Jokowi dan Prabowo Imbang di Jawa Barat
Apabila Presiden Joko Widodo dan rival terdekatnya, Prabowo Subianto, kembali bertarung dalam Pemilu Presiden 2019, Jawa Barat akan menjadi medan pertarungan yang paling kompetitif.
Becermin dari hasil survei, jika pemilu presiden dilakukan saat ini, posisi keterpilihan kedua sosok tersebut sama kuat. Baik Jokowi maupun Prabowo, masing-masing kini menguasai sepertiga bagian pemilih.
Hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas, 19 Februari-4 Maret 2018, di Jawa Barat ini menunjukkan pula masih kecil ruang alternatif pilihan terhadap sosok calon presiden lain yang tersedia di luar kedua sosok tersebut. Hanya 9,8 persen yang memilih selain Jokowi dan Prabowo.
Jumlah tersebut tersebar dengan porsi yang kurang signifikan pada sosok-sosok seperti Gatot Nurmantyo, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, ataupun sosok pemimpin Jawa Barat yang kini tengah bertarung dalam Pilkada Jabar, Ridwan Kamil dan Deddi Mulyadi.
Akan tetapi, hasil survei juga menunjukkan masih cukup signifikan jumlah responden yang belum memiliki pilihan atau cenderung tidak memberikan jawaban. Pada kelompok demikian, besarannya sebanyak seperempat bagian responden (24, 2 persen).
Tidak banyaknya alternatif calon presiden yang muncul dan besaran responden yang belum menyatakan pilihan mengindikasikan suara pemilih presiden di Jawa Barat semakin terkonsentrasi. Konsentrasi pilihan ditunjukkan oleh dua pertiga pemilih yang hanya terfokus pada sosok Jokowi dan Prabowo.
Pola konsentrasi demikian menjadi menarik dicermati lantaran hasil penguasaan kedua sosok tersebut tergolong imbang. Jokowi mengumpulkan 32,8 persen responden, sedangkan Prabowo 33,2 persen. Artinya, kedua sosok tersebut masih punya peluang yang sama besar untuk menjadi penguasa terbesar suara pemilih di Jawa Barat.
Kedudukan imbang demikian membuat peta persaingan di antara kedua sosok menjadi semakin kompetitif. Tiap sosok punya kepentingan yang sama kuat untuk menguasai wilayah dengan jumlah pemilih sangat signifikan.
Di Jawa Barat, berdasarkan Data Pemilih Sementara (DPS), diperkirakan terdapat 32,8 juta pemilih. Jumlah tersebut terbesar di Indonesia atau diperkirakan menyumbang hingga 18 persen dari total pemilih di Indonesia. Dengan kondisi penguasaan pemilih yang kini sama kuat dan jumlah suara pemilih yang diperebutkan di Jawa Barat tergolong besar, Jawa Barat menjadi medan pertarungan (battlefield) yang paling ketat.
Di sisi lain, Jawa Barat akan menjadi wilayah pertarungan yang paling prestisius bagi kedua sosok. Bagi Jokowi, menguasai Jawa Barat punya implikasi politik yang dalam. Terlebih, jika dikaitkan dengan pola pertarungan yang pernah terjadi pada Pemilu Presiden 2014.
Saat itu, Prabowo mampu menjadi pemenang di provinsi ini dengan menguasai hingga 59,8 persen pemilih. Porsi kemenangan Prabowo di Jawa Barat tergolong tinggi, menjadikan wilayah ini sebagai penyumbang suara terbesar dari 10 provinsi yang dikuasai Prabowo.
Sebaliknya, Jokowi, yang menang dalam pemilu presiden secara nasional dengan menguasai hingga 24 provinsi, di Jawa Barat terseok. Saat itu, Jawa Barat adalah batu sandungan terbesar bagi Jokowi. Itulah mengapa, menguasai Jawa Barat dalam pemilu kali ini akan memperingan langkahnya dalam memperpanjang jabatan kedua kepresidenan.
Bagi Prabowo, selain Jawa Barat yang sudah terbukti sebagai kantong perolehan suara terbesar dalam Pemilu Presiden 2014, wilayah ini juga menjadi benteng kekuatan loyalitas yang terbangun. Praktis, semenjak Jokowi berkuasa sebagai presiden, dengan segenap kapital ekonomi dan politik yang dikuasai, wilayah tersebut semakin banyak disentuh.
Berkali-kali kunjungan kerja kepresidenan tertuju pada upaya perbaikan kondisi Jawa Barat. Terakhir, secara khusus Presiden Jokowi menaruh perhatian bagi pembenahan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Sebaliknya, kekuatan kapital ekonomi dan politik semacam itu hampir tidak mungkin dimiliki Prabowo. Dalam posisi penguasaan kapital yang tidak sebanding tersebut, kadar loyalitas pemilih menjadi satu-satunya modal terbesar yang ia andalkan.
Oleh karena itu, dengan merujuk pada hasil survei kali ini, posisi imbang di antara kedua sosok tersebut dapat dimaknai dalam dua kondisi yang berbeda (Grafik 1).
Pertama, imbang menunjukkan adanya peningkatan dukungan pemilih bagi Jokowi dan pada saat bersamaan menunjukkan adanya penurunan suara dukungan bagi Prabowo. Pemaknaan demikian menjadi relevan apabila analisis survei dilakukan terhadap para responden yang mengaku sudah memiliki pilihan calon presiden dan membandingkannya dengan hasil Pemilu Presiden 2014.
