Miras Oplosan dan Kasus Data Facebook Ramai Dibahas
Manusia sebagai korban menjadi objek sentral dari pemberitaan dua topik utama yang mengemuka di media cetak nasional sepanjang April 2018 lalu.
Jika dilihat dari frekuensinya, topik berita jelang Pemilu 2019 masih bertengger di peringkat pertama yang ditonjolkan media. Setelah itu, baru kasus kematian akibat minuman keras (miras) oplosan dan kasus bocornya informasi pribadi pengguna Facebook menjadi isu pemberitaan menonjol.
Besarnya dampak yang ditimbulkan dari bahan mematikan yang terkandung dalam miras oplosan dan pencurian data pribadi pengguna Facebook menjadikan kasus tersebut dinilai penting ditempatkan di panggung utama suratkabar.
Pemberitaan mengenai miras oplosan hadir 11 kali di halaman muka surat kabar nasional, sementara kebocoran data pengguna Facebook muncul sebanyak 9 kali.
Selain dampak peristiwa (magnitude), nilai berita signifikansi (significance) juga kuat terasa dari pemberitaan atas kedua kasus tersebut.
Mari kita bedah satu per satu. Untuk kasus kematian akibat konsumsi miras oplosan ini bukanlah kasus baru. Bahkan, bagi sebagian masyarakat Indonesia minuman oplosan merupakan fenomena yang cukup banyak ditemui dan sudah berlangsung lama.
Penelusuran arsip Kompas mencatat, pada edisi 16 Maret 1995 ada kasus kematian akibat minum oplosan. Di halaman satu muncul berita berjudul Keracunan Alkohol, Penyebab Kematian 11 Pemuda.
Pada badan berita dijelaskan bahwa 11 pemuda di Solo dan Karanganyar, Jawa Tengah, tewas setelah menenggak minuman keras “ciu” yang dicampur dengan obat penenang. Ciu merupakan nama minuman keras produk lokal (tradisional) yang memanfaatkan proses fermentasi alamiah.
Pada edisi 10 April 2018, kasus tewas akibat ciu yang mirip juga diangkat sebagai berita utama di halaman satu di suratkabar Kompas dengan judul 31 Orang Tewas Sia-sia. Korban merupakan warga Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, dan Kota Bandung.
Sekitar seminggu sebelumnya Republika mengangkat topik berdasarkan peristiwa yang mirip, terjadi di wilayah kerja Polda Metro Jaya, yakni Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Di edisi 5 April 2018, koran ini memasang judul 24 Tewas Tenggak Miras Oplosan (Republika, 5 April 2018).
Peredaran miras oplosan yang sudah meluas hingga ke sejumlah daerah dengan harga yang murah menjadi daya tarik bagi konsumen sekaligus memperbesar potensi bahaya. Di sisi lain, miras ditengarai menjadi pelarian masyarakat melupakan beban hidup.
Jumlah korban tewas diperkirakan hanya fenomena gunung es karena pengonsumsi miras oplosan diyakini jauh lebih banyak baik secara terbuka maupun diam-diam. Di wilayah kerja Polda Metro Jaya saja, pada tahun 2017 korban tewas tercatat mencapai 37 orang, sementara tahun ini hingga 12 April 2018 telah mencapai 99 korban jiwa.
Polda Metro Jaya juga diberitakan telah menyita 39.000 minuman keras dari hasil razia sejak 1 April–19 April 2018. Jumlah tersebut merupakan gabungan dari miras bermerek, oplosan, anggur, ciu, alkohol, cap tikus, dan lain sebagainya. Polisi juga menangkap 180 pelaku yang memiliki atau menyebarkan barang tersebut.
Dalam kasus ini, media massa tidak berhenti hanya menyajikan reportase informasi terbaru terkait peristiwa namun juga berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat dan pemerintah akan bahaya miras oplosan.
