Ajang Pertarungan Ulang Para Bupati
Memasuki Kuala Kapuas, ibu kota Kabupaten Kapuas, suasana kota tampak asri dan indah. Sepanjang jalan tak ada sampah berserakan. Jalan terlihat bersih, dilengkapi trotoar yang bagus bagi para pejalan kaki. Mengendarai kendaraan di pusat kota juga terasa menyenangkan. Tidak ada kemacetan dan kesemrawutan.
Hiruk-pikuk aktivitas perdagangan dan bongkar muat justru tampak di sekitar kawasan pasar dan kota lama yang berada di tepi Sungai Kapuas. Bagi penduduk Kapuas, Sungai Kapuas boleh dikatakan menjadi tulang punggung perekonomian dan jalan menuju desa mereka. Perkampungan dan rumah-rumah penduduk tampak terlihat di sepanjang pinggiran Sungai Kapuas.
Kini Sungai Kapuas menjadi pilihan kedua setelah jalan darat menuju desa-desa di wilayah Kapuas mulai dibangun. Sejak jalan lintas Kalimantan dibangun, kebanyakan penduduk lebih menyukai perjalanan darat daripada melalui sungai. Jarak sejauh lebih kurang 160 kilometer dari Kuala Kapuas menuju Palangkaraya bisa ditempuh kurang dari 4 jam. Sementara itu, perjalanan dari Kuala Kapuas menuju Kota Banjarmasin ditempuh sekitar 2 jam.
Letak Kapuas yang strategis di antara jalur utama kota Banjarmasin-Palangkaraya itu membuatnya ramai dan banyak dikunjungi orang-orang yang lalu lalang menuju kedua kota itu. Kabupaten Kapuas kini semakin terbuka dan berkembang.
Secara demografis, penduduk Kabupaten Kapuas heterogen. Penduduk asli Kabupaten Kapuas adalah etnis Dayak Ngaju, yang terdiri atas dua subetnis, yaitu uluh Kapuas-Kahayan yang mendiami sepanjang tepian Sungai Kapuas-Kahayan bagian hilir dan tengah, dan uluh Ots Danum yang mendiami sepanjang tepian Sungai Kapuas-Kahayan bagian hulu.
Suku Dayak Ngaju cukup memegang peranan penting dalam pemerintahan di Kabupaten Kapuas. Banyak pejabat daerah dan tokoh masyarakat berasal dari suku Dayak Ngaju. Adapun suku Banjar umumnya bermukim di sekitar aliran Sungai Kapuas, Kapuas Murung, dan Anjir atau Terusan yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Selatan.
Suku Melayu Banjar memegang peranan penting dalam perdagangan dan pertanian di Kabupaten Kapuas. Suku lain yang berdomisili di Kapuas adalah Jawa, Madura, dan suku Bali di Kecamatan Basarang yang dulunya adalah daerah tujuan transmigrasi dari Pulau Bali.
Etnis dan agama
Dalam kontestasi politik lokal, latar belakang, popularitas, dan elektabilitas calon menjadi pertimbangan utama parpol dalam mengusung tokoh. Pengamat budaya dari Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Palangkaraya, Ervantia Restulita, menjelaskan, tokoh yang diusung di pemilihan kepala daerah di Kabupaten Kapuas umumnya mempertimbangkan representasi etnis dan agama. Hal itu juga tampak dalam dua kali pilkada di Kabupaten Kapuas.
Pada Pilkada 2008, dari lima pasangan calon bupati dan wakil bupati, latar belakang calon beragam, baik yang berasal dari etnis Dayak, Banjar, dan Jawa maupun dari latar belakang agama.
Saat itu pasangan calon yang bertarung adalah Anang Ardiansyah-Rianova (Golkar dan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan), H Masyumi Rivai-H Wahyu Dinata (PPP dan PKB), Areramon- Agustuyu Tamin (Partai Demokrat dan delapan partai nonparlemen), HM Mawardi-Suraria Nahan (PDI-P, PBR, dan PBB) serta H Akhmad Riduan-Angge Aban Rahu (PAN, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, PKS, dan PPDI).
Hasil Pilkada 2008 menempatkan HM Mawardi-Suraria Nahan meraih suara terbanyak dan terpilih menjadi bupati dan wakil bupati Kabupaten Kapuas periode 2008-2013.
Sementara Pilkada 2013 lalu diikuti tiga pasangan calon yang bersaing memperebutkan kursi nomor satu di Kabupaten Kapuas. Ketiga pasangan calon tersebut adalah Muhammad Mawardi-Herson Barthel Aden, Ben Brahim S Bahat-Muhajirin, dan Surya Dharma-Taufiqurahman.
