Membaca Arah Suara Kotak Kosong Tapin
Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, untuk pertama kalinya diikuti oleh pasangan calon tunggal. Sosok calon kepala daerah sebagai petahana bupati dan calon wakilnya dari pengusaha, di atas kertas cukup kuat meraih kemenangan.
Namun, proses di balik lahirnya pasangan calon tunggal turut membentuk persepsi publik sehingga suara kotak kosong berpeluang memutarbalikkan hasil pilkada nanti.
Gejala akan terjadinya pertarungan antara kotak kosong melawan pasangan calon tunggal telah terbaca sejak proses pencalonan. Paling tidak ada dua peristiwa menarik yang melatarbelakangi kemunculan calon tunggal.
Peristiwa pertama adalah, pasangan calon tunggal lahir karena diusung oleh seluruh partai politik di DPRD Kabupaten Tapin. Sebanyak delapan partai pengusung dengan total 25 kursi di DPRD Tapin, yakni PAN, PKS, PPP, Gerindra, Demokrat, PDIP, PKB dan Golkar, seluruhnya mengusung pasangan calon Arifin Arpan- Syafrudin Noor sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Tapin.
Tanda-tanda bahwa Arifin berpotensi memperoleh dukungan seluruh partai sudah terbaca sejak tahun pilkada sebelumnya. Pada pilkada 2012, Arifin Arpan diusung oleh tujuh parpol yaitu Golkar, PKB, PPP, PDIP, Demokrat dan PKS.
Arifin saat itu sudah dikenal memiliki latar belakang birokrat dan sempat menjadi staf ahli bupati Tapin, lalu masuk ke jalur legislatif melalui PKB.
Dua parpol tersisa saat pilkada 2012, yakni PAN dan PBR, juga mengajukan pasangan calon. Adapun seorang pasangan calon lain maju dari jalur independen.
Dari antara tiga pasang kandidat yang bertarung di pilkada 2012, Arifin mampu meraih hampir tiga perempat suara pemilih. Sebuah kemenangan yang terbilang telak dengan dukungan partai cukup banyak.
Sengketa Pencalonan
Peristiwa menarik kedua yang melatarbelakangi lahirnya pasangan calon tunggal adalah kegagalan bakal pasangan calon independen yang sempat mengemuka sebagai konflik yang terlihat oleh publik.
Nama Muhammad Supriyadi dan Nanang Dikhyah Ardiansyah sempat mencuat di kalangan publik saat masa pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada di Kabupaten Tapin. Pasangan Supriadi-Nanang mendaftar ke KPUD Tapin sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati dari jalur independen.
Tanggal 29 November 2017, kedua bakal calon (balon) tersebut menyerahkan fotokopi KTP dukungan sebanyak 13.978 lembar ke KPUD Tapin. Pemeriksaan berkas dilakukan, kemudian pada KPU menerbitkan berita acara tanggal 30 November 2017 yang menyatakan berkas dukungan kedua balon telah memenuhi syarat.
Namun, tanggal 6 Desember 2017 KPUD Tapin mengeluarkan berita acara yang menyatakan jumlah dukungan balon independen tidak memenuhi syarat karena fotokopi KTP dukungan mereka hanya berjumlah 4.978 lembar.
Berangkat dari peristiwa tersebut, balon independen kemudian mengadu ke Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Tapin. Pihak Panswalu Tapin menerima laporan pada tanggal 18 Desember 2017 dengan status laporan ”tidak dapat ditindaklanjuti dan bukan pelanggaran pemilihan”, dengan alasan pengaduan dari balon tidak disertai arsip foto kopi KTP yang diklaim balon berjumlah 13.978 lembar.
Merasa tidak puas dengan tanggapan panawaslu Tapin, balon independen akhirnya memperkarakan persoalan tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Supriyadi memperkarakan Ketua dan empat anggota KPUD Tapin serta Ketua dan tiga anggota Panwaslu Tapin atas dugaan pelanggaran kode etik.
