Antara Trah Bupati dan Kotak Kosong

Kompas/Pingkan Elita Dundu (PIN)

Pasangan calon Bupati Tangerang 2018-2023, Ahmed Zaki Iskandar (kiri) dan wakilnya Mad Romli (kanan) usai ditetapkan KPU untuk ikut dalam perhelatan demokrasi, Senin (12/2/2018). Seluruh parpol di DPRD Tangerang mendukung mereka, yang mengakibatkan di pilkada mereka akan melawan kotak kosong.

Kombinasi dari hegemoni politik kedaerahan, kekuatan kapital yang berkelindan dengan birokrasi dan apatisme politik masyarakat khas pekerja pendatang, akhirnya membuahkan hanya satu alternatif pasangan calon bagi masyarakat pemilih di Pilkada Kabupaten Tangerang 2018.

Dua belas partai politik di DPRD Kabupaten Tangerang dengan total penguasaan 50 kursi secara bulat mengusung kandidat dari Partai Golkar, Ahmad Zaki Iskandar – Mad Romli sebagai calon tunggal. Tak tersisa tiket kursi parpol bagi calon lain untuk ikut maju di pilkada wilayah penyangga ibu kota ini.

Ahmad Zaki Iskandar adalah bupati petahana yang terpilih dalam Pilkada 2013, yang saat itu berpasangan dengan Hermansyah. Pasangan itu menang dengan perolehan 599.478 suara atau 55,46 persen, mengalahkan tiga pasangan calon lainnya. Saat itu, pasangan “Zaher” diusung oleh koalisi 7 parpol, yakni Golkar, Hanura, Gerindra, PKS, PKB, PBR, dan PBB.

Dalam Pilkada 2013 tersebut, tiga pasangan calon yang menantang pasangan Zaher adalah Aden Abdul Kholiq-Suryana, yang diusung Partai PPP, PPNUI, PKPB, dan PDP, pasangan Ahmad Subadri-M Aufar Sadat Hutapea diusung Partai Demokrat, dan pasangan Achmad Suwandi -Mukhlis yang diusung PDIP dan PAN.

Direktur Lembaga Kebijakan Publik (LKP) Kota Tangerang, Ibnu Jandi menyatakan, keberadaan calon tunggal di Tangerang merupakan perwujudan kalkulasi dan kehendak partai politik. Zaki dinilai memiliki banyak uang sehingga seakan hanya dia yang layak memimpin kabupaten. Penguasa terlihat “memagari kekuasaan”nya sehingga campur tangan birokrat di Kabupaten Tangerang pun bukan hal yang aneh.

Dalam kasus Kabupaten Tangerang, mesin partai terlihat tidak bekerja karena tidak berani memunculkan calon lain sebagai pesaing petahana. Tak heran partai politik pun memilih jalan pintas dan menyingkirkan sejenak ideologi. “Ideologi partai politik menjadi tidak bermakna di Tangerang,”kata Ibnu.

Meski cenderung mustahil, Ibnu masih berharap publik Kabupaten Tangerang berani melawan upaya melanggengkan kekuasaan dengan cara-cara yang dilakukan petahana saat ini. Upaya menghadirkan kekuasaan dinasti keluarga harus dilawan dengan kecerdasan memilih dan menjadikan kapasitas dan kapabilitas kinerja kepemimpinan daerah sebagai patokan apakah ia layak dipilih kembali.

Trah Bupati

Petahana Bupati Ahmad Zaki Iskandar merupakan anak dari tokoh Tangerang, Bupati Ismet Iskandar. Ismet Iskandar menjadi bupati yang terpilih melalui pilkada yang diselenggarakan pertama kali di Kabupaten Tangerang tahun 2008.

Saat itu Ismet Iskandar berpasangan dengan Rano Karno. Mereka berhadapan dengan tokoh-tokoh Tangerang lainnya yang kelak akan menjadi kepala daerah. Diantaranya adalah pasangan calon Usamah Hisyam-Habib Ali Alwy Al Husainy dan paslon Jazuli Juwaini-Airin Rachmi Diany. Airin kemudian memenangi pilkada Kota Tangerang Selatan setelah mekar dari Kabupaten dan Kota Tangerang.

Pasangan Ismet-Rano akhirnya menang dan menjabat Bupati-Wakil Bupati Tangerang periode 2008-2013. Namun di tengah jalan, pada tahun 2011, Rano mundur karena menang sebagai Wakil Gubernur Banten berpasangan dengan Gubenur Atut Chosiyah.

Dalam Pilkada 2018 ini, Ahmad Zaki Iskandar berpasangan dengan Mad Romli. Mad Romli adalah juga Wakil Ketua DPD Golkar Kabupaten Tangerang. Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara tahun 2018 diketahui jumlah kekayaan Ahmed Zaki Iskandar sebesar Rp 12,7 miliar, sementara Mad Romli jauh lebih besar, Rp 59,2 miliar.

