Wilayah ”Tidak Bertuan” Penentu Kemenangan
Peta persaingan penguasaan suara pemilih dalam Pilkada Jawa Barat hingga saat ini hanya terjadi di antara pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Hasil survei Kompas menunjukkan, besaran proporsi dukungan pemilih yang diraih keduanya relatif sama kuat dan jauh meninggalkan pasangan lain, TB Hasanuddin-Anton Charliyan dan Sudrajat-Ahmad Syaikhu.
Gambaran ketatnya persaingan di antara kedua pasangan tersebut tampak dari survei yang dibangun dalam dua model pertanyaan, baik yang bersifat pertanyaan terbuka maupun model simulasi surat suara tertutup.
Pada model pertanyaan survei yang bersifat terbuka, misalnya, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul mampu meraih 27,6 persen dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi 24,3 persen. Pada model ini terdapat 21 persen responden yang tidak bersedia menjawab (rahasia) dan sebanyak 20,7 persen menyatakan belum menentukan pilihan.
Di sisi lain, dengan menggunakan model simulasi surat suara tertutup, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dipilih 42,8 persen, sedangkan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul 39,9 persen. Pada model simulasi tertutup yang memberikan kebebasan pilihan sepenuhnya pada responden, masih terdapat sekitar 6,5 persen responden yang tetap tidak memberikan pilihan.
Kedua model pertanyaan di atas sama-sama mengindikasikan peluang kemenangan yang sama besar bagi kedua pasangan. Namun, becermin pada hasil survei, sekalipun secara keseluruhan elektabilitas kedua pasangan tersebut tergolong sama kuat, jika ditelusuri pada satuan geopolitik yang lebih kecil, tidak semua menggambarkan peta penguasaan pemilih yang sama besar.
Apabila dikelompokkan berdasarkan derajat penguasaan setiap calon di setiap daerah, setidaknya terdapat dua kelompok wilayah. Pertama, kelompok wilayah di mana salah satu pasangan mampu berkuasa secara signifikan. Sebaliknya, pada wilayah tersebut sekaligus menjadi wilayah kekalahan pada pasangan lain.
Kedua, wilayah-wilayah yang belum dapat ditaklukkan kedua pasangan. Pada wilayah ”tidak bertuan” ini kedua pasangan tergolong sama kuat penguasaannya. Di tengah ketatnya persaingan, kunci kemenangan ada pada wilayah semacam ini. Artinya, siapa pun pasangan yang mampu memperluas ruang penguasaan pemilihnya pada wilayah tidak tertaklukkan ini diprediksikan akan memenangi pertarungan Pilkada Jawa Barat.
Bagi pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, wilayah-wilayah Jawa Barat sebelah utara, seperti kluster geopolitik ”Karawangan”, sejauh ini menjadi basis kekuatan. Dalam survei ini, wilayah-wilayah Karawang, Purwakarta, dan Subang dikuasai secara signifikan. Wilayah yang lekat dengan keberadaan Dedi Mulyadi ini tidak tertandingi oleh pasangan lain.
Tidak kurang dari 69,5 persen responden pada kluster Karawangan memilih Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Sementara pesaing kuatnya, Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul, hanya mampu meraih 20,8 persen.
Pada wilayah lain, kawasan ”Cirebonan” juga menjadi wilayah Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Tidak kurang dari 46,6 persen responden pada kawasan Cirebonan yang terdiri dari Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka menyatakan pilihannya kepada mereka. Sementara hanya 28 persen yang memilih Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul.
Untuk beberapa wilayah lain Jawa Barat, justru pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul yang unggul signifikan, sekaligus menekan elektabilitas Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Di kawasan ”Bandung Raya”, yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi, hingga Sumedang, pasangan ini mampu menguasai hingga 56,3 persen pemilih. Kota Bandung tempat Ridwan Kamil membangun pengaruhnya sebagai wali kota ataupun Kabupaten Bandung menjadi wilayah yang memberikan kontribusi paling besar bagi pasangan ini.
