Makna Pembangunan Infrastruktur Sumsel
Persiapan jelang penyelenggaraan Asian Games ke-18, 18 Agustus 2018 di Jakarta dan Palembang menjadi satu tolak ukur politisasi isu Pilkada Gubernur 2018 di Sumatera Selatan.
Tarik menarik narasi terjadi antara para pasangan calon yang akan maju di Pilkada 2018 mengiringi pembangunan infrastruktur massif di Palembang. Pemandangan yang istimewa terlihat begitu para pengunjung tiba di Palembang.
Mulai dari bandara Sultan Mahmud Badaruddin II hingga menuju jantung kota Palembang terhampar struktur massif jalur layang LRT (light rail transit) di sepanjang jalur jalan utama Palembang. Jalan layang sepanjang sekitar 26 kilometer menghubungkan bandara SMB II hingga ke kawasan kompleks olahraga Jakabaring.
Merujuk pada perkembangan kota Palembang, tampak sejumlah daerah di sekitar kawasan Jakabaring sedang sibuk dengan pembangunan hotel-hotel bintang lima serta mal besar.
Data BPS menunjukan perkembangan Sumsel didominasi oleh sektor-sektor pertambangan, penggalian dan industri (sekitar 19 persen). Sektor pertanian (16 persen) dan konstruksi (13,5 persen) serta perdagangan (11,8 persen) menjadi komponen aktivitas ekonomi dan pembangunan daerah.
Seluruh geliat pembangunan yang bergegas di Palembang tercirikan dari padat dan macetnya kendaraan di jalur utama jalan raya, khususnya di poros Jembatan Ampera yang menghubungkan daerah ulu (hulu) dengan ilir (hilir) Palembang.
Gegas pembangunan infrastruktur yang dikebut di Palembang memang sesuai dengan keinginan Gubernur Alex Noerdin untuk segera menyiapkan sarana jelang perhelatan Asian Games ke-18 dan juga Grand Prix motor tingkat dunia tahun depan.
Meski demikian, tak semua warga menilai pembangunan infrastruktur sebagai langkah paling tepat. Pengamat politik dan dosen Fisipol Universitas Sriwijaya, Ardiyan Saptawan menilai pembangunan infrastruktur LRT di Sumsel cenderung bernuansa politis ketimbang mengutamakan fungsi.
“Contohnya bus rapid transit (BRT), terlalu besar untuk kondisi jalanan palembang yang makin padat dan macet.”kata Ardiyan. Kritik Ardiyan menunjuk pada keberadaan bus Trans Musi dengan kapasitas setara bus Trans Jakarta yang hilir mudik di jalu-jalur jalan yang padat.
Persoalannya, keberadaan bus-bus tersebut terpantau belum mampu menggantikan penggunaan kendaraan pribadi. Isinya kebanyakan masih segelintir orang penumpang saja. Selain itu, tidak terlihat jalur khusus bus Trans Musi sebagaimana di Jakarta. Akibatnya, bus tersebut memang lebih terlihat memenuhi jalan.
Meski demikian Ardiyan mengakui, kelihaian Alex Noerdin dalam membangun infrastruktur besar yang memerlukan investasi raksasa di Sumsel. Ardiyan mengaku mengikuti kisah rencana pembangunan jaringan LRT yang semula akan dibangun di Surabaya.
Namun rencana itu terhalang kondisi jalan di Surabaya yang kurang lebar dan besarnya biaya pembebasan lahan di kiri kanan jalan. Akhirnya, gubernur Alex Noerdin secara taktis menyatakan siap membangun LRT di Palembang dengan pertimbangan lebar jalanan yang masih memungkinkan.
Ketangkasan Alex Noerdin dalam negoisasi dengan pemerintah pusat untuk proyek-proyek besar di daerah diakui Ardiyan. "Naluri pengusahanya lebih dominan, sehingga cepat dalam mengambil keputusan,"kata Ardiyan.
Kelihaian dalam negosiasi itu juga yang membuat Palembang akhirnya bisa mendapatkan bagian dari penyelenggaraan ajang Asian Games bersama Jakarta. Penyelenggaraan dalam format dua kota ini termasuk yang pertama kalinya.
