Menyebarnya Kekuatan Partai di Cirebon
Pesta demokrasi untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) di Kabupaten Cirebon akan digelar pada 27 Juni 2018 mendatang. Pada gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kali ini empat pasangan calon (paslon) Bupati dan Wabup akan bertarung memperebutkan posisi tertinggi di pemerintahan.
Tiga paslon akan berupaya menghadang paslon petahana yang kembali ikut ambil bagian merebut suara rakyat Cirebon.
Pasangan nomor urut satu yakni Kalinga-Santi dengan jargonnya “Sehati”, diusung oleh PKS dan Partai Gerindra, dengan dukungan PPP.
Pasangan nomor urut dua adalah pasangan Sunjaya Purwadisastra-Imron Rosyadi dengan jargon “Jaya Jadi” yang merupakan akronim dari nama keduanya.
Sunjaya merupakan petahana bupati yang sebelumnya berpasangan dengan Tasiya Soemadi, kali ini menggandeng Imron Rosyadi yang terakhir menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Cirebon. Pasangan nomor urut dua ini diusung oleh PDIP.
Koalisi Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Bulan Bintang di Pemilihan Bupati (Pilbup) Cirebon kali ini mengusung pasangan Rakhmat-Yayat Rukhyat (Rakyat). Sempat diskorsing oleh KPUD Kabupaten Cirebon saat pendaftaran karena berkas yang tidak lengkap, pasangan ini akhirnya lolos menjadi salah satu peserta Pilbup Cirebon tahun ini.
Pasangan terakhir yang bakal bertarung dalam Pilkada Kabupaten Cirebon kali ini adalah pasangan Luthfi-Qomar. Mochamad Luthfi, calon Bupati Cirebon sebelumnya merupakan Ketua DPC PKB Kabupaten Cirebon.
Sementara, Qomar yang sebelumnya dikenal berprofesi sebagai pelawak serta sempat beberapa bulan menjabat sebagai Rektor Universitas Muhadi Setiabudi, Brebes, Jawa Tengah, bergabung menjadi kader Partai Nasdem. Kedua partai inilah yang resmi mengusung pasangan Luthfi-Qomar.
Menyebar
Melihat dukungan kepada para pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Cirebon di atas, dapat disimpulkan jika kekuatan partai cukup menyebar kepada keempat pasangan tersebut. Pasangan petahana Jaya Jadi sekilas terlihat memiliki kekuatan suara yang paling kecil.
Dengan hanya total 11 kursi yang dikuasai PDIP di dewan, diperkirakan modal suara yang mampu diraup keduanya sekitar 222 ribu suara.
Sementara itu pasangan Rakyat dianggap memiliki kans untuk meraih suara cukup banyak dengan dukungan dari 4 partai yang memiliki total 15 kursi di DPRD. Suara yang diharapkan memberikan pilihan kepada pasangan ini sebanyak 264 ribu pemilih sesuai dengan jumlah suara yang diraih keempat partai tersebut pada Pemilu Legislatif lalu.
Adapun pasangan Sehatii serta Luthfi-Qomar, masing-masing didukung oleh partai yang sama-sama memiliki 12 kursi di DPRD. Modal suara yang kemungkinan didulang dari kedua pasangan ini juga masih diangka 200 ribuan pemilih.
Keberimbangan jumlah kursi partai pendukung, serta perkiraan suara pemilih yang diharapkan bakal diraup pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Cirebon tersebut, membuat peta kekuatan masing-masing pasangan cukup sulit ditebak.
Melihat persebaran dukungan partai terhadap paslon Bupati dan Wakil Bupati Cirebon kali ini, pengamat politik Cirebon yang juga akademisi dari Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Khaerudin Imawan sedikit menyayangkan hal tersebut.
“Jika berniat untuk menghadang petahana, semestinya partai-partai di luar PDIP bergabung membentuk kekuatan untuk memenangkan Pilbup kali ini. Ini malah bertarung sendiri-sendiri,” sesalnya.
Bahkan, saking terpecahnya kekuatan partai, sejumlah pihak sempat mencurigai adanya ‘paslon boneka’ yang sengaja dipasang oleh partai pengusung paslon lain demi memecah suara pendukung paslon yang menjadi lawan terberat partai tersebut.
Dengan kekuatan partai yang sangat menyebar ini, figur dan sosok paslon yang diusung menjadi salah satu kunci untuk menarik suara pemilih. Hal ini dikarenakan cukup sulit memprediksi bakal paslon yang bakal meraup suara terbanyak karena kemungkinan pecahnya suara pendukung di seluruh paslon.
Sosok Paslon
Jika melihat sosok pasangan calon dari sisi popularitas, tentu tak ada yang meragukan kepopuleran Qomar yang menjadi pendamping Calon Bupati Mohammad Luthfi dalam Pilkada kali ini.
Qomar tercatat sebagai pelawak yang tenar di era tahun 80-an. Pasca mundur dari dunia hiburan, ia masuk ke dunia politik dengan menjadi anggota DPR periode 2004-2009 dan 2009-2014 dari Partai Demokrat.
Qomar juga sempat merambah dunia akademis dengan menjadi rektor di sebuah kampus swasta di Jawa Tengah. Dengan latar belakang yang cukup lengkap tersebut, Qomar diperkirakan bakal mampu menjadi sosok yang akan menarik suara pemilih cukup besar bagi pasangan Lutfi-Qomar dalam Pilbup mendatang.
Mohammad Luthfi, calon bupati yang menjadi pasangan Qomar, juga bukan tokoh sembarangan. Sosok ini mewakili kaum agamis dengan latar belakangnya di PKB sekaligus Nahdlatul Ulama.
Dengan basis massa NU yang cukup kuat di Cirebon, ditambah modal popularitas salah satu sosok pasangannya, duo Luthfi-Qomar dianggap sebagai pasangan yang paling kuat untuk menghadang calon petahana yang juga telah bermodalkan popularitas sebagai kepala daerah sebelumnya.
Terkait calon bupati petahana, sejumlah pengamat memperkirakan pasangan Jaya Jadi tetap akan mengungguli ketiga pasangan lain. Hal ini dikarenakan modal politik yang cukup kuat telah dimiliki petahana selama masa jabatannya.
Mesin partai PDIP yang mengusung pasangan ini diyakini cukup kuat untuk mengantar kedua figur calon menduduki kursi nomor satu di Kabupaten Cirebon.
Selain modal politik sebagai birokrat yang melekat pada sosok Sunjaya, pendampingnya Imron Rosyadi juga diharapkan mampu meraih suara kaum Nahdliyin karena merepresentasikan warga NU di Kabupaten Cirebon.
Pasangan birokrat lainnya adalah Kalinga-Santi. Karier terakhir Kalinga sebagai aparatur sipil negara (ASN) adalah Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cirebon. Kalinga dan juga Sunjaya, bisa dikatakan adalah sesepuh sekaligus representasi birokrasi di Cirebon.
Pendampingnya, Santi yang bernama lengkap Dian Hernawa Susanti, sebelumnya merupakan anggota DPRD Kabupaten Cirebon dari Fraksi PDIP. Santi kemudian keluar dari PDIP dan bergabung dengan PKS yang mengusungnya untuk mendampingi Kalinga dalam Pilbup Cirebon.
Dalam Pilbup kali ini, mesin partai yang mengusung pasangan Kalinga-Santi yaitu Partai Gerindra dan PKS, diyakini bakal all out mengerahkan kekuatan untuk memenangkan keduanya. Terutama menghadapi pasangan petahana Sunjaya-Imron Rosyadi yang diusung PDIP yang merupakan lawan politik terkuat kedua partai tersebut.
Adapun pasangan Rakhmat-Yayat Rukhyat mewakili sosok pengusaha dan birokrat. Rakhmat yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Cirebon Fraksi Hanura periode 2009-2014, adalah juga Direktur PT Pandansari Citramulia Jakarta. Sementara pasangannya Yayat Rukhyat merupakan ASN di lingkungan Kabupaten Cirebon dengan jabatan terakhir sebagai Sekertaris Daerah.
Ketokohan yang dianggap menjadi kunci partisipasi publik dalam Pilbup Cirebon mendatang bisa dilihat dari latar belakang seluruh pasangan calon. Popularitas dan kedekatan figur paslon kepada rakyat diyakini bakal meraih simpati dari pemilih. Modal kedekatan kepada rakyat ini bisa dilakukan sejak dini oleh mereka yang berlatar belakang birokrat yang sejatinya bekerja melayani rakyat.
Dengan banyaknya tokoh birokrat yang bertarung dalam Pilbup kali ini, tinggal siapa yang mampu bermain cantik menggunakan modal politik untuk mengambil hati rakyat. Mengingat sikap apatis masyarakat Cirebon, pendekatan humanis ini semestinya digencarkan oleh seluruh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.
Minim Partisipasi
Dalam dua kali Pilkada Bupati sebelumnya, masyarakat Cirebon dikenal tidak terlalu antusias memberikan suara mereka. Partisipasi masyarakat pada Pilkada Bupati Cirebon tahun 2008 tercatat 62,58 persen.
Pada pilkada bupati lima tahun berikutnya, angka partisipasinya turun menjadi 52,41 persen di putaran pertama dan 46,29 persen di putaran kedua. Dalam pilkada Gubernur Jawa Barat di dua tahun yang sama, angka partisipasi masyarakat yang mengikuti juga mirip dengan persentase partisipasi masyarakat di Pilkada Bupati tersebut.
Dalam Pilbup mendatang, partisipasi masyarakat dalam Pemilu juga dikhawatirkan tetap akan rendah. Sikap pasif dan apatis ini bisa jadi karena penduduk Kabupaten Cirebon banyak yang merantau ke luar Cirebon.
Kurangnya minat untuk kembali ke kampung halaman saat hari pencoblosan ditengarai karena mereka merasa hasil pemilihan tidak berdampak signifikan pada hidup mereka. Hal ini juga dikatakan budayawan Cirebon Dadang Kusnandar menyinggung suasana daerah yang terasa kurang semarak jelang Pilbup beberapa bulan lagi.
Sosialisasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar masyarakat nantinya berbondong-bondong memberikan suara saat Pilbup juga telah dilakukan.
Selain itu, KPU juga berharap figur-figur yang maju dalam Pemilihan Bupati Cirebon mendatang mampu menjual ketokohannya semaksimal mungkin sehingga bisa meningkatkan elektabilitas mereka sekaligus menarik publik untuk hadir dan mencoblos di tempat pemungutan suara. (PALUPI PANCA ASTUTI/LITBANG KOMPAS)