Siapa Kini Pendukung Jokowi?
Jelang paruh akhir kekuasaannya, apresiasi publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo semakin signifikan. Peluang keterpilihannya kembali sebagai presiden pun semakin membesar, bahkan kini sudah berada di atas ambang batas kemenangan elektoral.
Dukungan sebesar itu dibangun oleh karakteristik pemilih yang semakin identik dengan gambaran identitas masyarakat Indonesia.
Hasil survei terbaru Litbang Kompas menunjukkan semakin menguatnya posisi keterpilihan (elektabilitas) Jokowi. Sepanjang tiga setengah tahun pencermatan, tingkat elektabilitasnya untuk kembali menjabat sebagai presiden semakin menanjak.
Karakteristik pemilih yang semakin identik dengan gambaran identitas masyarakat Indonesia
Kini, telah 55,9 persen responden mengaku akan memilih Jokowi. Proporsi tersebut tertinggi dari seluruh periode penilaian sebelumnya.
Di sisi yang lain, survei juga menunjukkan perubahan proporsi dukungan politik terhadap para calon presiden lainnya. Saingan terdekat Jokowi, Prabowo Subianto, didukung 14,1 persen responden.
Selain Prabowo, terdapat 24 sosok calon presiden lain yang dirujuk publik. Total dukungan terhadap semua sosok tersebut hanya 7,9 persen. Sementara, proporsi responden yang hingga saat ini belum menentukan dukungan relatif tidak berubah, berkisar 22,1 persen.
Peningkatan dukungan terhadap Jokowi diikuti dengan semakin meluasnya karakteristik identitas pemilihnya. Yang terjadi, dari waktu ke waktu, basis pendukung Jokowi bergerak semakin mendekati gambaran karakteristik identitas sosial ekonomi masyarakat di negeri ini.
Kondisi demikian tergambarkan dari pencermatan beberapa hasil survei sepanjang usia pemerintahannya.
Sebenarnya, beberapa bulan selepas pelantikannya sebagai presiden, performa Jokowi masih tergolong tinggi. Dalam balutan ekspektasi bakal terjadinya perubahan, survei Kompas di bulan Januari 2015 menunjukkan elektabilitas Jokowi mencapai 42,5 persen.
Dari sisi karakteristik pendukungnya, saat itu Jokowi sudah didukung oleh responden dengan karakteristik identitas sosial yang beragam dengan perimbangan yang relatif identik dengan proporsi indentitas sosial penduduk di negeri ini.
Dari sisi jenis kelamin, misalnya, perimbangan antara laki-laki dan perempuan relatif sama. Mereka merupakan kalangan dengan kategori usia yang tersebar dari kalangan muda hingga tua.
Proporsi pendukung berdasarkan latar belakang suku bangsanya pun tersebar dengan terbesar suku bangsa Jawa, Sunda, Betawi, Batak, dan lainnya mengikuti secara proporsional komposisi penduduk di negeri ini
Begitu pula dari sisi kelas sosial ekonominya. Para pendukung Jokowi sebagian besar merupakan kalangan kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah. Dari sisi pendidikan, misalnya, dua pertiga bagian merupakan kalangan berpendidikan dasar hingga SLTP.
Sejalan dengan itu, dari sisi kelompok ekonomi, juga bertumpu pada kalangan menengah ke bawah. Kalangan petani, nelayan, pekerja lepas, dan kalangan ibu rumah tangga menjadi penopang dukungan.
Akan tetapi, berjalannya usia pemerintahan diikuti oleh perubahan dinamika dukungan. Pada survei bulan April 2015, misalnya, menjadi salah satu momen terendah dukungan terhadap Jokowi.
Kinerja pemerintahan terutama dibidang perekonomian mulai dikeluhkan. Saat itu, tingkat elektabilitasnya pun menurun hingga tertambat pada proporsi 31 persen.
April 2015, menjadi salah satu momen terendah dukungan terhadap Jokowi
Perubahan elektabilitas sejalan pula dengan perubahan karakter basis pendukungnya. Ia mulai ditinggalkan oleh beberapa kalangan, terutama mereka yang berjenis kelamin laki-laki, berusia muda, dan kelompok ekonomi menengah dengan latar belakang pekerja swasta.
Namun, selepas tahun 2015 dukungan terhadap kinerja pemerintahan mulai menunjukkan geliat peningkatan. Elektabilitasnya pun meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Pada survei kali ini, ia melenggang. Tingkat keterpilihannya menjadi semakin berjarak dengan lawan politiknya.
Semakin besar dukungan yang teraih kembali mengubah karakteristik identitas pendukungnya. Saat ini, ia tidak hanya mampu mengembalikan para pendukung yang sebelumnya mulai meninggalkan dirinya, namun berhasil menarik karakteristik pendukung yang sebelumnya lebih melekat pada para pesaing politik.
Dengan capaian tersebut, basis pendukung kembali menyerupai karakteristik penduduk negeri ini.
Saat ini, Jokowi didukung oleh responden dengan perimbangan jenis kelamin yang relatif sebanding. Dari sisi usia, perimbangan antara mereka yang berusia muda hingga tua pun menjadi lebih proporsional.
Sementara dari sisi kelompok suku bangsa, perubahan dukungan tetap mengukuhkan bahwa basis dukungan proporsional sesuai dengan distribusi kelompok suku bangsa di negeri ini.
Pemilahan identitas berdasarkan pengelompokkan sosial ekonomi juga menunjukkan representasi kalangan kebanyakan masyarakat di negeri ini. Dari sisi pendidikan, tetap berpijak pada kalangan berpendidikan menengah bawah, dengan proporsi terbesar (58,6 persen) pada kalangan pendidikan dasar bawah.
Dari sisi kategori latar belakang status ekonomi, kalangan menengah ke bawah menjadi tumpuan. Tidak kurang dari separuh pendukung Jokowi (55,9 persen) tergolong mereka yang berpenghasilan menengah.
Ia juga kembali menambatkan para pemilih yang berlatar belakang pekerja lepas, petani, nelayan, ibu rumah tangga, hingga para karyawan swasta yang sebelumnya mulai luruh.
Konsekuensi dukungan
Surplus dukungan yang sejalan dengan makin meluasnya karakteristik identitas maupun latar belakang sosial ekonomi pendukung menjadi sisi keuntungan bagi Jokowi.
Artinya, basis dukungan terhadap dirinya tidak hanya tertuju pada satu atau beberapa kelompok kalangan pemilih saja. Arus perubahan dukungan yang terjadi saat ini semakin menjadikan basis dukungan terhadap Jokowi lebih merepresentasikan kondisi identitas pemilih di negeri ini.
Tentunya, semua kondisi demikian semakin memperkuat potensi kemenangan elektoral dirinya dibandingkan dengan hanya terfokus pada kalangan dengan identitas sosial yang homogen.
Akan tetapi, hasil survei terbaru juga menunjukkan, bahwa peningkatan elektabilitas Jokowi tidak menjamin pula keberlangsungan dukungan tersebut secara mutlak.
Dalam dimensi waktu yang berbeda, pola dukungan masih dapat berubah. Perubahan dukungan dapat terjadi terutama pada kelompok pendukung yang masih terkategorikan labil terhadap isu-isu negatif yang menyerang pemerintahannya.
Apabila dielaborasi, sebanyak 37,7 persen dari pendukung Jokowi tergolong responden yang sangat loyal, atau kalangan yang sama sekali tidak tergoyahkan oleh apapun isu yang menimpa pemerintahan.
Terdapat juga sebanyak 28,6 persen kalangan pendukung yang juga terkategorikan loyal, sekalipun masih percaya pada satu isu negatif yang menyerang pemerintahan.
Sebanyak 37,7 persen pendukung Jokowi tergolong responden sangat loyal
Selebihnya, terdapat sepertiga (33,6 persen) pendukung yang tergolong rapuh, percaya terhadap berbagai isu yang menerjang pemerintahan. Barisan pendukung terakhir inilah yang paling memungkinkan perpindahan dukungan.
Barisan pendukung yang tergolong rapuh ini jika ditelusuri merupakan kalangan yang sebagian besar berlatar belakang jenis kelamin laki-laki, berusia muda (kurang dari 24 tahun), berpendidikan menengah atas, dengan kategori ekonomi menengah ke atas.
Kalangan demikian tergolong identik dengan barisan pendukung yang meninggalkan dukungan terhadap Jokowi di tahun 2015 lalu.
Kelompok pendukung yang tergolong rapuh semacam ini menjadi peluang bagi para pesaing Jokowi untuk memperluas dukungan. Paling potensial terutama bagi pesaing terdekatnya Prabowo Subianto, yang kini justru tengah bergulat dalam menghadapi tren penurunan dukungan.
Persoalannya, apakah para pemilih yang kurang loyal ini punya kecenderungan karakteristik yang lebih dekat dengan pendukung Prabowo? (BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS)
(Bersambung: “Siapa Kini Pemilih Prabowo Subianto?”)