Gubernur Alex Noerdin menyatakan untuk mendapatkan konsep twin sister itu dia harus melobi ke berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Menjawab pertanyaan Kompas, Alex Noerdin menyatakan tujuannya meraih penyelenggaraan Asian Games sebagai cara jangka panjang untuk mencapai tujuan mengembangkan investasi di Sumatera Selatan.
“Tanpa dikenal orang, tidak mungkin investasi datang. Dan even olah raga tingkat internasional adalah cara untuk mengenalkan Sumatera Selatan,”kata Alex Noerdin. Kini pemprov Sumsel bercita-cita menjadikan Palembang sebagai Sport City tingkat internasional.
Merunut ke belakang, kompleks olahraga Jakabaring seluas 325 hektar di tahun 2001 masih merupakan kawasan rawa di sebelah utara kota Palembang. Sejak 2004 Jakabaring sudah disulap menjadi satu stadion olahraga modern untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XVI.
Paslon Gubernur
Bagi para paslon peserta pilkada gubernur, pembangunan infrastruktur olahraga penunjang Asian Games ke-18 itu memiliki dua wajah. Bagi paslon yang memiliki keterkaitan dengan pemerintah Sumsel saat ini, pembangunan itu merupakan wujud dari pencapaian prestasi Provinsi Sumsel.
Namun bagi paslon lawan petahana, kondisi tersebut merupakan lahan empuk untuk menunjukkan ketimpangan strategi pembangunan Sumsel. Dalam Pilkada Sumsel, ada empat paslon maju bertanding.
Paslon Nomor urut 1 Herman Deru-Mawardi Yahya merupakan rival lama gubernur Alex Noerdin saat Pilkada Sumsel 2013 lalu. Herman Deru merupakan mantan bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Timur 2005-2015 (dua periode).
Membawa spirit pemerataan pembangunan, pasangan yang diusung PAN, Nasdem dan Hanura ini banyak menggunakan jalur-jalur kegiatan keagamaan untuk mengampanyekan gagasannya.
Herman Deru kerap menyoroti kondisi infrastruktur jalan di Sumsel yang rusak dan menyuarakan pembangunan yang hanya terpusat di Palembang sebagai ibukota provinsi.
Sedangkan pasangannya, Mawardi Yahya merupakan mantan bupati Ogan Ilir 2005-2015 (dua periode). Menjabat Ketua DPD Partai Golkar Ogan Ilir, Mawardi membelot dari perintah Ketua DPD 1 Partai Golkar Sumsel, Alex Noerdin untuk mengusung pencalonan paslon Dodi Reza Alex Noerdin-Giri Ramanda N. Kiemas.
Pasangan Nomor 2, Saifudin Aswari Riva’i-Muhammad Irwansyah mencerminkan kelompok usia muda dalam pilkada Sumsel. Saifudin Aswari merupakan mantan bupati Lahat dua periode (2008-2018) dan Aswari merupakan ketua DPD Gerindra Sumatera Selatan.
Paslon yang diusung Partai Gerindra dan PKS ini menawarkan berbagai gagasan alternatif dalam pembangunan Sumsel. Dalam kampanyenya di media, paslon Aswari-Irwansyah mengaku tidak muluk-muluk berjanji.
Dia ingin menjadi pemimpin yang memberikan rasa sejuk, aman, damai, dan berujung kesejahteraan masyarakat. Misi mereka, Sumsel baru, bersatu, maju, dan berprestasi.
Secara khusus pasangan ini menyiapkan strategi untuk menyisir pemilih pemuda. Salah satunya adalah mendekati kalangan muda agar mengubah cara pandang yang kerap mengasosiasikan politik dengan citra negatif.
Hal ini sesuai dengan usia calon wagub Irwansyah yang baru berusia 34 tahun (termuda). Irwansyah merupakan mantan Wali Kota Pangkalpinang, Babel serta mantan kader PDIP (bendahara DPD PDIP Bangka Belitung).
Politik Komering
Pasangan Nomor 3, Ishak Mekki-Yudha Pratomo Mahyudin merupakan kelompok yang mewakili kawasan geopolitik Ogan Komering Ilir. Ishak saat ini merupakan wakil gubernur petahana.