Setelah dilakukan sidang pemeriksaan, pada 8 Februari lalu DKPP memutuskan memberikan peringatan keras kepada ketua dan anggota KPUD Tapin serta memberikan peringatan kepada ketua dan anggota panwaslu Tapin. Hasil tersebut tidak mengubah kenyataan bahwa balon independen gagal maju dalam pilkada Tapin.
Orang Kuat Lokal
Upaya semua partai yang sedemikian solid mengajukan satu pasangan calon dan bayangan konflik di balik terjegalnya calon independen, mengukuhkan kesan adanya kesamaan sikap dari hampir seluruh elit beralaskan kepentingan yang sama.
Kesamaan kepentingan elit yang sedemikian tersebut pada gilirannya tidak lepas dari sosok yang berdiri di belakang kalangan elit ini. Budi Suryadi, Dosen Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin menilai bahwa sosok yang berdiri di belakang elit memiliki kekuatan ekonomi yang besar.
“Saya rasa yang perlu diwaspadai dalam pilkada ini bukan munculnya pejabat sebagai raja-raja kecil, tetapi lebih pada keberadaan orang kuat lokal” ujar Budi.
Adapun “orang kuat lokal” ini merujuk pada pengusaha yang awalnya berfokus pada usaha pertambangan batubara, kemudian kegiatan usahanya meluas hingga merambah ke bidang usaha lain pendukung sektor pertambangan.
Pada saat usaha sang orang kuat lokal masih sebatas batubara, tidak ada persinggungan kepentingan yang besar sehingga kepedulian orang kuat lokal terhadap pilkada relatif kecil. Ketika kegiatan usahanya kian menggurita, orang kuat lokal memerlukan lobi yang kuat guna memastikan kelancaran usahanya.
Lama-kelamaan, orang kuat ini semakin dominan. “Kalau dulu mereka mencari calon untuk didukung, sekarang siapa yang akan maju pilkada harus mendapatkan restu orang kuat lokal” ujar Budi menambahkan.
Sengketa pilkada di Tapin adalah bagian dari perlawanan atas dominasi orang kuat lokal dalam proses penetapan pasangan calon dalam pilkada Tapin. Latar belakang munculnya calon independen di Tapin itu beda dengan di Hulu Sungai Selatan. “Di Tapin ada motif kemarahan, maju tanpa dukungan parpol”, ujar Budi.
Ekonomi Tambang
Dominasi orang kuat lokal, turut memberikan andil signifikan pada perekonomian di Tapin. Tahun 2016 tercatat sekitar 27 persen perekonomian Tapin masih mengandalkan sektor pertambangan walaupun sektor pertambangan batubara sebenarnya masih dalam kondisi terpuruk.
Tahun-tahun sebelumnya saat pasar batubara belum lesu, sektor pertambangan dan penggalian selalu memberikan kontribusi di atas 30 persen dalam perekonomian Tapin. Tahun 2015, tercatat produksi batubara di Tapin mencapai 17,4 juta ton atau sekitar 12 persen dari total 148,8 juta ton produksi batubara Kalimantan Selatan.
Tercatat ada 7 dari total 12 kecamatan di Tapin yang menjadi wilayah pertambangan Batubara. Ketujuh kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Binuang, Hatungun, Tapin Selatan, Kecamatan Salam Babaris, Bungur, Piani dan Kecamatan Lokpaikat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa aktivitas pertambangan batubara di Tapin didominasi oleh dua sosok kakak beradik. Dari tujuh kecamatan, tiga di antaranya yaitu Salam Barbaris, Bungur, dan Kecamatan Tapin Selatan menjadi wilayah pertambangan perusahaan yang dikelola orang kuat lokal tersebut.
Sayangnya, sektor pertambangan yang terus tumbuh tidak serta-merta diikuti dengan kemajuan perekonomian Kabupaten Tapin secara keseluruhan. Pemeliharaan ruas jalan yang menjadi wilayah tanggung jawab pemerintah Kabupaten Tapin masih jauh dari memadai.
Tahun 2016, sekitar 48 persen dari total 617,2 kilometer jalan milik kabupaten berada dalam kondisi rusak dan rusak berat. Sementara, tingkat kerusakan jalan milik provinsi hanya 2 persen dan jalan negara 20 persen.
