Berebut Pengaruh Kultur dan Agama di Hulu Sungai
Kontestasi politik di sebagian wilayah “Banua Anam”, Provinsi Kalimantan Selatan, sulit dipisahkan dari nuansa kultur dan agama. Tak terkecuali di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Pertarungan calon bupati antara petahana dan sosok dari jalur perseorangan dalam ajang pilkada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan tidak akan lepas dari representasi khas tersebut.
Istilah Banua Anam tidak hanya merujuk pada Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Banua Anam merujuk pada enam daerah kabupaten di wilayah pahuluan (kawasan hulu) Kalimantan Selatan. Tiga kabupaten di antaranya adalah Kabupaten Tapin, Balangan, dan Tabalong. Tiga kabupaten berikutnya disebut wilayah tiga hulu, yakni Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Selatan. Sebelumnya, Banua lebih dikenal sebagai wilayah yang mencakup lima kabupaten. Istilah itu berubah pada tahun 2002 sejak Kabupaten Hulu Sungai Utara dimekarkan dan melahirkan Kabupaten Balangan.
Menurut Antropolog Alfiani Daud dalam bukunya berjudul Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar (1997), pahuluan adalah daerah asal dari salah satu sub-etnis masyarakat Banjar yakni Banjar Pahuluan. Sejarawan Idwar Saleh dan Alfiani Daud menyebut masyarakat sub-etnis Banjar Pahuluan adalah orang yang berasal dari daerah sepanjang aliran sungai Tabalong, Sungai Balangan, dan sekitarnya di mana Dayak Bukit merupakan unsur campurannya.
Masyarakat Banjar secara umum diidentikkan dengan Islam. Maka, Marco Mahin dalam tulisannya berjudul Urang Banjar: Identitas dan Etnisitas di Kalimantan Selatan juga menjelaskan adanya adagium “Islam adalah Banjar dan Banjar adalah Islam”.
Etika masyarakat etnis Banjar yang dipengaruhi orientasi keislaman ini mewujud dalam kultur kehidupan keseharian. Salah satu kultur yang melekat hingga kini adalah adanya Bubuhan, yaitu ikatan kekerabatan masyarakat Banjar dengan berpatron pada alim ulama (tokoh agama atau ulama) dan tokoh masyarakat.
Nuansa religius juga tampak dari falsafah hidup masyarakat Banjar yang mengedepankan keselarasan dan musyawarah. Pentingnya harmoni muncul dalam ungkapan “Jangan bacakut papadaan” (jangan berselisih antarsesama) yang merupakan wujud pengendalian diri. Perselisihan yang terjadi di masyarakat Banjar diselesaikan lewat perangkat hukum yang dinamakan adat badamai.
Perwujudan religiusitas tecermin pula pada budaya dagang yang menjadi identitas turun-temurun masyarakat Banjar sejak masa Kesultanan Banjarmasin. Masyarakat Banjar memiliki semangat juang yang tampak dari keuletan berdagang, sekaligus jujur dan murah hati.
Karakteristik Islam dan kultur yang melekat pada masyarakat Banjar kemudian menjawab realitas peta persaingan calon kepala daerah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Peran partai berhaluan Islam dan sosok yang dekat dengan alim ulama atau yang dianggap tokoh masyarakat melatarbelakangi pilkada di kabupaten ini.
Profil Paslon
Ajang pilkada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan akan diikuti oleh dua pasangan calon (paslon), yakni Achmad Fikry-Syamsuri Arsyad dan paslon Muhammad Najamuddin-Muhammad Ridha. Achmad Fikry yang dikenal sebagai petahana bupati, berpasangan dengan Syamsuri Arsyad yang merupakan Ketua DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PKS sebagai partai berhaluan Islam memberikan warna cukup dominan dalam dinamika politik di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Hasil pemilu legislatif tahun 2009 menempatkan PKS sebagai partai yang berhasil memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan, yaitu 5 kursi. Tahun 2014, PKS menambah jumlah perolehan kursi di DPRD menjadi 6 kursi.
Ketokohan Syamsuri Arsyad tidak hanya dikenal masyarakat dari sisi politik. Syamsuri juga dikenal di kalangan pemuda sebagai Ketua Kwartir Cabang Pramuka Hulu Sungai Selatan. Sementara itu, sosok Fikry sebagai petahana bupati sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat Hulu Sungai Selatan.