Dorongan kepada aparat keamanan untuk segera menindak tegas kasus ini juga muncul. Peliputan dari berbagai sisi tersebut untuk menunjukkan nilai penting atau signifikansi dari peristiwa yang berulang tersebut.
Bocornya Data Facebook
Saat ini bermedia sosial sudah menjadi kebutuhan utama bagi berbagai segmentasi warga masyarakat. Selain bisa berjejaring dan ber-narsis ria, media sosial juga kerap dipakai oleh berbagai aplikasi transaksi untuk mengonfirmasi identitas pengguna.
Namun apa jadinya kalau data di medsos tersebut malah bocor? Dan itulah yang terjadi dengan sejumlah data pengguna facebook. Hal ini lah yang ditangkap media dalam kasus terungkapnya kebocoran data pengguna facebook di Amerika dalam konteks kasus Pemilu Presiden Amerika Serikat.
Secara keseluruhan kebocoran data pribadi Facebook menimpa 87 juta pengguna dan sudah berlangsung sejak tahun 2014. Aplikasi facebook menguasai dua pertiga pasar dunia pengguna medsos dengan jumlah pengguna lebih dari 2,17 miliar akun.
Kebocoran data pengguna layanan jejaring sosial facebook yang didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama rekannya pada bulan Februari 2004 ini awalnya diungkap oleh Christopher Wylie, mantan Kepala Riset Cambridge Analytica. Mulanya, data tersebut disedot oleh peneliti dari University of Cambridge, Aleksandr Kogan, menggunakan aplikasi survei kepribadian.
Parahnya, data yang diperoleh secara ilegal tersebut dijual ke perusahaan konsultan politik Inggris, Cambridge Analytica yang menggunakannya untuk mendesain iklan politik calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dalam Pemilu 2016. Media sosial yang didirikan Mark Zuckerberg ini dianggap tidak bisa melindungi pengguna dan telah melanggar hak privasi.
Bocornya data pengguna Facebook yang bermarkas di Amerika Serikat bagi masyarakat Indonesia tentu juga memiliki nilai berita. Pasalnya, jumlah pengguna Facebook di negara kita mencapai 130 juta akun (Januari 2018). Dari penyidikan berikutnya, terungkap data pribadi dari sekitar satu juta pengguna di Indonesia ikut dicuri.
Koran Sindo menjadikan kasus kejadian ini sebagai berita penting di halaman muka setidaknya lima kali selama bulan April 2018. Kasus ini dinilai mengancam keamanan data informasi individu, termasuk masyarakat Indonesia.
Koran Sindo pun menyoroti kebocoran data Facebook harus diwaspadai juga di waktu mendatang mengingat perhelatan Pemilu di Indonesia akan dilakukan 2019. Waspadai Skandal Data Medsos di Pemilu 2019 menjadi judul yang dipakai Sindo untuk mengingatkan potensi penyalahgunaan akun media sosial untuk tujuan memanipulasi.
Koran Tempo pun menaruh kepedulian yang sama terkait kebocoran data pribadi pengguna Facebook. Data Facebook Bisa untuk Kepentingan Pemilu menjadi judul di halaman depan edisi 8 April 2018. Tempo lebih jauh mengharapkan Pemerintah melakukan langkah tegas dan memberi sanksi lisan dan tertulis kepada Facebook untuk bertanggung jawab.
Selain jumlah pengguna Facebook di Indonesia yang terhitung sangat besar (sebagai potensi pasar suara pemilu), sejumlah media massa mencoba menunjukkan nilai strategis dari kasus ini terutama ketika ditarik dengan kepentingan politik nasional.
Apalagi, memasuki bulan keempat tahun ini, dinamika politik jelang Pemilu 2019 kian terasa meski ada penurunan dibandingkan bulan Maret dan Februari 2018. Terbukti topik terkait politik tersebut masih diberikan porsi terbesar menjadi berita utama di halaman muka berbagai surat kabar. (SUSANTI AGUSTINA S/SUGIHANDARI/LITBANG KOMPAS)