Upaya Mengembalikan Kejayaan Kota Minyak
Sejak resmi menjadi kotamadya pada Tahun 1997, Tarakan tercatat sudah dinakhodai tiga wali kota. Wali kota pertama dijabat oleh Jusuf Serang Kasim (JSK) yang dipilih melalui sistem pemilihan oleh DPRD Kota. JSK yang berlatar belakang sebagai dokter ini memimpin Kota Tarakan selama dua periode yaitu 1999-2009.
Salah satu keberhasilan JSK dalam membangun Tarakan adalah penataan dan pengelolaan sampah, lalu dilanjutkan dengan perbaikan sektor pendidikan dan ketersediaan listrik. Atas prestasi tersebut, JSK diganjar dengan penghargaan Kalpataru pada 2006.
Jusuf Serang Kasim kemudian digantikan oleh Udin Hianggio. Udin adalah pensiunan Kepala PT. PELNI Kota Tarakan dan menjadi wali kota pertama yang dipilih melalui pilkada langsung Tahun 2008. Saat itu Udin berpasangan dengan Suhardjo Trianto yang diusung oleh Golkar dan PDIP. Perolehan suara paslon itu mencakup sekitar sepertiga jumlah pemilih pilkada Tarakan.
Udin Hianggio memimpin Kota Tarakan hingga tahun 2013 dan digantikan oleh Sofian Raga. Wali kota ketiga ini terpilih dalam Pilkada 2013 melalui dukungan 3 partai basis massa Islam, yaitu PAN, PKS, dan PPP. Sofian Raga yang berpasangan dengan Arief Hidayat memenangi pilkada juga dengan dukungan sekitar sepertiga jumlah pemilih.
Pilkada 2018 kali ini merupakan nostalgia bagi koalisi Golkar dan PDIP setelah kedua partai ini saling berseberangan pada Pilkada 2013. Dengan modal 6 kursi, kedua partai ini kembali membangun kerjasama untuk bisa memenangi pilkada seperti yang terjadi pada 2008.
Koalisi ini mengusung pasangan Badrun dan Ince A. Rifai sebagai paslon. Dalam pilkada ini koalisi Golkar-PDIP akan menghadapi koalisi Gerindra, PAN, PBB, dan PKB yang mengusung calon petahana Sofian Raga yang berpasangan dengan Sabar Santuso.
Pasangan Badrun dan Ince A. Rifai diperkirakan memiliki basis massa yang cukup kuat karena Ince A. Rifai merupakan ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS). Secara umum, pendatang dari Sulawesi Selatan yang menetap di Kota Tarakan terbilang besar.
Calon Perempuan
Pemilihan Wali Kota Tarakan 2018 akan diikuti oleh 4 pasangan calon, satu diantaranya melalui jalur perseorangan, yaitu Umi Suhartini-Mahrudin Mado. Kehadiran Umi Suhartini menarik perhatian karena untuk pertama kalinya dalam pilkada di Bumi Paguntaka ini diikuti oleh calon perempuan. Umi akan menghadapi calon petahana wali kota dan pasangan yang didukung oleh koalisi dua partai mapan.
Umi merupakan representasi dari kehadiran perempuan dalam politik Tarakan yang selama masih didominasi kaum pria dan berada di bawah hegemoni partai politik. Tengok saja komposisi anggota DPRD Kota Tarakan yang masih didominasi laki-laki. Anggota DPRD perempuan masih di bawah 10 persen dari total 25 kursi DPRD.
Hasil Pemilu 2004 hanya meloloskan 2 caleg perempuan dari Golkar sebagai anggota DPRD Kota Tarakan. Komposisi ini tidak berubah pada Pemilu 2009. Pemilu 2014 komposisinya berubah karena hanya bisa meloloskan satu caleg perempuan dari Partai NasDem sebagai anggota DPRD.
