Pertarungan Puncak Tanpa Lawan
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Puncak, Papua, menjadi salah satu kontestasi yang ”sepi”. Betapa tidak, di daerah ini menjadi salah satu dari 13 pilkada tahun 2018 yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon alias calon tunggal. Kristalisasi politik semakin menguat ketika mayoritas dukungan partai berada dalam barisan calon tunggal tersebut.
Pasangan calon tunggal tersebut adalah Willem Wandik-Alus Murib yang resmi ditetapkan sebagai kontestan dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Puncak, Papua, dalam pilkada serentak pada 14 Februari 2018. Penetapan dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak berdasarkan berita acara rapat pleno penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Puncak tahun 2018.
Dalam keputusan tersebut, pasangan Willem Wandik-Alus Murib merupakan petahana, dinilai memenuhi syarat menjadi peserta Pilkada Kabupaten Puncak 2018. Di Papua sendiri, dalam pilkada serentak 2018, ada tiga kabupaten yang pilkadanya hanya diikuti oleh satu pasangan calon atau calon tunggal. Selain Kabupaten Puncak, dua daerah lain adalah Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Mamberamo Tengah.
Dalam proses pendaftaran dan verifikasi, selain pasangan Willem Wandik-Alus Murib, KPU Kabupaten Puncak juga sempat menerima pendaftaran dari pasangan Repinus Telenggen-David Ongomang. Akibat dukungan ganda dari partai politik yang mengusungnya dan dari hasil verifikasi KPU Puncak ke pengurus pusat partai terkait, pasangan Repinus Telenggen- David Ongomang pun akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon di Pilkada Kabupaten Puncak.
Willem Wandik, yang juga petahana Bupati Puncak ini, dalam rilisnya yang disebar ke media memandang calon tunggal akan mengurangi potensi konflik di wilayah Puncak. Sebab, kabupaten di Pegunungan Papua tersebut memiliki karakter yang berbeda dengan wilayah lain.
Meski berhadapan dengan kotak kosong, pasangan calon tunggal ini berniat akan terus bekerja untuk meyakinkan masyarakat Puncak agar memilih mereka. Upaya ini tetap mereka lakukan meskipun di atas kertas potensi kemenangan sudah di depan mata mereka.
Bagi pasangan Willem Wandik-Alus Murib, salah satu yang mereka jaga adalah kesuksesan dan kelancaran pilkada itu sendiri. ”Meski kami berhadapan dengan kotak kosong, bukan berarti kami terus diam. Kami akan terus mempersiapkan yang terbaik bagi Kabupaten Puncak. Kami ingin semua aman dan damai,” ujar Wandik.
Rawan
Tentu keamanan dan kelancaran pilkada menjadi prioritas karena di wilayah ini sempat menorehkan sejarah suram kerawanan terkait pelaksanaan pilkada. Saat proses Pilkada Puncak 2013, sedikitnya tercatat ada 51 warga tewas karena perang selama proses pilkada dalam kurun waktu dua tahun di kisaran 2011-2013.
Suasana mencekam tetap terasa hingga awal 2015, jauh setelah pilkada usai. Dalam sejumlah pemberitaan disebutkan perang yang dimaksud adalah ”perang saudara” yang kemudian diselesaikan secara adat.
Hal ini juga dipicu oleh proses pilkada yang terlalu panjang dan lama. Pilkada Puncak 2013 diwarnai gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait gugatan dari salah satu pasangan calon terkait penetapan hasil pilkada. Proses panjang ini sampai menghabiskan waktu lebih kurang dua tahun.
Sejarah suram ini semakin menguat jika merujuk Indeks Kerawanan Pemilu Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum. Kabupaten Puncak tercatat masuk kategori tingkat kerawanan tinggi dengan skor 3,28 dari rentang angka 1-5. Skor ini menempatkan Kabupaten Puncak berada di posisi keempat dari kabupaten/kota yang paling rawan pilkadanya.