Sebelumnya, Ishak Mekki pernah menjadi bupati Ogan Komering Ilir (OKI) selama hampir dua periode (2004-2013). Agus S. (40), warga Mangunjaya, mengingat-ingat pembangunan infrastruktur di saat Ishak Mekki menjadi bupati Kabupaten OKI.
“Hanya di masa jabatan Pak Ishak ada pembangunan infrastruktur jembatan dan jalan. Setelah itu lima tahun stagnan, cuma taman-taman kota,” kata Agus.
Didukung Partai Demokrat, PPP dan PBB, Ishak Mekki mewakili suara politik wilayah-wilayah di selatan Palembang yang merupakan kawasan asal basis massanya.
Kondisi ketimpangan infrastruktur juga menjadi sorotan paslon ini. Mereka berjanji akan menuntaskan pembangunan secara merata dalam waktu dua tahun.
Pasangan nomor urut 4, Dodi Reza Alex Noerdin-Giri Ramanda N. Kiemas mencerminkan kekuatan petahana gabungan dari kelompok nasionalis (Golkar, PDIP) dan Islam moderat (PKB).
Dodi Reza merupakan Bupati Musi Banyuasin (Muba) periode 2017-2022, dan anggota DPR fraksi Golkar dari 2009-2016.
Sebagai putra sulung dari gubernur petahana Alex Noerdin, Dodi Reza menjadi tumpuan harapan agar jika menang ada keberlangsungan dari kebijakan dan strategi pembangunan pemerintah provinsi saat ini yang usia pemerintahannya akan berakhir bulan November 2018.
Sedangkan Giri Ramanda merupakan keponakan dari Taufik Kiemas yang sebelumnya menjabat Ketua DPRD Sumsel sekaligus Ketua DPD PDIP Sumsel.
Memiliki program berobat dan sekolah gratis sampai kuliah sebagaimana berjalan saat ini, Dodi juga berjanji akan menyelesaikan persoalan infrastruktur dalam waktu dua tahun.
Paslon ini juga akan melakukan peremajaan gratis kebun karet, sawit, dan kopi. Satu yang khas mirip kepemimpinan Alex Noerdin saat ini adalah stabilitas wilayah. Mereka berjanji akan tetap menjaga Sumsel menjadi daerah bebas konflik sosial dan SARA.
Kompetisi Ketat
Di atas kertas, dua kandidat yang menonjol dalam pertarungan Pilkada Sumsel adalah pasangan Nomor 1, Herman Deru-Mawardi Yahya dengan Dodi Reza-Giri Ramanda.
Hal ini karena latar belakang kedua paslon yang sudah memiliki “riwayat” di pilkada gubernur sebelumnya. Di Pilkada 2013, paslon Herman Deru-Maphilinda Boer nyaris mengalahkan pasangan Alex Noerdin-Ishak Mekki.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi memerintahkan agar KPU Sumatera Selatan melaksanakan pemungutan suara ulang di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kota Palembang, Kota Prabumulih, dan satu Kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Daerah-daerah itu merupakan lumbung suara milik Herman Deru-Maphilinda Boer.
Syarifuddin, pengamat politik lokal Kabupaten Banyuasin menilai kemenangan Dodi Reza akan bisa dicapai jika bisa “menyeimbangkan" proporsi perolehan suara di kabupaten Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir.
“Karena basis suara Dodi Reza di jalur poros Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Palembang,” katanya. Keterangan Saifudin merujuk pada kekuatan masing-masing kandidat potensial yang ber”poros” pada wilayah-wilayah di sepanjang jalur sungai Musi, Komering dan Ogan, tiga sungai besar di Sumsel.
Apapun, tak pelak pilkada gubernur 2018 akan menjadi lebih hangat dari sebelumnya karena memiliki jejak sejarah yang panjang. Daya tarik skala pembangunan infrastruktur dan prospek masa depan Sumsel yang makin cerah telah menarik para mantan kepala daerah untuk kembali maju bertanding memperebutkan kursi Sumsel satu. (TOTO SURYANINGTYAS/LITBANG KOMPAS)