Secara nasional, Umi merupakan satu dari 8,8 persen calon kepala daerah perempuan yang bertarung di pilkada serentak 2018. Meskipun proporsi perempuan yang menjadi kepala daerah tahun ini mencatat angka tertinggi, secara proporsi tetap terbilang rendah. Pilkada serentak 2015 proporsi calon kepala daerah tercatat sebanyak 7,9 persen, sementara pilkada 2017 proporsinya turun menjadi 7,1 persen. Proporsi calon kepala daerah perempuan selama 3 pilkada serentak belum mencapai angka 10 persen.
Umi Suhartini yang berlatar belakang aparatur sipil negara (ASN) ini merupakan istri dari Bupati Tana Tidung saat ini, H. Undunsyah. Meski sebagai istri bupati, maju melalui jalur perseorangan tetap menjadi tantangan berat yang harus dihadapi dalam pilwalkot ini.
Pasalnya, selama berlangsungnya pilkada di Kota Tarakan, paslon yang maju melalui jalur perseorangan selalu tersisih. Pilkada 2008 paslon perseorangan berada di posisi bawah dengan perolehan suara 11,82 persen. Pilkada 2013, tiga paslon perseorangan hanya bisa mengantongi suara di bawah 3 persen.
Umi Suhartini mencoba menawarkan isu gender sebagai branding politiknya. Umi yang mendapat nomor urut satu ini ingin mengangkat martabat kaum perempuan dalam politik sekaligus mendobrak tradisi kekalahan calon perseorangan. Meski demikian, sulit membayangkan jika kemenangan benar-benar diraih Umi Suhartini. Jika itu terjadi, maka suami dan istri sama-sama menjabat kepala daerah.
Sebagaimana diketahui, Kabupaten Tana Tidung terletak di sebelah barat pulau Tarakan, atau berada di pesisir timur Pulau Kalimantan bagian Utara, berjarak sekitar 20 km (dipisahkan selat) dari pulau Tarakan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Yahya Ahmad Zein memperkirakan keadaan ini diakibatkan kurang kuatnya partai melakukan kaderisasi berkualitas. Partai politik di Tarakan tidak melakukan pendekatan ke masayarakat secara teratur. Kaderisasi calon dilakukan saat mendekati pemilihan saja, sehingga figur partai kurang ada dan tidak mewakili ideologi partai.
Lanskap Politik
Kota Tarakan sebenarnya memiliki lansekap politik yang dinamis bagi semua parpol baik nasionalis maupun Islam. Pemilu 2004 dan 2009 menunjukkan, kekuatan Golkar mendominasi perolehan suara maupun kursi di DPRD Kota Tarakan. Pemilu 2004 menjadi milik Golkar karena dari 25 kursi DPRD, Golkar berhasil menguasai 8 kursi (32 persen). Perolehan tersebut menjadi prestasi terbesar Golkar di kota ini.
Pemilu 2009 masih menjadi milik Golkar karena partai beringin ini masih mendominasi perolehan kursi di DPRD. Meski hanya mendapatkan 4 kursi posisi Golkar sebagai pemenang belum tergeser. Selain Golkar, PDIP juga mengalami penyusutan perolehan kursi dari 3 kursi menjadi 2 kursi. Diluar itu secara umum Pemilu 2009 Tarakan menggambarkan perolehan kursi yang relatif merata pada 12 parpol.
Pemilu 2014 menjadi momen bersejarah bagi PAN yang bisa menambah 1 kursi sehingga menjadi 4 kursi. Perolehan ini sekaligus menobatkan partai matahari putih ini sebagai pemenang Pemilu 2014 di Kota Tarakan. Partai lain yang mendapatkan tambahan kursi dalam pemilu ini adalah PDIP, Hanura, PKB, Nasdem, dan Gerindra.
Era Pasca Minyak
Sebagai sebuah kota perbatasan dan menjadi persimpangan tiga negara (Malaysia, Filipina, dan Indonesia), Tarakan merupakan kota yang cenderung "moncer" di antara daerah lainnya di Kalimantan. Selain sebagai kota transit, juga dikenal sebagai kota tujuan migrasi. Banyak produk-produk industri dari Malaysia yang masuk ke Tarakan atau dijual di Tarakan. Hal ini wajar jika melihat potensi sumber daya alam dan letak strategis geografi kota ini.
