Politik “Srintil” Temanggung
Temanggung merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki sejarah kehidupan ekonomi yang unik, yaitu kelekatannya dengan komoditas perkebunan tembakau.
Kabupaten Temanggung, sebagaimana terpateri dengan tegas di alun-alun kota, menasbihkan dirinya sebagai ”Kota Tembakau”. Wilayah berhawa sejuk yang terletak di kaki Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing ini merupakan kabupaten penting pada masa pendudukan Hindia Belanda.
Menurut Georg Everhard Rumphius (1627-1702) yang pernah bekerja untuk perusahaan kongsi dagang Belanda Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), sekitar tahun 1650 penanaman tembakau mulai menyebar ke banyak wilayah di Indonesia, termasuk wilayah Kedu.
Kedu merupakan eks keresidenan penghasil tembakau terbesar di Jawa Tengah. Pada tahun 1940, luas areal tembakau di Kedu lebih dari 30.000 hektar atau hampir separuh dari total areal tembakau di Jawa Tengah yang luasnya 65.000 hektar.
Di wilayah eks Keresidenan Kedu, terdapat Kabupaten Temanggung yang menjadi pusat pengembangan, pengolahan, dan pemasaran tembakau. Luas area tembakau Temanggung mencapai sekitar 20.000 hektar, yang sebagian besar menyebar di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro (Dutch Tobacco Growers, 1951).
Dengan potensi rempah berupa tembakau yang sangat besar, tak heran jika Temanggung menjadi wilayah primadona penghasil komoditas unggulan bagi VOC. Dengan demikian, Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu membangun jalur kereta api yang menghubungkan Secang-Temanggung-Parakan pada 1907.
Selepas penjajahan Belanda, tembakau tetap menjadi andalan utama petani Temanggung, terlebih sejak sigaret kretek tangan (SKT) makin populer. Hingga tahun 1970-an, dominasi SKT membuat tembakau Temanggung menjadi sumber pendapatan utama bagi petani. Tidak hanya bagi petani, limpahan berkah juga berpengaruh pada dinamika perdagangan lokal yang semarak.
”Dulu, setiap musim panen, pasar ramai sekali orang belanja. Toko emas penuh dikerumuni orang-orang. Mereka juga membeli apa saja, barang-barang baru, mobil baru, rumah diperbaiki dan dicat baru...,” ungkap Lak Widagdo (70), pengusaha tembakau di Temanggung.
Namun, menginjak tahun 1980-an mulai terjadi pergeseran konsumen dari SKT ke sigaret kretek mesin (SKM). Kehadiran industri rokok SKM yang lebih tertarik membeli tembakau kelas ringan menghancurkan harga tembakau kualitas tinggi.
Dulu, setiap musim panen, pasar ramai sekali orang belanja. Toko emas penuh.
Munculnya sistem tengkulak yang memperantarai petani dengan industri makin membuat kehidupan petani tertekan. Petani tak lagi punya kuasa atas harga, semua ditentukan oleh tengkulak dan perusahaan rokok. Namun, kultur tembakau yang sudah demikian lekat dengan petani membuat mereka sulit berubah ke jenis tanaman lain.
Munculnya gerakan antinikotin semakin mengontrol kesejahteraan petani tembakau dan memaksanya bergeming pada skala kelas bawah. Tembakau dengan kadar nikotin yang tinggi seperti jenis tembakau ”srintil”, yang sebetulnya bernilai sangat mahal, kini tak mendapat tempat dalam pasar yang lebih ramah pada kualitas tembakau kelas rendah hingga menengah.
”Dulu, harga emas per gram Rp 14.000 dan harga tembakau per kilogram Rp 30.000. Sekarang, harga emas di atas Rp 600.000 per gram dan harga tembakau hanya Rp 20.000-Rp 30.000 per kilogram,” ujar Lak.
Persoalan yang terjadi dalam hubungan antara petani, tengkulak, dan pabrik rokok semakin meluas ketika industri-industri rokok skala internasional juga masuk, desakan untuk membatasi kadar nikotin makin kuat. Yang terjadi dengan pertembakauan kemudian tidak lagi sederhana, tetapi menjadi materi yang sangat kompleks dengan kepentingan.
Dengan demikian, RUU Pertembakauan yang dibahas sejak zaman Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga kini Joko Widodo belum berhasil diundangkan.
Kegelisahan petani di balik sejuknya Gunung Sindoro dan Sumbing memang menjadi kabut tebal yang menyelimuti setiap pergantian kepemimpinan daerah Temanggung. Akankah pemimpin baru nanti cukup berarti bagi keberlangsungan hidup petani atau sebaliknya?
RUU Pertembakauan yang dibahas sejak zaman Presiden Megawati Soekarnoputri belum berhasil diundangkan.
”Biasanya, orang-orang di sini kalau ada bupati baru ya cocok saja, mereka menurut saja. Mereka akan melihat, sepanjang kebijakannya tidak merugikan petani tembakau, kepemimpinannya cukup aman. Bupati sekarang dinilai masyarakat cukup bagus, bahkan cukup serius berjuang melawan UU Pertembakauan,” tutur Lak.
Bupati yang dimaksud adalah petahana yang sekarang sedang bersiap berkompetisi dalam pilkada untuk kembali meraih dukungan pemilih, yaitu Bambang Sukarno. Dengan modal keberpihakannya kepada petani tembakau, akankah Bambang kembali meneruskan kepemimpinannya untuk periode kedua?
Tiga pasang kandidat
Pilkada Kabupaten Temanggung 2018 menampilkan tiga pasang kandidat untuk saling berkompetisi memenangkan suara terbanyak. Mereka adalah pasangan Bambang Sukarno-Matoha, Haryo Dewandono-Irawan Prasetyadi, dan M Al Khadziq-R Heri Ibnu Wibowo.
Bambang Sukarno merupakan Bupati Temanggung (2013-2018) dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang loyal kepada partainya. Ia telah meniti jalur politik lewat PDI-P sejak 1999 dan menjabat ketua DPC partai ini di Temanggung.
Selepas Pemilu 1999, ia terpilih sebagai anggota DPRD dan kemudian menjabat posisi Ketua DPRD. Posisi Ketua DPRD Temanggung terus bertahan di tangannya selama tiga periode (1999-2004, 2005-2009, 20010-2014).
Bambang diusung kembali oleh PDI-P pada pilkada ini. Meskipun PDI-P menjadi pemenang pemilu, perolehan kursi yang hanya 7 kursi tidak memungkinkannya menjadi pengusung tunggal. Perhitungan rasional atas dasar kecukupan kursi ini yang tampaknya membuat tidak ada partai politik di Temanggung yang mampu mengusung sendiri calonnya.
Situasi ini membuat PDI-P mengambil pilihan yang cukup sulit, yaitu berkoalisi dengan partai lain (Partai Kebangkitan Bangsa/PKB) agar dapat memenuhi syarat minimal dukungan parlemen.
Langkah koalisi ini membuat Wakil Bupati Irawan Prasetyadi yang sekarang mendampingi Bambang terpental dari pencalonan kembali oleh PDI-P. Sosoknya diganti figur calon dari partai koalisinya.
PKB mengajukan kadernya, Matoha, yang saat ini menjabat Ketua DPC PKB Kabupaten Temanggung. Matoha merupakan politisi yang cukup berpengalaman.
Ia sekarang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Temanggung (2014-2019), karier politik yang meningkat dari posisinya pada periode sebelumnya, yaitu anggota DPRD Temanggung (2009-2014). Selain itu, Matoha juga merupakan pengusaha dan Direktur PT Super Lamsy.
Sementara itu, petahana Wakil Bupati Irawan Prasetyadi kini mendapatkan pasangan baru untuk maju dalam pilkada. Ia berpasangan dengan Haryo Dewandono, pengusaha yang cukup populer di Temanggung.
Haryo menjadi calon bupati dan Irawan tetap sebagai calon wakil bupati. Mereka mendapatkan kendaraan politik melalui koalisi Partai Nasdem, Hanura, dan Demokrat dengan total dukungan 13 kursi.
Haryo Dewandono merupakan sosok yang tak asing bagi warga Temanggung. Sebab, selain merupakan pengusaha tembakau, ia juga pernah ikut konvensi Golkar 2008 untuk calon bupati Temanggung. Meskipun saat itu gagal terpilih sebagai bakal calon Golkar, nama Haryo sudah masuk radar calon pemimpin politik.
Pilkada kali ini baginya adalah ajang pembalikan nasib atas kegagalannya dalam proses pencalonannya satu dekade lalu. Kepribadian dan lingkup pergaulannya yang begitu luas membuat mantan PNS Dinas LLAJR (1981-2012) ini kerap dipercaya menjadi pengurus beberapa organisasi olahraga.
Ia juga menjabat Wakil Ketua Pordasi Jawa Tengah (2009-2018), Wakil Ketua Perbakin Temanggung (dua periode), dan Ketua Umum Pasi Temanggung (dua periode).
Bersama calon wakilnya, Irawan Prasetyadi, pasangan nomor urut 2 ini lebih terasa menampilkan gairah kaum muda dengan aktivitas keduanya. Irawan, sebelum menjadi wakil bupati, adalah Manajer Teknologi Informasi PT ITS Jakarta (1993-2005) dan Direktur CV KD Solusindo (2005-2013). Selain itu, ia juga pernah menjabat Ketua Pecinta Alam Gegama Geografi UGM (1989-1990).
Calon nomor urut 3, Al Khadziq dan Heri Ibnu Wibowo, merupakan perpaduan antara figur jurnalis dan sosok birokrat karier. Al Khadziq adalah Pemimpin Umum sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Event Guide Indonesia (2012-2017). Pengalamannya dalam dunia kewartawanan cukup luas.
Sebelumnya ia pernah menjadi Redaktur Yogya Post (1995-1998), lalu pindah koran dan menjadi redaktur di Jawa Post Group Jakarta (1998-2002). Sebelum membuat majalah Event Guide, ia pernah menjadi Redaktur Pelaksana Duta Masyarakat (2002-2004).
Pasangannya, Heri Ibnu Wibowo, adalah pejabat karier dalam pemerintahan daerah Temanggung. Ia memulai karier birokratnya sebagai Camat Tembarak (2003-2004), Camat Kledung (2004-2006), dan Camat Kandangan (2006-2008).
Setelah itu, ia diangkat menjadi Kepala Bidang Asisten Sosial Dinas Sosial Temanggung (2009-2010), Sekretaris Dinas Perhubungan Temanggung (2010-2017), dan sekarang masih menjabat Sekretaris Dinas Satpol PP Temanggung.
Meskipun bergerak di bidang media massa, tampaknya Khadziq-Wibowo relatif belum banyak dikenal masyarakat. Dengan waktu yang tersisa tinggal sebulan, pasangan ini harus bekerja keras mengejar popularitas.
Walaupun didukung koalisi partai yang terbesar, yaitu gabungan Partai Golkar, PPP, PAN, Gerindra yang mencapai dukungan 19 kursi DPRD, figur keduanya sejauh ini cenderung kurang diperhitungkan dalam kancah pilkada mendatang. Terlebih, untuk memenangi pertarungan, mereka setidaknya harus memenangi wilayah kantong yang berada di perkotaan.
Tiga kantong perkotaan
Tiga wilayah perkotaan, yaitu Kecamatan Temanggung, Parakan, dan Ngadirejo, dipandang menjadi wilayah yang sangat penting dalam kontestasi Pilkada Kabupaten Temanggung.
Selain memiliki jumlah pemilih yang banyak, ketiganya juga merupakan pusat perdagangan yang paling ramai. Konsentrasi pasar tembakau juga berada di ketiga wilayah ini.
”Di Temanggung, yang akan menang adalah yang bisa menguasai kota. Pertama Parakan, kedua Ngadirejo, dan ketiga Kota Temanggung,” ungkap Mugiyanto, pengusaha dan pemilik restoran Mbah Djoyo di Temanggung.
Berdasarkan perhitungannya, di antara ketiga calon yang bertarung, pasangan Bambang-Matoha dinilai sebagai calon yang terkuat. Pengalaman Bambang sebagai bupati menjadi nilai tambah yang membuatnya berpeluang lebih daripada calon lain.
Terlebih, ia telah menyiapkan modal yang cukup untuk elektabilitasnya dengan membangun Kota Temanggung, Parakan, dan Ngadirejo.