Daerah Berkembang

Kabupaten Tangerang memiliki luas wilayah 95.961 hektar atau 9,93 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten. Sedangkan proporsi jumlah penduduknya meliputi lebih seperempat populasi provinsi Banten. Pengembangan kawasan industri, bisnis dan pemukiman modern selama dua dekade di Kabupaten Tangerang telah mengubah wajah Kabupaten Tangerang.

Wilayah penyangga Jakarta ini berkembang seiring masuknya pengembang besar. Sejumlah nama besar perumahan ada di wilayah ini. Pengembang yang eksis di Kabupaten Tangerang antara lain Sinarmas Land (BSD), PT Lippo Karawaci Tbk, PT Alam Sutera Realty, Ciputra Group, PT Summarecon Agung Tbk. (Gading Serpong), hingga PT Jaya Real Property Tbk (sebagian perumahan Bintaro). Mereka mengembangkan wilayah hunian dan komersial di wilayah Kabupaten Tangerang, berbatasan dengan wilayah Tangerang lainnya.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pembangunan Tower 3 Kampus Universitas Multimedia Nusantara, di Scienta Garden, Kabupaten Tangerang, Jumat (27/1/2017). Kampus ini terletak di Gading Serpong, salah satu kawasan perumahan besar di Kabupaten Tangerang selain sejumlah kawasan perumahan besar lainnya.

Selain berkembang menjadi wilayah penyangga ibukota dan permukiman kaum pekerja ibukota, sektor industri di Kabupaten Tangerang  juga  sudah berkembang dalam skala yang besar. Hingga 2017 setidaknya terdapat sekitar 5.800 industri baik skala kecil maupun besar yang memberikan sumbangan hingga 47,5 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Bertambahnya kaum pekerja yang bertempat tinggal di Tangerang terindikasi dari pembangunan permukiman yang massif serta bertumbuhnya industri. Tenaga kerja dari luar wilayah Kabupaten Tangerang terus bertambah yang menyebabkan komposisi dan jumlah penduduk terus berubah.

Berdasarkan  data BPS, penduduk  Kabupaten Tangerang di tahun 2016 mencapai 3.477.495 jiwa. Proporsi terbesar dari jumlah penduduk itu bertempat tinggal di wilayah-wilayah yang sudah berkembang menjadi kawasan industri atau berimpitan dengan ibukota Jakarta seperti Kecamatan Pasar Kemis atau Kecamatan Cikupa. Sedangkan di ibukota Tangerang Tigaraksa, justru lebih sedikit.

Secara karakteristik pemilih, Kabupaten Tangerang sebagaimana wilayah Tangerang lainnya (Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan) memiliki komposisi pemilih yang terdiri dari pemilih tradisional (lokal) dan pemilih non tradisional (pendatang). Karakteristik keduanya cenderung berbeda dalam hal mencalonkan kandidat kepala daerah.

Bagi pemilih lokal-tradisional, figur tokoh daerah lokal akan sangat memengaruhi preferensi memilih, terlepas dari soal partai yang mengusung. Sedangkan bagi pemilih pendatang, faktor partai politik cenderung lebih memengaruhi pilihan politik.

Hal tersebut mengakibatkan kekuatan pengelompokan pilihan politik kalangan pendatang cenderung lebih tersebar daripada pemilih lokal yang terfokus pada figur tertentu. Dan hal ini ditangkap partai politik sebagai sebuah situasi yang menggiring pada preferensi kepada figur yang sama dengan pemilih tradisional-lokal.

Kondisi ini sudah terbukti di sejumlah pilkada di wilayah Tangerang sebelumnya, antara lain dengan kemenangan Airin Rachmi Diany melawan sejumlah pasangan di kota Tangsel, maupun diusungnya calon tunggal Arief Wismansyah di pilkada 2018 Kota Tangerang.

Inilah yang sedikit banyak menjelaskan kenapa di Kabupaten Tangerang (dan Kota Tangerang, bahkan Kabupaten Lebak), kini berlangsung fenomena pasangan calon tunggal di pilkada.

RIZA FATHONI

Sejumlah titik di kawasan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten telah berkembang menjadi daerah industri seperti pabrik dan pergudangan yang berada di pinggir jalan dan berbatasan dengan sawah serta permukiman warga yang padat, Sabtu (4/11/2017).

Keuangan Daerah

Meski Kabupaten Tangerang menunjukkan wilayah yang terus berkembang, kinerja keuangan daerahnya menunjukkan sebaliknya. Pendapatan daerah dinilai masih mengalami kebocoran sehingga pemanfaatannya belum efektif dirasakan oleh warga. Berbagai kebocoran terjadi mulai dari sektor retribusi parkir, retribusi pasar tradisional, hingga reklame bodong.

PAD Kabupaten Tangerang pun cenderung turun. PAD Kabupaten Tangerang pada 2016 yang sekitar Rp 1,7 triliun turun dibandingkan tahun sebelumnya yang  mencapai 1,8 triliun. Meski memiliki PAD cukup besar, ketergantungan pada dana pusat menjadi cukup tinggi dengan proporsi lebih separuh APBD.

