Mencari Kepala Daerah Minus Kontroversi (2)
Nama Gunung Mas, Kalimantan Tengah, mulai dikenal masyarakat seiring dengan pemberitaan media tentang perkembangan kasus korupsi bupatinya Hambit Bintih. Bintih terpilih kembali sebagai bupati dalam Pemilihan Pilkada langsung bupati Gunung Mas tahun 2013 atau di periode kedua pemerintahannya
Namun Hambit Bintih terjerat kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas. Dia dituduh menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sebesar Rp 3 miliar pada kasus suap hasil Pilkada 2002.
Dalam perjalanan kasus, karier Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas akhirnya harus berakhir meskipun MK telah memenangkan Bintih-Arton S Dohong dalam sengketa Pilkada Gunung Mas. Belakangan penetapan dirinya sebagai bupati juga dinyatakan batal oleh Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga : Mencari Kepala Daerah Minus Kontroversi (1)
Polemik keabsahan jabatan bupati dan status tersangka yang diemban Hambit Bintih telah menghambat kelancaran dinamika pemerintahan di Gunung Mas. Hambit kemudian dinonaktifkan pada Januari 2014 seiring dengan putusan Pengadilan Tipikor yang melarang Hambit keluar tahanan untuk pelantikan.
Lima bulan kemudian, Gubernur Kalteng Teras Narang melantik Arton S Dohong sebagai wakil bupati terpilih tanpa bupati. Meski janggal, pelantikan ini diterima sebagai solusi terbaik bagi jalannya roda pemerintahahan di Kabupaten Gunung Mas. Arton S Dohong kemudian ditetapkan sebagai bupati pada 17 Oktober 2014. Rony Karlos, menantu Hambit Bintih, dipilih sebagai wakil bupati Gunung Mas periode 2014-2018.
Sejarah
Kabupaten Gunung Mas merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2002. Dalam buku Selayang Pandang Kabupaten Gunung Mas Tahun 2017 disebutkan, sejarah pembentukan Kabupaten Gunung Mas merupakan bagian dari Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah.
Berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1958, Provinsi Kalteng memiliki 3 tiga kabupaten, yaitu Kapuas, Barito, dan Kotawaringin, dengan ibu kota Pahandut yang kemudian berganti nama menjadi Palangka Raya. Setahun kemudian, wilayah kabupaten di provinsi ini berkembang menjadi lima, yaitu Kabupaten Kapuas, Barito Utara, Barito Selatan, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat.
Kabupaten Kapuas memiliki beberapa wilayah pemerintahan kewedanaan yang dipimpin oleh seorang wedana. Kahayan Hulu merupakan salah satu kewedanaan di Kabupaten Kapuas yang menjadi cikal bakal dari Kabupaten Gunung Mas. Dalam kurun waktu antara tahun 1961-1964, terdapat enam wedana yang telah memimpin Kahayan Hulu.
Kabupaten Gunung Mas merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten Kapuas
Beberapa peristiwa yang menyertai dinamika perubahan status kewedanaan Kahayan Hulu sejak tahun 1961 menjadi penanda sejarah perjalanan sebuah kabupaten baru. Pada 15 April 1961 Gubernur Kalteng memutuskan, pembentukan Kantor Persiapan Kabupaten Administratif Kahayan Hulu yang dipimpin oleh Kepala Kantor Persiapan Kabupaten Adminstratif.
Tiga tahun kemudian, tepatnya 1 Oktober 1964, Gubernur Kalteng menetapkan tujuh kecamatan dalam wilayah Pembentukan Kabupaten Administratif Kahayan Hulu, yaitu Kurun, Kapuas Hulu, Sepang, Tewah, Kahayan Hulu Utara, Rungan, dan Manuhing.
Seiring dengan pembentukan kecamatan tersebut, Kantor Persiapan Kabupaten Adminstratif Kahayan Hulu juga diubah menjadi Kantor Pembentuk Kabupaten Kahayan Hulu. Pada 1 Mei 1965, nama Kabupaten Administratif Kahayan Hulu diubah menjadi Kabupaten Administratif Gunung Mas. Terdapat enam pejabat yang memimpin wilayah ini dari tahun 1965-1980.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1979, 28 April 1979 nama Kabupaten Administratif Gunung Mas berubah lagi menjadi Pembantu Bupati Kapuas Wilayah Gunung Mas yang dipimpin oleh Pejabat Kepala Kantor Pembantu Bupati. Selama 18 tahun Gunung Mas menjadi (wilayah) pembantu Bupati Kapuas yang dipimpin oleh lima pejabat.
Gerakan reformasi yang bergulir pada 1998 berhasil menginisiasi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini mengubah ibu kota pembantu Bupati Kapuas Wilayah Gunung Mas berubah status menjadi ibu kota Kecamatan Kurun.