Rekam jejak Fikry, menurut penuturan Ketua KPU Kabupaten Hulu Sungai Selatan Imron Rosyadi, telah dikenal sebagai birokrat yang membangun karir dari bawah. “Sebelum menjadi bupati, beliau pernah menjadi Camat di Daha Utara, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bappeda hingga menjadi Sekretaris Daerah”, tutur Imron. Ayah Fikry, yaitu Darham Hidayat, juga dikenal sebagai tokoh pejuang kemerdekaan yang ikut mendirikan Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Paslon Achmad Fikry-Syamsuri Arsyad diusung oleh koalisi PKS bersama enam parpol lainnya, yaitu Partai Nasdem, Golkar, Gerindra, PBB, dan Demokrat. Koalisi pengusung petahana ini menguasai 22 kursi dari total 30 kursi yang ada di DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Lima parpol lain yang memiliki sisa kursi di DPRD (8 kursi), alih-alih membangun koalisi, mereka memilih tidak mencalonkan satu paslon pun. Kelima parpol tersebut adalah PDI Perjuangan, PPP, PKB, Partai Hanura, dan PKPI. Diduga, popularitas sosok petahana dan wakilnya yang dihormati dan dikenal bereputasi baik sudah mengakar kuat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sehingga tidak memunculkan sosok potensial yang siap menyaingi yang bisa diusung parpol.
Calon petahana akhirnya akan beradu merebut suara pemilih dengan pasangan calon yang berangkat dari jalur perseorangan, Muhammad Najamuddin-Muhammad Ridha. Najamuddin dikenal sebagai sosok yang dekat dengan sejumlah tokoh agama mengingat ayahnya, KH Abu Hurairah, adalah salah seorang ulama terkemuka di Hulu Sungai Selatan.
Sementara itu, calon wakil bupati M Ridha dikenal sebagai pengusaha di Banjarmasin. Kiprah Ridha yang relatif belum banyak dikenal masyarakat bisa menjadi faktor yang kurang menguntungkan bagi paslon independen dalam mendulang suara. “Pemilih di Hulu Sungai tidak hanya memilih karena melihat sosok calon bupatinya, tetapi juga melihat wakilnya,” jelas Imron Rosyadi.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan latar belakang kepengusahaan sang wakil calon bupati independen bisa menjadi kekuatan untuk mendekati pemilih melalui visi dan program pengembangan perekonomian Hulu Sungai Selatan.
Ekonomi Primer-Sekunder
Perekonomian Hulu Sungai Selatan tumbuh dari sejumlah sektor. Sektor sekunder, yaitu perdagangan dan industri, memberikan andil sekitar 17 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hulu Sungai Selatan.
Industri kecil menyebar hampir merata di 11 kecamatan di Hulu Sungai Selatan. Tercatat industri makanan tumbuh di Kecamatan Angkinang, Kandangan, Sungai Raya, dan Kecamatan Simpur. Adapun Kecamatan Daha Utara dan Daha Selatan tumbuh menjadi sentra industri kayu dan logam. Sementara itu, Kecamatan Padang Batung dan Loksado menjadi pusat tumbuhnya industri anyaman bambu dan industri pariwisata.
Sektor pendidikan di Hulu Sungai Selatan juga tumbuh karena kiprah partai politik dan dukungan pihak swasta. Armada bus sekolah yang disumbangkan oleh perusahaan tambang PT Antang Gunung Meratus menjadi bukti fisik adanya dukungan swasta di sektor pendidikan.
Selain itu, sekolah-sekolah swasta berbasis pendidikan Islam berupa Sekolah Islam Terpadu maupun pesantren juga berkembang di Hulu Sungai Selatan. Pembangunan sekolah-sekolah berjalan pesat tak lepas dari peran PKS melalui kadernya, Ardiansyah, yang merupakan mantan wakil bupati di periode sebelumnya. Ardiansyah membangun sekolah melalui Yayasan Qurataa’yun yang dikembangkan oleh PKS. Tumbuhnya sekolah-sekolah dan pondok pesantren menjadikan sektor pendidikan mampu berkontribusi hingga delapan persen terhadap PDRB Hulu Sungai Selatan.
