyebab rendahnya partisipasi adalah faktor demografi masyarakat. Penduduk yang sudah memiliki hak pilih mayoritas bekerja sebagai petani dan penambang. Waktu dan jarak menjadi kendala yang berat. Perjalanan yang ditempuh dari rumah ke kebun, tambang, ataupun ladang sangat jauh. Oleh karena itu, jika menggunakan hak suara pada saat pemilihan, harus mengorbankan satu hari bekerja.
Meski demikian, faktor pekerjaan sebagai kendala yang bersifat teknis itu masih menjadi dugaan penyebab yang belum dapat dibuktikan secara pasti. ”Kami mengakui adanya keterbatasan dalam evaluasi pasca-pemilu,” kata Stepenson.
Potensi ekonomi
Dilihat dari aspek ekonomi, Gunung Mas merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kapuas yang sangat progresif. Laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Gunung Mas tahun 2016 adalah yang tertinggi di antara delapan kabupaten pemekaran lainnya (7,0 persen). Bahkan, laju ini lebih tinggi dari Kalimantan Tengah yang berada pada angka 6,36 persen.
Roda perekonomian regional digerakkan dari subsektor perkebunan dan pertambangan. Selama lima tahun terakhir, lapangan usaha pertanian, perkebunan, dan perikanan rata-rata menyumbang 30 persen dari PDRB. Sebanyak 80 persen dari proporsi tersebut berasal dari subsektor perkebunan.
Distribusi terbesar kedua ada pada lapangan usaha pertambangan dengan rata-rata 13 persen, dengan penyumbang tertinggi dari pertambangan biji logam. Dengan komposisi dan kondisi alam, mata pencarian mayoritas masyarakat Gunung Mas terkonsentrasi pada sektor pertanian dan pertambangan.
Data Pemerintah Kabupaten Gunung Mas 2017 menunjukkan, setidaknya terdapat 89 perusahaan besar swasta (PBS) yang terdiri dari tambang emas, mineral, dan batuan dengan luas area 632.000 hektar.
Tahun 2012, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Gunung Mas mencatat terdapat 65 perusahaan pertambangan yang mengeksplorasi batubara, emas, logam, bijih besi, tembaga, galema, dan zircon. Artinya, aktivitas penggalian tambang di kabupaten ini meningkat secara signifikan selama lima tahun ini.
Data terakhir menunjukkan, sembilan dari 89 PBS tersebut telah beroperasi dan berproduksi, sedangkan 80 lainnya masih dalam tahap eksplorasi. Pada lima tahun ke depan, dapat dipastikan pendapatan daerah di Gunung Mas bakal kian meningkat dengan potensi tersebut.
Tidak mengherankan jika Gunung Mas mengaku sebagai kabupaten dengan deposit emas yang besar. Emas digadang menjadi penggerak ekonomi daerah kini menjadi primadona di Kalimantan Tengah. Meski demikian, kondisi tersebut bukan tanpa bayaran. Hutan-hutan dimana deposit emas diduga tersimpan, diobrak-abrikoleh perusahaan pertambangan tanpa konservasi apalagi rehabilitasi yang memadai.
Tak hanya itu, masyarakatpun ikut terjangkit penyakit jalan pintas menjadi penambang emas, dengan semua kisah pilu terkait pencemaran merkuri dan konflik lahan. Kondisi demikian akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemimpin Kabupaten di Indonesia yang dari namanya sudah menyiratkan besarnya kandungan gurat logam mulia itu. (Bersambung) (ARITA NUGRAHENI/LITBANG KOMPAS)