Di sisi lain, keberadaan Uu Ruzhanul juga turut mewarnai penguasaan suara di kawasan ”Priangan Timur” yang terdiri dari Kabupaten Ciamis, Pangandaran, Tasikmalaya, Banjar, dan Garut.
Tidak kurang dari 51,6 persen pemilih dikuasai. Porsi penguasaan tertinggi di Tasikmalaya, tempat Uu Ruzhanul menjabat bupati. Di kabupaten itu, sedikitnya tiga perempat bagian responden (77,8 persen) memilih Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Akan tetapi, uniknya, di Garut justru pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi berhasil menguasai 56,5 persen responden.
Mengkaji peta penguasaan pada wilayah-wilayah di atas, benteng penguasaan kedua pasangan tampak mulai terbangun sama kokoh. Setiap tokoh menjadikan wilayah asal mula kepemimpinannya sebagai benteng pertahanan. Bersandar pada kondisi demikian, tidak banyak lagi ruang yang tersisa bagi tiap-tiap pasangan dalam memperluas penetrasi mereka di daerah kekuasaan lawannya.
Kecuali pada sebagian wilayah Cirebonan, khususnya Majalengka dan Kuningan, yang terbilang masih cukup besar jumlah responden belum menyatakan pilihannya (berkisar 20 persen), nyaris pada semua wilayah basis kekuatan sulit terambil alih penguasaannya.
Peluang terbesar dalam memperluas penguasaan pemilih tinggal terjadi pada wilayah-wilayah yang sejauh ini masih terbuka, atau wilayah yang belum terkuasai sepenuhnya. Persoalannya, di manakah wilayah-wilayah ”tidak bertuan” yang potensial menjadi penentu kemenangan itu?
Penguasaan ”battlefield”
Mengulang seperti ajang Pilkada Jawa Barat periode-periode sebelumnya, kawasan-kawasan yang bersinggungan dengan perbatasan dengan ibu kota negara, DKI Jakarta, cenderung menjadi wilayah ”tidak bertuan”.
Merujuk pada hasil survei, kawasan yang dalam konsepsi historis Jawa Barat lebih dikenal sebagai Tatar Pamalayon itu belum sepenuhnya terkuasai oleh kedua pasangan. Depok, Bogor, dan Bekasi yang tidak terlepaskan dari megapolitan Jakarta Raya sebenarnya menjadi wilayah keunggulan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Pasangan ini meraih 39,9 persen dukungan responden, sementara Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul 31,2 persen. Akan tetapi, jika dipilah dalam kawasan yang lebih kecil, mulai tampak warna yang beragam. Di Bekasi dan Depok, misalnya, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi unggul. Di kawasan Bogor, justru keunggulan pada Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul.
Di luar kedua pasangan tersebut, peluang Sudrajat-Ahmad Syaikhu juga tidak dapat dipandang remeh. Saat ini, survei memang masih menunjukkan sekitar 14,5 persen responden Jawa Barat yang mereka kuasai. Namun, wilayah yang juga menjadi basis kekuatan PKS diperkirakan bakal menambah insentif elektoral bagi pasangan ini. Apalagi, khusus Kota Bekasi yang menjadi wilayah kerja Ahmad Syaikhu, wakil wali kota yang juga sebagai kader PKS. Tiga pasangan yang bersaing menjadikan kawasan megapolitan sebagai battlefield paling kompetitif dalam Pilkada Jawa Barat.
Wilayah ”tidak bertuan” lainnya, pada kawasan ”Priangan Barat”. Penguasaan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul sama besar. Di kawasan Cianjur, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi relatif memimpin.
Sebaliknya, Sukabumi menjadi wilayah penguasaan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul. Namun, di balik persaingan kedua pasangan itu, kembali pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu ikut memperketat persaingan, terutama di kawasan Sukabumi. Terdapat sekitar 11,5 persen responden yang memilihnya.
Peta geopolitik Jawa Barat yang beragam model penguasaannya itu terbukti masih menyisakan ruang yang potensial bagi peningkatan suara setiap pasangan. Celah semacam ini menjadikan perebutan suara pemilih di Jawa Barat menjadi semakin menarik. (BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS)