Apa Sih Menariknya Ganjar Pranowo?
Orangnya enak dipandang atau ganteng? Ah, hanya 0,2 persen. Royal memberi bantuan uang atau barang? Juga hanya 0,2 persen. Cerdas? Sedikit... hanya 1,1 persen. Ramah dan sopan? Ya, mungkin... tapi hanya 1,5 persen. Jujur? Ya, bolehlah, tapi sedikit... 4,4 persen saja.
Pembawaan fisik atau karakter personal ternyata bukan alasan utama orang memilih Ganjar Pranowo, calon gubernur Jawa Tengah. Alasan publik memilih Ganjar terbesar adalah karena sudah terbukti kinerjanya (30,5 persen) dan sudah berpengalaman di pemerintahan (10,4 persen).
Kedua hal itu memberikan indikasi bahwa setidaknya 40 persen responden menilai posisinya sebagai pemimpin pemerintahan Jawa Tengah cukup mengesankan dan membuat mereka ingin memilih Ganjar kembali.
Kesan terhadap model kepemimpinannya bahkan lebih menonjol dibandingkan kualitas program-program yang dilaksanakannya, yang hanya menjadi alasan bagi 1 persen responden untuk memilihnya lagi.
Alasan yang cukup menonjol lainnya adalah Ganjar dinilai merakyat (9,3 persen) dan tegas atau berwibawa (8,8 persen). Sejumlah orang mengaku asal pilih saja (0,7 persen). Walaupun sedikit, ada saja yang memilihnya karena aspek primordialitas, seperti kesamaan agama, etnis, atau karena putra daerah (masing-masing 1,1 persen).
Walaupun pilihan terhadap ganjar tampak terfragmentasi dalam berbagai alasan, fragmen-fragmen itu pada akhirnya membentuk popularitas sesosok Ganjar yang bisa dikatakan sulit tertandingi calon lain di Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil survei, saat ini popularitas Ganjar mencapai 91,8 sehingga dapat dikatakan hampir semua calon pemilih Jawa Tengah mengenalnya. Dua bulan lalu, popularitasnya berada di angka 78,4 persen.
Popularitas Ganjar masih terpaut jauh dari keterkenalan lawannya, Sudirman Said. Dengan demikian, selama sebulan ke depan, pasangan Sudirman-Ida masih akan bergelut dengan persoalan popularitasnya daripada elektabilitasnya.
Selama dua bulan terakhir berusaha mengejar popularitas, pasangan Sudirman-Ida mulai menampakkan hasil. Meskipun belum signifikan, hal itu berpengaruh pada kenaikan elektabilitas mereka.
Pengenalan orang terhadap Sudirman meningkat hampir dua kali lipat selama dua bulan ini, dari 26 persen menjadi 43,8 persen. Begitu juga dengan pasangannya, Ida Fauziyah, meningkat lebih dari dua kali lipat dari 12,4 persen menjadi 27,9 persen.
Dalam kurun itu, Sudirman Said berhasil mempersempit jarak popularitasnya dengan Ganjar, dari 52,4 persen menjadi 48 persen. Akan tetapi, mereka juga menghadapi kenyataan bahwa popularitas Ganjar tidaklah stagnan.
Bahkan, kenaikan popularitas Ganjar juga diikuti meningkatnya pengenalan masyarakat terhadap pasangannya, Taj Yasin, dari 16,3 persen menjadi 29,9 persen. Keterpaduan peningkatan ini turut mendorong semakin kuatnya brand image mereka sebagai pasangan.
Berdasarkan hasil survei, ingatan pertama publik (top of mind) ketika ditanyakan siapakah pasangan Pilgub Jawa Tengah yang diketahui menunjukkan makin kuatnya gambaran Ganjar-Yasin di mata publik. Popularitas mereka naik signifikan dari 66,1 persen menjadi 79,6 persen.
Gejala ini menunjukkan makin intensnya penetrasi pasangan ini dalam memengaruhi ingatan publik. Ganjar tercatat sangat gencar memublikasikan segala aktivitasnya lewat media sosial, baik Instagram maupun Facebook. Upaya ini tampaknya cukup berhasil memikat ingatan publik kepada mereka.
Hasil survei ini menangkap, mereka yang dalam sebulan terakhir ini selalu membaca berita lewat media sosial, sebanyak 74,8 persen, akan memilih Ganjar-Yasin.
Peran Ganjar
Hasil Survei Litbang Kompas menunjukkan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin akan dipilih 76,6 persen pemilih, sedangkan duet Sudirman Said-Ida Fauziyah didukung oleh 15 persen pemilih jika pilkada digelar sekarang. Pada survei dua bulan lalu, tingkat keterpilihan Ganjar-Yasin sebesar 79 persen dan Sudirman-Ida 11,8 persen.
Tingginya elektabilitas Ganjar menjelang Pilgub Jawa Tengah sebulan mendatang menimbulkan pertanyaan mengenai potensi perannya pada Pemilu 2019 dan basis pemilihnya saat ini. Karena itu, menelisik karakteristik pemilihnya dan pandangan pemilih terhadap sosok Ganjar menjadi penting dikemukakan.
Meskipun sejauh ini keterpilihan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam Pemilu Legislatif 2019 diprediksi paling unggul, bukan tidak mungkin pilkada serentak terakhir periode 2018 ini akan berpengaruh besar, baik pada suara PDI-P maupun calon presiden yang diusung partai ini nantinya.
Dengan demikian, dalam situasi sekarang, Ganjar dengan peluangnya yang besar untuk memenangi Pilkada Jawa Tengah hampir pasti menjadi benteng pertahanan terakhir dari PDI-P di Pulau Jawa.
Melihat konstelasi pilkada Jawa saat ini, harapan paling besar PDI-P memang hanya di Jawa Tengah, khususnya pada sosok Ganjar Pranowo. Sebelumnya, Provinsi Banten telah lebih dulu jatuh ke tangan koalisi Golkar pada 2017 dengan kekalahan pasangan yang diusung koalisi PDI-P, Rano Karno-Embay Mulya Syarif.
Sementara dalam Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang akan dilakukan pada 27 Juni, satu wilayah kemungkinan besar bakal hilang dan satu lainnya sangat rentan hilang.
Di Jawa Barat, menurut hasil survei Litbang Kompas, pasangan calon yang diusung PDI-P, yakni Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan, diprediksi tertinggal jauh elektabilitasnya. Dibandingkan perolehan pasangan calon lainnya, pasangan tersebut berada di urutan paling buncit.
Di Jawa Timur, calon yang diusung koalisi PDI-P, yaitu Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno, bersaing sangat ketat dengan calon dari koalisi Golkar, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Dalam survei Maret lalu, selisih kedua pasang itu hanya 0,5 persen dengan posisi lawan lebih unggul. Pada survei Mei, jarak itu semakin lebar.
Di Jawa Tengah, dengan waktu pelaksanaan pilkada yang kurang dari sebulan lagi, mungkin hanya ada satu postulat yang bisa mengubah konstelasi. Postulat itu, sebagaimana sudah disadari oleh umum, justru berada dalam pendulum Ganjar.
Artinya, kerja keras tim pemenangan Sudirman-Ida dalam mendulang suara tambahan akan berlaku efektif jika ada kejadian luar biasa pada pasangan Ganjar-Yasin yang membuat mereka terdegradasi dari pilihan publik ataupun sistem.
Dan, tampaknya itu hanya mungkin terjadi jika terdapat kepastian hukum bahwa Ganjar terlibat dalam korupsi KTP elektronik. Persoalan ini telah disadari 5,5 persen responden menjadi kelemahan utama Ganjar meskipun sejauh ini tampaknya Ganjar masih aman-aman saja dari jangkauan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ganjar Pranowo adalah petahana Gubernur Jawa Tengah yang pada pilkada sebelumnya (2013) berpasangan dengan Heru Sudjatmoko. Mereka diusung PDI-P yang memiliki basis kuat di Jawa Tengah dan berhasil memenangi pilgub dengan total perolehan suara 48,82 persen.
Pasangan Ganjar-Heru menang di 29 kabupaten/kota dan hanya kalah di enam kabupaten, yakni Demak, Kendal, Cilacap, Grobogan, Batang, dan Blora.
Dalam pilkada kali ini, Ganjar Pranowo berpasangan dengan Taj Yasin, putra ulama karismatik asal Rembang, KH Maimoen Zubair. Mereka diusung koalisi PDI-P, Partai Demokrat, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pasangan ini akan menghadapi calon dari koalisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Sudirman Said dan Ida Fauziyah.
Berdasarkan dua kali survei yang dilakukan Litbang Kompas, nyaris tidak ada celah geografis atau demografis yang akan dimenangkan pasangan Sudirman-Ida. Semua wilayah kabupaten dan kota sejauh ini berhasil dikuasai Ganjar-Yasin, termasuk wilayah-wilayah yang dulunya ia kalah.
Dengan posisi seperti ini dan dengan jarak keterpilihan yang terpaut jauh di tiap wilayah, peran Ganjar diperkirakan akan sangat signifikan mengglorifikasi kemenangan dalam pemilu legislatif nanti.
Korelasi dengan PDI-P dan Jokowi
Korelasi antara Ganjar dan PDI-P sangat lekat. Massa PDI-P tercatat sebagai pendukung paling solid pasangan Ganjar-Yasin dalam Pilgub Jawa Tengah. Dukungan massa PDI-P untuk pasangan ini sekarang mencapai 94,3 persen, naik dari 89,9 persen pada periode survei sebelumnya.
Pasangan ini juga solid didukung massa PPP, Demokrat, dan Nasdem yang menjadi mitra pengusung Ganjar-Yasin dalam pilkada ini. Dukungan suara dari massa PPP mencapai 80,6 persen, Demokrat 83,3 persen, dan Nasdem 70 persen.
Ganjar-Yasin juga dipilih massa partai-partai nonpengusung, seperti Golkar dan Hanura. Kekuatan Ganjar-Yasin bahkan disokong separuh pemilih partai-partai lawannya, yaitu Gerindra (58,5 persen), PKS (48 persen), dan PAN (56 persen).
Dengan sebaran pilihan politik yang kini terkonsentrasi pada dirinya, kemenangan Ganjar akan sangat berarti bagi partai, khususnya PDI-P. Selain untuk menahan lumbung suara partai ini dari impitan pengaruh Jawa Barat dan Jawa Timur yang rentan dimenangi partai lain, imbas kemenangan Ganjar juga diharapkan mampu menginjeksi suara untuk calon-calon anggota legislatif dari partai ini.
Pengaruhnya pada pemilu presiden pun dapat sangat signifikan mengingat kuatnya korelasi antara pemilih Ganjar dan pemilih Jokowi yang sudah dicalonkan oleh PDI-P.
Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara minat untuk memilih Jokowi dalam pemilu mendatang dan pilihan kepada pasangan Ganjar-Yasin dalam pilkada ini.
Pemilih yang pada Pemilu 2019 berencana memilih Jokowi sebagai presiden sejumlah 86,3 persen menjadi pendukung Ganjar-Yasin. Hanya 8,4 persen calon pemilih Jokowi yang akan memilih Sudirman-Ida.
Dengan begitu, menariknya Ganjar Pranowo karena ia menjadi simpul dari benang merah kepentingan politik secara luas. (LITBANG KOMPAS)