Mamberamo Tengah Melawan Kotak Kosong
Terletak sekitar 250 kilometer di barat Jayapura, Kabupaten Mamberamo Tengah merupakan wilayah dengan topografi wilayah sangat bervariasi.
Kawasan terpencil dengan luas wilayah 1.275 kilometer persegi, Kabupaten Mamteng terdiri dari daerah dataran rendah sampai bergunung-gunung. Kabupaten ini tidak memiliki sisi pantai.
Peta nasional menunjukkan bahwa 85 persen wilayahnya adalah kawasan hutan lindung dan hutan suaka alam yang belum disentuh. Oleh karena itu, transportasi darat (infrastruktur jalan) sangat terbatas di daerah ini.
Untunglah ada Sungai Mamberamo yang membelah sisi barat ke utara wilayah ini. Sungai ini menjadi alternatif transportasi warga setempat untuk bepergian antarwilayah hulu dan hilir.
Kekhasan Sungai Memberamo yang melintas di enam kabupaten (Jayapura, Mamberamo, Sarmi, Jayawijaya, Yapen Waropen, dan Paniai) adalah pada skala ukurannya.
Debit Mamberamo sangat besar. Berdasarkan hasil pengukuran, sebagaimana dimuat di situs Pemkab Mamberamo Tengah, Sungai Mamberamo mempunyai kedalaman 33 meter dan debit air 5.500 meter per detik.
Kondisi geologi di sepanjang Mamberamo memiliki potensi tambang yang sangat menggiurkan. Survei geologi menunjukkan, kawasan ini kaya bahan tambang, di antaranya bauksit, baja, tembaga, emas, dan nikel.
Namun, potensi raksasa itu belum terkelola dengan memadai. Salah satunya karena persoalan infrastruktur dan ketersediaan listrik. Demikian pula dari persoalan sumber daya manusia.
Karakter bantaran Sungai Mamberamo di Kabupaten Mamberamo Tengah berciri tanah rawa yang dimanfaatkan penduduk sekitar untuk kehidupan meramu dan berburu mereka.
Unggulan komoditas daerah berupa hasil pertanian: jeruk, pisang, avokad, ubi-ubian, pepaya, buah merah, dan sagu yang tumbuh subur di perkebunan-perkebunan rakyat.
Komoditas nonlokal didatangkan para pedagang dari Kota Wamena dan dari Jayapura lewat Sungai Mamberamo dan pesawat perintis.
Pasangan calon tunggal
Mamberamo Tengah adalah kabupaten di Provinsi Papua yang tergolong muda usia, yakni dibentuk pada 4 Januari 2008. Kabupaten pemekaran dari Jayawijaya ini hanya berpenduduk 46.696 jiwa pada 2016.
Pada pilkada serentak Juni 2018, kabupaten yang beribu kota di Distrik Kobakma ini hanya memiliki satu pasangan calon yang merupakan petahana, yakni Ricky Ham Pagawak-Yonas Kenelak.
Pasangan calon ini didukung tujuh partai di DPRD kabupaten, yakni Demokrat, PKS, PDI Perjuangan, Gerindra, PAN, PBB, dan PKPI, dengan total 20 kursi.
Demokrat adalah yang terbanyak memiliki wakil di DPRD kabupaten dengan 11 kursi. PKS di posisi kedua dengan empat kursi, sedangkan parpol lain masing-masing satu kursi.
Dukungan seluruh parpol ini seakan menutup kesempatan kandidat lain untuk maju ke pilkada Mamberamo Tengah lewat jalur parpol.
Sebenarnya terdapat satu pasangan calon yang akan menantang petahana. Akan tetapi, pada hari penetapan oleh KPU pertengahan Februari lalu, diumumkan pasangan calon itu tidak lolos.
Pasangan calon dari jalur perseorangan itu adalah Itaman Thago-Onny Pagawok. Padahal, Itaman-Onny sudah berhasil menyerahkan 10.137 dukungan KTP warga yang tersebar di lima distrik.
Akan tetapi, bakal calon wakil bupati Onny Pagawok tersandung kasus tidak memiliki surat keterangan tidak pernah menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan dan ijazah (STTB) SD serta SMP yang telah dilegalisir.
Hal ini menyebabkan Itaman-Onny tidak lolos sebagai calon bupati dan wakil bupati. Alhasil, pilkada pada Juni nanti hanya diikuti satu pasangan calon.
Gugurnya penantang dari calon perseorangan ini membuat petahana melenggang mulus pada 27 Juni nanti.
Ricky dan Yonas adalah pasangan bupati dan wakil bupati pertama yang dipilih langsung oleh masyarakat Mamberamo Tengah melalui pilkada 2012.