Peningkatan dukungan kepada Jokowi mengindikasikan adanya perubahan pilihan. Sebagian responden yang sebelumnya memilih Prabowo, kini beralih menjadi pemilih Jokowi. Dengan kondisi tersebut, jika sebelumnya Prabowo menjadi pemenang mutlak di Jawa Barat, kini menjadi seimbang.
Kedua, imbang dapat pula dimaknai masih tinggi loyalitas pemilih di Jawa Barat yang berpihak pada Prabowo. Praktis lebih dari tiga tahun selepas Pemilu Presiden 2014, narasi politik maupun ekonomi Jawa Barat lebih banyak dikuasai oleh Presiden Jokowi.
Sebagai pesaing, dalam kurun waktu tersebut, tidak banyak yang dapat dilakukan Prabowo di Jawa Barat. Dapat dikatakan, secara politik Prabowo cenderung pasif. Akan tetapi, menarik dicermati, justru di dalam kondisi yang relatif pasif, ia masih menjadi sosok yang banyak dijadikan rujukan sebagai presiden.
Berbagai interpretasi di atas melahirkan pertanyaan, di mana wilayah-wilayah Jawa Barat yang berubah, beralih menjadi wilayah penguasaan Jokowi, dan di mana pula wilayah-wilayah yang masih tergolong loyal, dikuasai Prabowo?
Peta pertarungan
Jawa Barat secara geokultur dapat dipilah menjadi enam kluster politik. Hasil Pemilu 2014 menunjukkan, dari keenam kluster, hanya satu kluster yaitu ”Cirebonan” yang terdiri dari Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka, yang berhasil dikuasai Jokowi.
Sementara itu, kelima kluster lainnya, yaitu kawasan ”Priangan Timur”, ”Priangan Barat”, ”Bandung Raya”, ”Karawangan”, dan ”Megapolitan” (Pamalayon), menjadi basis kemenangan Prabowo (Grafik 2).
Namun, hasil survei saat ini menunjukkan adanya sebagian perubahan peta dukungan pada kluster politik Jawa Barat. Capaian terbesar Jokowi saat ini, ia mampu menguasai kluster ”Priangan Timur” yang terdiri dari Tasikmalaya, Garut Ciamis, Banjar, dan Pangandaran.
Dalam kluster tersebut, tidak kurang dari 46,8 persen responden mengaku akan memilih Jokowi. Sebaliknya, Prabowo dipilih 25 persen responden.
Merujuk pada hasil Pemilu 2014, justru ”Priangan Timur” adalah salah satu wilayah yang menjadi sentra kemenangan Prabowo. Sebesar dua pertiga pemilih di kluster ini memilih Prabowo, menjadi capaian paling tinggi di antara kluster lainnya.
Kluster ”Karawangan” juga kini berhasil dikuasai Jokowi. Tidak kurang dari 26,8 persen responden memilih Jokowi dan sekitar 19,5 persen memilih Prabowo. Namun, jika dikaji lebih dalam, kluster ”Karawangan” yang pada pemilu sebelumnya, 58,1 persen dikuasai Prabowo, saat ini penguasaan Jokowi belum tergolong signifikan. Pasalnya, masih tampak sangat tinggi (42,7 persen) responden yang menyatakan belum menyatakan pilihan.
Persoalan masih tingginya responden yang belum menyatakan pilihan ataupun menyatakan rahasia terhadap pilihannya terjadi pula di kluster ”Cirebonan”. Kluster yang menjadi satu-satunya basis kemenangan Jokowi dalam pemilu lalu itu, kali ini tercatat sebesar 41,5 persen belum menyatakan pilihannya. Menjadi agak ironis, justru di dalam wilayah kemenangannya dahulu kini Jokowi belum berhasil menguasai secara signifikan kluster ”Cirebonan”.
Persaingan paling ketat di antara kluster politik Jawa Barat tampaknya pada kluster ”Bandung Raya” yang terdiri dari kawasan kota ataupun kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cimahi, dan Sumedang. Kedua sosok tergolong imbang. Prabowo menguasai hingga 38,0 persen dan Jokowi 35,4 persen. Jika dikaji dari perolehan suara Jokowi dalam pemilu presiden lalu, terjadi peningkatan di kluster ini sekaligus penurunan bagi Prabowo.
Akan tetapi, sekalipun pada kluster-kluster politik sebelumnya Prabowo cenderung menurun, di dua kluster politik lainnya, yaitu kluster ”Megapolitan” dan ”Priangan Barat”, masih dominan. Di ”Megapolitan” terdapat kabupaten Bekasi, kota Bekasi, Bogor, dan Depok yang berbatasan dengan wilayah ibu kota negara, DKI Jakarta. Pada wilayah ini, Prabowo menguasai 38,1 persen responden. Di sisi lain, Jokowi menguasai hingga 31,3 persen.
Begitu pula, penguasaan terbesar Prabowo masih tampak konsisten di kluster ”Priangan Barat”, yang meliputi sebagian kabupaten Bogor, Cianjur, hingga Sukabumi. Pada wilayah ini, 43,3 persen responden mengaku memilih Prabowo. Dalam porsi yang lebih kecil, 28,7 persen menjadi pendukung Jokowi.
Jika dibandingkan dengan perolehan suara pemilu lalu, apa yang terjadi di kluster ini sangat jelas mengindikasikan loyalitas pendukung Prabowo yang tidak tergoyahkan. (BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS)