Pasangan Calon Tunggal Lembah Baliem
Pemilihan kepala daerah Jayawijaya pada Juni 2018 hanya akan diikuti satu pasangan calon. Meski begitu, potensi rawan yang tinggi menyisakan kekhawatiran mengingat kekisruhan sudah terjadi saat masa pendaftaran.
Hal ini membuat Komisi Pemilihan Umum, pasangan calon, dan aparat harus bersinergi untuk menghasilkan politik yang santun demi kepentingan publik.
Calon tunggal pada pilkada Jayawijaya ini adalah John Richard Banua-Marthin Yogobi. Pasangan ini diusung gabungan 10 partai politik dari 11 parpol yang ada di DPRD Kabupaten Jayawijaya, yakni PBB, PKS, PAN, Hanura, PDI-P, PKB, Golkar, Demokrat, Nasdem, dan PKPI.
John Richard adalah Wakil Bupati Jayawijaya sejak 2008 dan kini mencalonkan diri menjadi bupati.
Awalnya Partai Gerindra menggandeng Hanura, tetapi kandas pada tahap pendaftaran. Tidak hanya itu, terdapat dua pasangan calon lain yang ditolak berkasnya karena tidak memenuhi persyaratan.
Gugurnya sejumlah pasangan calon bahkan sebelum bertarung melahirkan kericuhan yang berujung kekerasan.
Kericuhan terjadi di antara dua kelompok masyarakat di kantor KPU Jayawijaya di Wamena pada 9 Januari lalu saat pendaftaran calon bupati dan wakil bupati Jayawijaya.
Aksi ini mengakibatkan seorang aparat polisi terluka, sembilan mobil rusak, dan sejumlah kaca kantor KPU Jayawijaya pecah. (Kompas, 10/1/2018)
Dua kelompok masyarakat ini diduga adalah simpatisan kandidat bupati yang gagal mendapat dukungan parpol sehingga tidak bisa maju di pilkada serentak Juni nanti.
Situasi kembali aman dan kondusif setelah polisi dan tentara turun tangan sehingga pasangan calon John-Marthin bisa mendaftar ke kantor KPU Jayawijaya.
Saat berakhirnya masa pendaftaran hanya ada satu pasangan calon yang memenuhi syarat menjadi calon peserta pilkada. KPU Jayawijaya sampai harus membuka pendaftaran kembali.
Sayangnya, hingga akhir waktu yang telah ditentukan tetap hanya ada satu pasangan calon. Jayawijaya bukanlah satu-satunya daerah yang hanya memiliki calon tunggal.
Terdapat 13 daerah lain yang juga memiliki calon tunggal dari 171 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada serentak nanti.
Daerah tersebut adalah Kabupaten Lebak, Tangerang, Kota Tangerang (Banten), Prabumulih (Sumatera Selatan), Pasuruan (Jawa Timur), Karanganyar (Jawa Tengah), Enrekang (Sulawesi Selatan), Minahasa Tenggara (Sulawesi Utara), Tapin (Kalimantan Selatan), Puncak, Jayawijaya (Papua), Padang Lawas Utara (Sumatera Utara), dan Mamasa (Sulawesi Barat). (Kompas, 12/1/2018)
Fenomena calon tunggal di pilkada tidak dilarang oleh peraturan, bahkan diakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi agar daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon tetap bisa melaksanakan pilkada.
Namun, hal ini tetap disayangkan karena publik hanya memiliki pilihan antara pasangan calon dan kotak kosong. Kompetisi politik menjadi nihil dan pertarungan sesungguhnya tidak terjadi.
Potensi kerawanan
Indeks kerawanan pilkada yang dikeluarkan oleh Bawaslu mengategorikan kerawanan pilkada Jayawijaya masuk ke peringkat tinggi.
Dimensi yang paling harus dikhawatirkan adalah penyelenggara, khususnya mengenai integritas dan profesionalitas penyelenggara serta kekerasan terhadap penyelenggara.