Catatan Bawaslu menyebutkan, perlu beberapa hal terkait pelaksanaan Pilkada 2018 di Kabupaten Puncak. Khususnya pada variabel profesionalitas penyelenggara karena pengalaman di kontestasi politik sebelumnya tidak tersedianya tempat pemungutan suara khusus penyandang disabilitas di sejumlah tempat. Selain itu, penggunaan sistem noken dengan pencoblosan yang diwakilkan kepada kepala suku sedikit banyak melahirkan konflik.
Bawaslu juga mencatat dalam laporannya, di Kabupaten Puncak pernah terjadi kekerasan kepada penyelenggara pemilu seperti tersebut di atas, bahkan perusakan kantor KPU daerah oleh salah satu pendukung pasangan calon pernah terjadi di wilayah ini.
Selain kekerasan fisik, intimidasi dan kekerasan terhadap penyelenggara juga berpotensi kembali terjadi pada Pilkada 2018. Diskualifikasi pasangan calon yang terjadi akibat dukungan ganda salah satu partai politik ini pun juga masuk dalam analisis Bawaslu untuk Kabupaten Puncak.
Selain itu, untuk tingkat kerawanan di tahapan pilkada nanti, Bawaslu mencatat berada di tahapan kampanye, terutama dengan potensi praktik politik uang dan pelibatan aparatur sipil negara serta penggunaan fasilitas negara oleh petahana. Apalagi sang petahana yang kini maju adalah pasangan calon tunggal.
Modal ganda
Pasangan petahana Willem Wandik-Alus Murib, selain menjadi pasangan calon satu-satunya yang berlaga di pilkada Kabupaten Puncak, pasangan ini juga memiliki modal kekuatan penuh, yakni dukungan dari semua partai politik peraih kursi di DPRD Kabupaten Puncak. Artinya, sudah menjadi calon tunggal, pula didukung mayoritas kekuatan di legislatif. Kurang apalagi? Inilah modal politik ganda pasangan petahana.
Akibatnya, daya tarik kontestasi pun sebenarnya juga mulai mengendur. Saraf-saraf persaingan yang secara wajar mestinya hadir menjadi hilang. Betapa tidak, di atas kertas pasangan Willem Wandik-Alus Murib hanya tinggal mengikuti prosedur dan tahapan pilkada tanpa terbebani harus bersaing dengan kontestan lain. Jika sudah resmi menang pun, tak perlu risau dengan dukungan parlemen. Semua kursi di DPRD Puncak sudah di tangan pasangan ini.
Menariknya, secara konstelasi politik lokal, di Kabupaten Puncak ini hampir tidak terjadi kekuatan dan konfigurasi politik yang linier dengan persaingan politik di tingkat nasional. Koalisi partai yang mengusung pasangan Willem Wandik-Alus Murib yang notabene semua partai yang memiliki kursi di DPRD. PDI-P dan Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, dua partai yang secara nasional sangat jarang menjalin koalisi, berada dalam koalisi pendukung pasangan Willem Wandik-Alus Murib.
Dari hasil Pemilu 2014 di Kabupaten Puncak, PDI-P dan PKS menjadi dua partai politik yang sama-sama bersaing di peringkat atas. Keduanya meraih sama-sama 4 kursi di DPRD Kabupaten Puncak. Tentu saja, soliditas koalisi ini akan diuji dalam lima tahun ke depan apakah cukup kuat ataukah rapuh.
Hal ini mengingat koalisi ini di awal hanya sekadar koalisi mengusung pasangan calon di pilkada. Pengalaman di sejumlah koalisi pilkada berpotensi pudar di tengah jalan, khususnya terkait dengan kebijakan kepala daerah yang diusung tidak mendapatkan dukungan dari sebagian anggota koalisi.
Nah, pilkada Kabupaten Puncak akan menguji konsistensi koalisi ini. Apalagi kontestasi politik nasional, terutama pemilihan presiden sedikit banyak akan membuat konfigurasi di tingkat nasional berbeda dengan peta politik di tingkat lokal. Namun sebelum semua itu dihadapi, rasanya pasangan Willem Wandik-Alus Murib akan diuji dengan ”lawannya” yaitu kotak kosong. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)