Latar belakang ketiga pasangan calon itu juga beragam. Mawardi dan Surya Dharma beragama Islam, sementara Ben Brahim beragama Kristen Protestan. Saat itu, Ben Brahim S Bahat berhasil memenangi kursi bupati dan mengalahkan Muhammad Mawardi dengan selisih suara tipis.
Tanding ulang
Pertarungan antara Ben Brahim S Bahat (Bupati Kapuas 2013-2018) dan Muhammad Mawardi (Bupati Kapuas 2008-2013) seakan mengulang kembali persaingan lima tahun lalu. Pada Pilkada 2013, ada tiga pasangan calon yang bersaing memperebutkan kursi kepala daerah.
Pasangan pertama adalah Muhammad Mawardi-Herson Barthel Aden yang diusung oleh koalisi PDI-P dan Demokrat. Saat itu Mawardi adalah bupati petahana. Mawardi juga tercatat sebagai Ketua DPC PDI-P Kabupaten Kapuas. Sebelum terpilih sebagai Bupati Kapuas, Mawardi juga pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004-2009.
Pasangan calon kedua adalah Ben Brahim S Bahat-Muhajirin yang diusung koalisi Partai Golkar, Partai Pelopor, dan Partai Persatuan Daerah (PPD). Saat itu Ben Brahim tercatat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan Tengah. Sementara Muhajirin adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Pulang Pisau.
Pasangan ketiga adalah Surya Dharma-Taufiqurrahman yang diusung koalisi partai-partai nonparlemen. Surya Dharma berlatar belakang pengusaha, sedangkan Taufiqurrahman adalah pensiunan PNS Kantor Kemenag Kapuas.
Hasil perolehan suara saat itu memenangkan pasangan Muhammad Mawardi-Herson Barthel Aden. Namun, hasil keputusan KPU Kapuas itu kemudian digugat di Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, MK memerintahkan kepada KPU Kabupaten Kapuas agar melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS enam desa/kelurahan. Setelah pemilihan ulang, pasangan Ben Brahim-Muhajirin ditetapkan sebagai pemenang pilkada dengan selisih suara tipis, 406 suara dengan HM Mawardi-Herson Barthel Aden.
Tahun ini, Ben Brahim sebagai bupati petahana kembali mencalonkan diri. Ben Brahim menggandeng Nafiah Ibnor sebagai calon wakil bupati. Nafiah Ibnor tercatat sebagai kader PDI-P. Pasangan ini diusung koalisi Golkar, PDI-P, Nasdem, PKB, Gerindra, PAN, dan PPP.
Sementara itu, Muhammad Mawardi kembali mendaftarkan diri dan menggandeng Muhajirin yang saat ini masih menjabat Wakil Bupati Kapuas. Pasangan calon Mawardi-Muhajirin diusung koalisi Demokrat, Hanura, dan PBB. Saat ini Muhammad Mawardi masih tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Provinsi Kalimantan Tengah.
Potensi konflik
Ketatnya persaingan di antara para calon membuat kontestasi politik di ”Kota Air” itu cenderung ”menghangat”. Pada pilkada lima tahun lalu, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kalimantan Tengah menemukan tiga pelanggaran terkait pilkada, yakni dugaan politik uang, netralitas penyelenggara pilkada, baik KPU Kapuas maupun Bawaslu Provinsi, serta terjadinya intimidasi.
Pada pilkada tahun ini, Kabupaten Kapuas juga termasuk salah satu daerah yang mendapatkan ”perhatian khusus” dalam penyelenggaraan pilkada. Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah menilai pilkada di Kabupaten Kapuas mempunyai tingkat kerawanan tinggi.
Menghangatnya situasi politik di Kapuas itu tampak pada pemilihan kepala daerah tahun ini. Persoalan bermula saat penetapan calon peserta pilkada. Awalnya, dari dua pasangan calon yang mendaftar, KPU Kabupaten Kapuas hanya menetapkan satu pasangan calon, yaitu Ben Brahim-Nafiah Ibnor. Sementara pasangan calon lainnya, Muhammad Mawardi-Muhajirin (2M), dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.
Gugurnya pencalonan 2M itu bermula dari dukungan Partai Bulan Bintang (PBB) terhadap Muhammad Mawardi-Muhajirin yang dinilai bermasalah oleh KPU Kabupaten Kapuas. Ketua KPU Kabupaten Kapuas Badriansyah menjelaskan, PBB sebelumnya telah menerbitkan surat dukungan dan mengusung Ben Brahim-Nafiah sebagai pasangan calon kepala daerah.
Sesuai dengan Surat Edaran KPU Nomor 17 , semua berkas pencalonan ditandatangani ketua umum dan sekretaris jenderal. Sementara Surat Keputusan (SK) pengusungan PBB terhadap Muhammad Mawardi-Muhajirin hanya ditandatangani pelaksana tugas. Keputusan KPU Kapuas yang menggugurkan pencalonan 2M itu kemudian digugat ke Panwaslu Kapuas.
Namun beberapa hari setelah rapat pleno penetapan calon dan pencabutan nomor urut pasangan calon, KPU Kapuas kemudian mengeluarkan surat keputusan yang salah satunya berisi penjadwalan perpanjangan pendaftaran calon.
Setelah melakukan pendaftaran ulang dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan, pasangan 2M kemudian ditetapkan sebagai peserta pilkada. Pasangan Muhammad Mawardi-Muhajirin akan berhadapan dengan pasangan petahana Ben Brahim-Nafiah Ibnor.
Sejumlah persoalan
Kabupaten Kapuas mempunyai posisi strategis di Kalimantan Tengah. Tak hanya berpotensi sebagai pusat pengembangan hasil-hasil pertanian, wilayah ini juga berpotensi menjadi kota perdagangan dan jasa. Kuala Kapuas merupakan gerbang selatan Provinsi Kalimantan Tengah.
Kabupaten Kapuas juga dikenal sebagai lumbung padi di Kalimantan Tengah. Tak kurang dari 51 persen kebutuhan beras di Kalimantan Tengah dipasok dari Kapuas. Kabupaten ini didukung lahan pertanian seluas 76,8 ribu ha dari potensi lahan 277.000 hektar.
Pada masa Orde Baru, lahan gambut di Kabupaten Kapuas akan dikembangkan menjadi lahan pertanian. Sayangnya, proyek nasional lahan padi 1 juta hektar itu kemudian berhenti bersamaan dengan tumbangnya rezim Orde Baru. Kegagalan itu kemudian meninggalkan kerusakan ekosistem atas areal perkebunan dan wilayah perikanan darat tradisional. Lahan gambut itu kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Jika menilik dari produk domestik regional bruto (PDRB), basis perekonomian di Kabupaten Kapuas masih bertumpu pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, disusul sektor perdagangan dan sektor pertambangan.
Komoditas pertanian yang potensial di Kabupaten Kapuas adalah padi, kelapa sawit, karet, sabut kelapa, dan anyaman rotan. Kabupaten ini sebenarnya kaya akan bahan tambang, seperti intan, emas, batubara, mika, kaolin, batu kapur, dan pasir kuarsa.
Kabupaten Kapuas masih menyimpan sejumlah persoalan sosial ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kapuas berada di peringkat ketujuh dari 14 kabupaten/kota di Kalimantan Tengah.
Persentase penduduk miskin di Kabupaten Kapuas tahun 2015 tercatat 6,03 persen atau sekitar 20.900 penduduk, lebih tinggi daripada rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 5,9 persen.
Persentase penduduk miskin Kabupaten Kapuas berada di urutan ketujuh dari kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Kabupaten Kapuas juga masih memiliki 30 desa tertinggal dari 214 desa. Jumlah penduduk yang menganggur di Kabupaten Kapuas juga semakin bertambah.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2017 sebesar 5,42 persen, naik ketimbang TPT tahun 2015 yang 4,07 persen. Dibandingkan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah, tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Kapuas tertinggi kedua setelah Kota Palangkaraya.
Masalah sengketa agraria atau konflik lahan hingga kini masih kerap menjadi persoalan di Kabupaten Kapuas. Sebagian wilayah yang rawan konflik lahan antara lain berada di wilayah Kapuas Hulu, Mantangai, Timpah, Basarang, Dadahup, dan Kapuas Murung.
Sengketa lahan itu antara lain berupa konflik antara perusahaan dan warga, konflik tata batas antarkampung dan kabupaten, tumpang tindih izin antarkonsesi, serta ketidakjelasan klaim kepemilikan lahan dan hutan.
Potensi konflik dengan masyarakat lokal terjadi seiring meningkatnya ekspansi perusahaan perkebunan sawit dan tambang batubara di Kapuas dan Kalimantan pada umumnya. Persoalan itu berkelindan dengan masih lemahnya penegakan hukum bagi sejumlah perusahaan yang beroperasi secara ilegal.
Berdasarkan data yang diolah tim pemetaan PUSAKA, luasan izin konsesi di Kabupaten Kapuas sudah tumpang tindih dengan luas administrasi wilayah. Dari administrasi wilayah kabupaten seluas 1,7 juta hektar, sebagian besar telah menjadi konsesi.
Beragam persoalan lain yang perlu mendapatkan perhatian kepala daerah terpilih nanti antara lain ketersediaan dan kualitas sarana air bersih, pelabuhan dan dermaga bongkar muat barang, serta jasa, terutama di seputar pasar Kapuas, dan penataan pedagang kaki lima. (ANTONIUS PURWANTO/LITBANG KOMPAS)