Tarakan sejak dulu dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil minyak di wilayah utara Kalimantan Timur (sebelum pemekaran provinsi), lantaran memiliki potensi kandungan cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar. Masa kejayaan minyak Tarakan, bahkan sudah berlangsung sejak era kolonial dengan ditemukannya minyak oleh Pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1896.
Tercatat bahwa Tarakan bersama dengan beberapa daerah penghasil minyak utama di tanah air seperti, Cepu, Riau, Pangkalan Brandan, dan Papua Barat, sempat melambungkan Indonesia menjadi salah satu negara penghasil minyak mentah dunia yang terkemuka sekaligus menjadi anggota OPEC.
Seiring perjalanan waktu, masa keemasan minyak Tarakan berangsur-angsur meredup, karena persediaan kandungan cadangan minyak di pulau Tarakan yang menipis ditandai dengan ditutupnya banyak ladang minyak.
Jika pada era keemasan zaman kolonial pulau (kota) Tarakan bisa menghasilkan hingga 350 ribu barrel minyak mentah per hari, kini produksi minyak penambangan minyak tinggal 1.800 barel per hari. Saat ini yang beroperasi aktif melakukan penambangan minyak adalah PT Medco dengan 19 sumur aktif di Kota Tarakan, yang terbagi atas sumur water injeksi dan sumur gas.
Jumlah hasil penambangan yang menipis itu pun sudah bermakna besar bagi keberlangsungan Tarakan di tengah kebutuhan untuk mendatangkan pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD.)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Tarakan terus menunjukkan nilai yang konsisten tinggi. Tahun 2016, IPM Tarakan adalah 74,88. Naik konsisten dari angka 72,53 sejak tahun 2012. Secara regional, pencapaian IPM Tarakan melampaui IPM Provinsi Kaltara, bahkan lebih tinggi dari IPM nasional.
Sektor ekonomi berjalan cepat dari sektor tersier. Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Kalimantan Utara pada 2017 didominasi sektor pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, konstruksi, perdagangan besar, dan eceran. Tingkat kemiskinan pun cukup terkendali di angka sekitar 5 persen (2016).
Kesan sebagai wilayah di tapal batas yang terbengkalai tidak terlihat di sana, bahkan lebih terkesan sebagai wilayah "kaya". Bahkan terdengar kabar bahwa Tarakan sekarang sedang mengejar mimpi untuk menjadi sebuah “Singapura kecil”.
Ketersediaan Listrik
Meski demikian, permasalahan di kota ini yang masih sering menghinggapi warganya adalah ketersediaan listrik. Tarakan belum memiliki aliran listrik yang stabil, meski pengelolaannya sudah ditangani PLN dari yang sebelumnya oleh anak perusahaan PLN. Dengan kondisi tersebut masyarakat yang bekerja di sektor jasa, seperti perdagangan dan penyedia akomodasi menjadi sangat terkendala akibat kekurangan listrik.
Problem sebagai kota dari Provinsi baru hasil pemekaran (Kalimantan Utara) juga terindikasi dari problem angkutan umum di Tarakan. Ketersediaan angkutan umum terpantau sangat minim dan tua. Demikian juga pelayanan kesehatan kota. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan milik Pemprov Kalimantan Utara diklaim saat ini masih membutuhkan 300 perawat dan dokter dilihat dari kapasitas pelayanan.
Pada 2018 pemkot Tarakan memprioritaskan kelanjutan pembangunan infrastruktur yang telah berjalan pada 2017. Total APBD 2018 yang disepakati DPRD Tarakan bersama dengan Pemkot Tarakan sebesar Rp 1,131 triliun, terbilang besar untuk sebuah kota berpenduduk sekitar 250 ribu jiwa dengan mayoritas usia produktif.
Siapapun pemenang Pilkada Tarakan wajib mencermati potensi di kawasan pantai Kalimantan Utara ini. Kota perdagangan yang mampu mengembalikan era kejayaan Kaltara dengan berbagai sumber daya unggulan baru maupun dari sisa kejayaan minyak dan gas. (ARITA NUGRAHENI/LITBANG KOMPAS)