Pada 21 Maret 2001, masyarakat Gunung Mas mengadakan ”Deklarasi Masyarakat Gunung Mas” di Kuala Kurun. Deklarasi ini kemudian menetapkan, hari Rabu, 21 Maret 2001, sebagai hari lahir Kabupaten Gunung Mas dengan ibu kota Kuala Kurun.
Pada 10 April 2002, terbit UU No 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah. UU ini diresmikan pada 2 Juli 2002.
Pemilihan langsung
UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memerintahkan pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara langsung oleh rakyat. Seiring dengan perubahan ini, dinamika politik di kabupaten ini pun mengalami perubahan ketika pasangan Djudae Anom-Hambit Bintih akan mengakhiri masa jabatan mereka pada 2008.
Para elite lokal mulai mencari-cari pasangan mereka untuk mengajukan diri kepada partai politik agar diusung menjadi calon kepala daerah dalam Pilkada 2008. Pasangan petahana pun tidak luput dari godaan politik untuk bertarung memperebutkan masa jabatan yang kedua. Djudae Anom dan Hambit Bintih mengalami pecah kongsi dan memilih mencari pasangan mereka masing-masing dalam pertarungan Pilkada 2008. Djudae Anom kemudian menggandeng Limhan T Assau sebagai wakilnya, sementara Hambit Bintih menggandeng Arton S Dohong.
Pilkada 2008 merupakan pilkada langsung pertama di Kabupaten Gunung Mas yang diikuti oleh lima pasang calon. Pilkada ini ditandai dengan keikutsertaan bupati dan wakil bupati petahana yang maju dengan pasangannya masing-masing dan dukungan partai yang berbeda. Pilkada 2008 ini juga ditandai dengan persaingan yang ketat pada kedua sosok ini.
Pasangan Djudae Anom-Limhan T Assau memiliki modal yang kuat karena kedudukan calon bupati ini masih menjabat sebagai Bupati Gunung Mas. Sebaliknya, Wakil Bupati Gunung Mas Hambit Bintih yang berpasangan dengan Arton S Dohong juga memiliki peluang yang sama besar karena didukung oleh PDI-P, partai pemenang Pemilu 2004 di Gunung Mas.
Kasus suap
Hasil Pilkada 2008 mentahbiskan pasangan Hambit Bintih-Arton S Dohong sebagai Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas periode 2008-2013. Pasangan yang diusung PDI-P ini berhasil meraih dukungan 29,14 persen suara. Sebaliknya, pasangan Djudae Anom-Limhan T Assau hanya meraih 28,34 persen. Tiga pasangan lainnya memperoleh dukungan suara antara 7-19 persen.
Soliditas Hambit Bintih-Arton S Dohong dijalin kembali ketika menghadapi Pilkada Gunung Mas tahun 2013. Pasangan calon petahana ini maju melalui dukungan PDI-P, PAN, PDP, Partai Merdeka, PPDI, PDS, dan Partai Patriot.
Satu-satunya lawan politik pasangan ini adalah Jaya S Monong-Daldin yang diusung Partai Demokrat, Gerindra, Hanura, PKS, PKPI, dan PPN. Total kandidat yang bertarung dalam pilkada ini berjumlah empat pasang calon.
Perpaduan jabatan dan dukungan PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2009 membuat persaingan antara Hambit Bintih-Arton S Dohong dan Jaya S Monong-Daldin terlihat ketat meski tidak berimbang. Pilkada 2013 berhasil dimenangi oleh pasangan petahana sehingga kekuasaan mereka di Gunung Mas berlanjut hingga tahun 2018.
Hasil Pilkada 2013 ini kemudian disengketakan oleh Jaya S Monong ke Mahkamah Konstitusi dengan permohonan agar MK membatalkan berita acara hasil penghitungan suara. Menurut dia, KPUD Gunung Mas telah melakukan kecurangan dan pemenang pilkada mempraktikkan politik uang.
Sebagai pemenang pilkada, Hambit Bintih merasa posisinya akan terancam jika MK mengabulkan permohonan Jaya S Monong sebagai pemohon dan mengizinkan pemilihan ulang. Hambit kemudian menyuap Hakim MK Akil Mochtar untuk menolak permohonan pemohon.
Hambit Bintih terbukti bersalah dan menyatakan bahwa ia terpengaruh dengan bujukan bahwa gugatan pihak yang kalah kerap dikabulkan MK. Hambit mengikuti saran untuk mengurus perkaranya di MK termasuk menyiapkan uang suap Rp 3 miliar (Kompas, 7/12/2014). Kasus inilah yang kemudian berujung pada penonaktifan Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas pada Januari 2014. (ARITA NUGRAHENI/LITBANG KOMPAS)