Gabungan sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan perdagangan serta industri memberikan kontribusi hingga 45 persen dalam perekonomian Hulu Sungai Selatan.
Kendati demikian, urat nadi perekonomian Hulu Sungai Selatan secara keseluruhan masih bergantung pada sektor primer, yakni pertanian, kehutanan, perikanan serta pertambangan dan penggalian. Padi sawah, perkebunan karet, dan perikanan menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat kabupaten ini. Tahun 2016, kontribusi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tercatat mencapai seperempat lebih dari nilai PDRB Hulu Sungai Selatan.
Persoalan Sosial
Sebagian kecil wilayah Hulu Sungai Selatan juga menjadi kawasan pertambangan batubara. Keberadaan batubara mampu mendorong kontribusi sektor pertambangan dan penggalian hingga 8 persen terhadap perekonomian kabupaten ini. Gabungan dua sektor primer memberikan kontribusi hingga 35 persen terhadap PDRB kabupaten ini.
Hanya saja, keberadaan usaha batubara pada sisi lain ditengarai juga menjadi penyebab maraknya peredaran obat-obatan terlarang. “Adanya kegiatan tambang baik di Hulu Sungai dan Kabupaten Tapin yang berdekatan secara geografis, menimbulkan ekses tidak langsung pada kehidupan masyarakat,” ujar Yusuf Hidayat, Sosiolog dari Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan.
Dari total 317 laporan yang masuk ke Kepolisian Resor Hulu Sungai Selatan tahun 2017, sekitar 31 persennya (99 kasus) berkaitan dengan penyalahgunaan obat terlarang. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mencatat kasus serupa sekitar 26 persen (82 kasus) dari total 314 laporan perkara kejahatan di kabupaten ini. “Saya kira, narkoba sudah menimbulkan masalah sosial yang serius di Hulu Sungai Selatan,” ujar Yusuf menambahkan.
Peluang Kemenangan
Persoalan merebaknya penyalahgunaan obat terlarang semasa Fikry menjabat sebagai bupati bisa menjadi satu titik hitam yang akan memengaruhi elektabilitas petahana. Dari sisi ini, paslon jalur independen akan diuntungkan.
Namun, latar belakang kultur dan agama serta keberhasilan petahana dalam pembangunan ekonomi menjadi faktor yang memperkuat Fikry untuk kembali mengulang kesuksesan pilkada 2012.
Sinyal akan adanya tensi kompetisi yang cenderung tinggi karena kehadiran penantang dari jalur independen dikemukakan oleh Budi Suryadi, Dosen Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat. “Kedua calon bupati sama-sama dikenal memiliki darah Daha. Meski demikian, munculnya independen di Hulu Sungai Selatan tidak bisa dikatakan sebagai antitesis dari petahana. Pasalnya, petahana adalah sosok yang diterima masyarakat,” ujar Budi.
Wilayah Daha adalah salah satu lumbung suara pemilih di Hulu Sungai Selatan. Jumlah pemilih di wilayah tiga Daha (Daha Selatan, Daha Barat, dan Daha Utara) mencapai sepertiga lebih dari total sekitar 116.000 suara sah pemilih dalam pilkada Hulu Sungai Selatan tahun 2012.
Pengalaman pilkada 2012 menunjukkan, Fikry (petahana) yang saat itu berpasangan dengan Ardiansyah, bertarung ketat dengan pesaing terdekatnya, Muchran dan Abdul Kadir Ahmadi, dalam meraih suara di tiga Daha. Saat itu Fikry dan pesaing terdekatnya sama-sama memperoleh 43 persen suara pemilih di tiga Daha.
Perlawanan sengit akan terjadi karena paslon independen juga telah berhasil mengumpulkan dukungan suara cukup besar di wilayah tiga Daha. Najamuddin dan Ridha berhasil mengumpulkan sekitar 10.000 KTP di tiga kecamatan Daha tersebut.
Pada akhirnya, strategi kedua pasangan calon meraih kemenangan dalam pilkada nanti, tidak lepas dari kemampuan sosok mengusung program yang selaras dengan sentimen kultur dan agama. (Bima Baskara/Litbang Kompas)