Adapun tingkat pengangguran terbuka di Tapin (tahun 2015) mencapai 5,14 persen, berada di atas rata-rata Provinsi Kalimantan Selatan yakni 4,92 persen. Tingkat pengangguran terbuka di Tapin juga tercatat dua kali lipat lebih tinggi daripada Kabupaten tetangganya, Hulu Sungai Selatan yang ekonominya justru lebih rendah.
Sepanjang 2016, total nilai kegiatan ekonomi di Kabupaten Tapin tercatat Rp 6,9 triliun, hanya sedikit lebih baik dari wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang didominasi kegiatan pertanian dan industri pengolahan (Rp 5,24 triliun).
Besaran rasio Gini yang mengukur ketimpangan distribusi pendapatan di Kabupaten Tapin tahun 2015 tercatat 0,35. Ketimpangan distribusi pendapatan di Tapin setara dengan angka Provinsi Kalsel, namun lebih besar daripada ketimpangan di kabupaten tetangganya Hulu Sungai Selatan (0,31).
Secara keseluruhan, ekonomi Tapin tahun 2016 tumbuh 4,38 persen, sedikit lebih baik dibandingkan Provinsi Kalsel (4,38 persen) namun berada di bawah Kabupaten tetangganya Hulu Sungai Selatan (6,08 persen).
Arah Kemenangan
Hasil pembangunan di Tapin mencerminkan kinerja pemimpin daerahnya. Berangkat dari fakta yang ada, masyarakat Tapin mungkin saja akan melihat hasil pembangunan di wilayah mereka sebagai bentuk praktik kepemimpinan yang bias ke atas.
Pola kepemimpinan demikian boleh jadi sudah terbaca oleh masyarakat Tapin sejak calon petahana terpilih dalam pilkada sebelumnya. Hasil penghitungan suara dalam pilkada di Tapin 2012 menunjukkan banyaknya surat suara yang dinyatakan tidak sah. Pada pilkada tahun 2012 tercatat ada hampir 6.000 surat suara tidak sah atau lebih kurang sekitar 5,8 persen dari total 102.716 jumlah pemilih yang menggunakan haknya.
Walaupun tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada Tapin tahun 2012 mencapai 78,69 persen, suara tidak sah saat itu terbilang besar. Suara yang tidak sah kebanyakan terjadi karena warga mencoblos secara ganda, yaitu dua hingga tiga pasang calon dicoblos sekaligus.
Banyaknya surat suara yang tidak sah bisa saja disebabkan kurangnya sosialisasi di masyarakat terkait cara pencoblosan. Namun, pada sisi lain hal ini bisa juga mencerminkan ekspresi politik masyarakat. Warga yang merasa bahwa tidak ada calon yang bisa memenuhi aspirasi mereka, kemudian tetap datang ke TPS namun memutuskan membuat suaranya tidak sah.
Dalam pilkada Tapin mendatang, terbuka juga peluang bahwa suara yang tidak setuju akan besar jumlahnya meskiupun suara tidak setuju itu tidak melakukan kampanye.
Pengalaman pilkada di Kabupaten Tasikmalaya (2015) yang mengusung pasangan calon tunggal adalah salah satu contoh yang menggambarkan fenomena tingginya suara tidak setuju dan banyaknya suara tidak sah.
Hasil temuan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di pilkada Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan sebanyak 14 TPS memiliki jumlah surat suara tidak sah di atas 10 persen, bahkan ada TPS yang mencapai 20 persen. Selain itu, ada juga TPS yang mencatat pemilih tidak setuju mencapai 80 persen dari total daftar pemilih tetap (Kompas, 10/12/2015).
Meskipun kemenangan pasangan calon tunggal terbuka lebar di pilkada Tapin, namun paslon tersebut tetap perlu mempertimbangkan kelompok masyarakat yang akan memilih suara tidak setuju. Suara kotak kosong tak bisa dipandang sebelah mata. (BIMA BASKARA/LITBANG KOMPAS)