Sebelumnya, kursi pemimpin daerah ini diisi lewat penunjukan gubernur Papua.
Potensi rawan
Menurut Indeks Kerawanan Pilkada yang dikeluarkan Bawaslu, Mamberamo Tengah termasuk kabupaten dalam kategori kerawanan sedang tapi cenderung tinggi dengan skor 2,97.
Jika dilihat secara nasional, Mamberamo Tengah berada di peringkat ketujuh yang paling rawan di antara 154 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan pilkada serentak nanti.
Bawaslu Provinsi Papua juga merilis sejumlah potensi rawan pada pilkada yang akan berlangsung di Provinsi Papua, termasuk Mamberamo Tengah.
Perihal gugurnya pencalonan perseorangan sebenarnya telah diprediksi oleh Bawaslu, yakni pemahaman yang kurang terkait prosedur pencalonan.
Terbukti kurangnya kelengkapan administratif yang harus dilengkapi menggugurkan pencalonan.
Petahana sebagai calon tunggal juga melahirkan sejumlah potensi kerawanan yang akan terjadi, seperti penggantian pejabat oleh petahana dan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pilkada.
Sebagai pemegang pucuk kepemimpinan tertinggi di wilayah tersebut, petahana dinilai bisa melakukan mobilisasi aparatur sipil negara dan kepala kampung pada saat kampanye.
Selain itu, petahana juga bisa menggunakan program pemerintah yang dananya bersumber dari APBD sebagai bentuk kampanye terselubung, misalnya melalui penyaluran bantuan sosial dan dana desa.
Petahana yang secara tidak langsung berkampanye lewat aktivitasnya sebagai pemimpin daerah adalah salah satu hal yang dipantau oleh Bawaslu selama masa kampanye Mamberamo Tengah.
Petahana memang memiliki keuntungan dalam berkampanye. Sebagai pemimpin daerah mereka sering hadir ke acara-acara yang melibatkan warga yang tidak selalu berbau pemerintahan, seperti pentas seni atau acara keagamaan.
Tidak hanya itu, sebagai tokoh politik mereka juga sering diundang sebagai pembicara di seminar atau diskusi. Sering terlihat di mata publik tentu memengaruhi elektabilitas mereka.
Potensi kerawanan lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah saat pemungutan dan penghitungan suara, yaitu pertama, keberadaan TPS tidak diketahui masyarakat pemilih.
Kondisi geografis Mamberamo Tengah yang terbagi menjadi lima distrik berikut pedalaman dengan akses yang sangat sulit tentu harus diperhatikan KPU setempat.
Kedua, KPPS yang tidak tahu baca tulis dan prosedur di TPS akan menyulitkan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara nantinya.
Berdasarkan data dari BPS, diketahui 24,66 persen penduduk Papua yang berusia 15-44 tahun adalah buta huruf. Angka ini terbesar di Indonesia.
Terdapat 30,46 persen penduduk Papua berusia 45 tahun ke atas yang buta huruf, tertinggi kedua skala nasional setelah provinsi NTB.
Aksi ricuh
Pelaksanaan pilkada nanti bisa saja terganggu akibat insiden pembakaran kantor KPU dan Panwaslu di Kobakma pada 18 April (Kompas, 19/4).
Pelaku aksi ini adalah pendukung pasangan perseorangan yang tidak lolos verifikasi. Bahkan, aparat kepolisian resor setempat sampai harus melakukan cara persuasif agar massa tidak membakar kantor lain.
Tahapan penetapan daftar pemilih tetap untuk pilkada Mamberamo Tengah sekaligus gubernur Papua menjadi terganggu atas insiden ini karena semua dokumen tidak dapat diselamatkan.
Padahal, gedung Graha Pemilu ini adalah yang pertama di Indonesia dan baru saja diresmikan pada 27 Maret 2017. Pemerintah daerah mengintegrasi KPU dan Panwaslu untuk memudahkan penyelenggaraan pemilu.
Aksi pembakaran gedung KPU ini bukan yang pertama kali terjadi di Mamberamo Tengah. Sebelumnya pada Januari 2013 kantor KPU dibakar setelah pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pilkada pertama 2012.
Saat itu MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan keberatan hasil pemilu dari salah satu pasangan calon sehingga Ricky dan Yonas tetap menjadi pemenang.
Kericuhan menjelang pilkada yang sudah pernah terjadi seharusnya menjadi pembelajaran bagi KPU setempat berikut aparat keamanan untuk penyelenggaraan pilkada kali ini.
Masyarakat Mamberamo Tengah juga harus bersinergi demi pilkada yang berkualitas untuk melahirkan pemimpin yang berintegritas. (LITBANG KOMPAS)