Kekhawatiran terhadap penyelenggara ini terbukti telah terjadi pada saat pendaftaran. Dengan demikian, KPU Jayawijaya sebagai penyelenggara harus dilindungi agar pilkada bisa dilangsungkan dengan lancar.
Aksi provokasi tersebut membuat Polda Papua sampai mengirimkan satu peleton untuk mengamankan kantor KPU Jayawijaya.
Tidak hanya itu, Bawaslu Papua juga merilis potensi kerawanan di setiap daerah di Papua yang menjadi peserta pilkada serentak nanti, termasuk Jayawijaya.
Potensi rawan yang pertama adalah terkait pencalonan, salah satunya adalah perebutan dukungan parpol. Sesuai prediksi, aksi ricuh sempat terjadi saat terdapat pasangan calon yang tidak mendapat rekomendasi parpol.
Aksi ricuh yang berujung kekerasan tentu telah termasuk ke tindak pidana. Oleh karena itu, KPU Jayawijaya harus mengutamakan koordinasi dengan kepolisian untuk mencegah hal ini terulang kembali.
Kerja sama KPU dan Polri akan membuat kondisi Jayawijaya hingga hari pemilihan nanti bisa kondusif mengingat penyelenggaraan pilkada yang aman merupakan hak setiap warga negara.
Kedua adalah potensi rawan terkait kampanye, antara lain keterlibatan aparatur sipil negara dalam tim sukses dan kampanye, kampanye terselubung, penyalahgunaan APBD, serta pembagian uang dalam kampanye.
Pasangan calon pada pilkada Jayawijaya yang merupakan petahana tentu membuat potensi kerawanan saat kampanye kian besar. Pembagian uang pada saat kampanye pernah terjadi di Wamena pada Pilkada 2012. Untuk itu, Bawaslu menaruh perhatian pada hal ini.
Selain itu, calon bupati yang merupakan petahana berpotensi untuk menyalahgunakan APBD sebagai dana kampanye, seperti lewat bantuan sosial kepada masyarakat dan dana desa.
Sementara untuk kampanye terselubung bisa dengan bentuk bermacam-macam, misalnya melalui lomba-lomba di kampung.
Angka kemiskinan
Jayawijaya adalah sebuah kabupaten yang terletak di lembah dataran tinggi. Salah satu lembahnya adalah Lembah Baliem yang terkenal karena dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya dan terdapat puncak salju abadi.
Kabupaten ini adalah induk dari kabupaten pemekaran di sekitarnya, yakni Mamberamo Tengah, Yalimo, Lanny Jaya, dan Nduga. Jika dibandingkan dengan kabupaten pemekarannya, Jayawijaya adalah wilayah yang terluas dengan luas 13.925,31 kilometer persegi.
Namun, sebagai kabupaten induk, Jayawijaya justru memiliki persentase penduduk miskin terbesar dibandingkan dengan kabupaten pemekarannya.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan terdapat 81.120 penduduk miskin tahun 2014 atau 39,7 persen dari keseluruhan penduduk Jayawijaya. Angka ini terpaut dekat dengan Kabupaten Lanny Jaya.
Awalnya sektor pertanian menjadi yang paling dominan dalam struktur perekonomian di Kabupaten Jayawijaya. Namun, menurut data BPS, sejak 2012 sektor transportasi dan pergudangan telah menggantikan sektor pertanian di urutan teratas dengan kontribusi di produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 19,28 persen pada 2014.
Menurunkan angka kemiskinan menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan pemimpin Jayawijaya nantinya.
Apalagi jika John Richard mampu menang, sebagai petahana yang telah memiliki banyak pengalaman melayani warga selama kurun waktu 10 tahun.
Pada 27 Juni nanti adalah penentuan apakah Jayawijaya akan dipimpin kembali oleh petahana atau justru kotak kosong yang keluar sebagai pemenang.
Siapa pun itu, rakyat Jayawijaya berhak memperoleh pesta demokrasi yang aman dan berkualitas demi kepentingan mereka. (Litbang Kompas)