Efektifitas penggunaan dana daerah tecermin dari pemenuhan kebutuhan infrastruktur jalan raya, sarana pendidikan dan pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya berjalan memadai. Membandingkan kondisi infrastruktur jalan di Kabupaten Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan misalnya, akan terlihat timpang.

Ibnu Jandi, Direktur Lembaga Kebijakan Publik (LKP) Tangerang menyatakan, pendapatan Pemkab Tangerang ditengarai bocor karena Pemkab gagal menghadirkan transparansi dalam pemerintahannya. RPJMD (Rancangan Pembangunan Daerah) pun terlihat belum direalisasikan.

Padahal jika melihat masssifnya pembangunan pemukiman oleh pengembang besar, PAD sebenarnya dapat dimaksimalkan dengan menggenjot Pajak Bumi dan Bangunan dan sektor retribusi.

Selain mengatasi kebocoran pendapatan, Kabupaten Tangerang pun masih harus berkutat dengan tingginya pengangguran. Kondisi ini ironis di tengah melesatnya sektor industri di wilayah ini dan menjadi salah satu tujuan urbanisasi dari wilayah lain. Bisa jadi, karena faktor urbanisasi pula tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Tangerang terpantau meningkat.

Berdasar data Disnakertrans Kab Tangerang pada Tahun 2015 angkanya mencapai 152.235 jiwa atau masih berada di kisaran 9 persen, naik 1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah pencari kerja di Kabupaten Tangerang meningkat setiap tahunnya. Data Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang menunjukkan setiap tahunnya hanya sekitar 30 persen dari ratusan ribu pencari kerja yang terserap.

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja 2016 , jumlah pencari kerja sekitar 47.000-an, padahal lowongan pekerjaan hanya 9.510, dan hanya 6.269 yang ditempatkan. Tahun 2017, dari Januari hingga Juli tercatat 26 .000 pencari kerja dan diperkirakan hanya 6.000 yang bisa bekerja.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pasangan suami istri keturunan Tionghoa melakukan verifikasi data kependudukan dalam kegiatan Pencatatan Perkawinan Massal di Wihara Kwan Im Bio, Kedaung Barat, Tangerang, Banten, Jumat (18/8/2017). Kegiatan tersebut dimotori Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI) bersama Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang. Kehidupan antarumat beragama dan stabilitas daerah berjalan relatif baik di wilayah ini.

Kemiskinan

Kabupaten Tangerang pun belum bisa lepas dari masalah kemiskinan. Jumlah warga miskin di Kabupaten Tangerang sebanyak 760.199 jiwa pada 2011. Jumlah itu meningkat menjadi 795.252 jiwa di 2015.

Kabupaten Tangerang juga masih harus menghadapi dampak turunan dari perkembangan sektor industri seperti dampak pencemaran, kemacetan, hubungan industrial antara buruh dan pengusaha, perluasan wilayah pemukiman serta perbaikan drainase.

Masalah sampah menjadi momok yang masih belum usai ditangani. Berdasarkan  data buku  putih sanitasi tahun 2016 dari Dinas Kebersihan, Kabupaten Tangerang menghasilkan timbunan  sampah 7.625  meter kubik per hari pada  tahun  2015 dengan  tingkat pelayanan  hanya  sebesar  26  persen dari  total  timbunan  sampah.

Tahun 2017, sampah yang dihasilkan Kabupaten Tangerang setiap harinya mencapai 5.071.517 liter atau setara dengan 5.071 meter kubik. Namun, dari jumlah tersebut, baru separuhnya yang bisa diangkut Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Tangerang.

Polemik reklamasi di pesisir Pantai Utara Jawa sekitar Teluk Naga, serta penataan Kampung Dadap dan wilayah lain juga masih menjadi pekerjaan rumah pemimpin yang akan terpilih pada Pilkada 2018.

Penataan Kampung Dadap oleh Pemkab Tangerang sebelumnya dinilai oleh Ombudsman mengandung dua bentuk maladministrasi berupa pengabaian hukum dan tindakan melampaui wewenang dalam penggusuran bangunan milik warga Kampung Dadap.

Pengelolaan data informasi publik tentang Kabupaten Tangerang juga masih belum memadai. Sejumlah data penting seperti indikator keuangan daerah, kemiskinan, ketimpangan, infratsruktur masih relatif data lama sebagaimana terpantau dari data BPS Kab Tangerang. Hal ini tentu menyulitkan ukuran kemajuan yang ingin diraih.

Di luar berbagai capaian dan prestasi yang diraih Kabupaten ini, seperti soal stabilitas dan kondusivitas wilayah, masih terserak berbagai persoalan mendasar sebagaimana disebutkan di atas. Dengan kekuatan politik yang kini terpusat di Bupati Kepala Daerah, semestinya menjadi modal kuat untuk mengembangkan daerah ini menjadi semakin berkualitas. (SUSANTI AGUSTINA S/LITBANG KOMPAS)