Jokowi Didukung Massa Koalisi Keumatan Jawa Tengah
Di Jawa Tengah, potensi keterpilihan Jokowi akan sulit ditandingi oleh bakal calon presiden lainnya. Selain didukung oleh partai-partai anggota koalisi yang solid, elektabilitas Jokowi juga disokong oleh sebagian massa partai oposisi atau blok politik baru Koalisi Keumatan.
Jokowi juga mendapat dukungan yang kental dari pemilih yang saat ini memilih Ganjar Pranowo sebagai calon gubernur Jawa Tengah. Petahana tersebut pun mendapat dukungan dari sebagian besar wilayah kabupaten dan kota di Jawa Tengah.
Hasil survei Litbang Kompas terbaru (Mei 2018), Jokowi memuncaki elektabilitas tokoh-tokoh untuk calon presiden 2019 di wilayah Jawa Tengah (Jateng). Jika pemilu presiden digelar saat ini, Jokowi diprediksi akan memperoleh 61,1 persen suara di Jateng.
Suara untuknya berbeda terlampau jauh dari penantang terdekatnya, Prabowo Subianto yang mendapatkan 10,8 persen suara. Sedangkan suara untuk penantang lainnya, jika pun semuanya digabungkan hanya mendapat potensi keterpilihan 4,5 persen.
Elektabilitas Joko Widodo terlampau jauh dari penantang terdekatnya, Prabowo Subianto.
Selama dua bulan, Maret ke Mei 2018, terjadi sedikit perubahan dukungan, terutama pada elektabilitas Jokowi. Perubahan terjadi pada pengurangan keterpilihan Jokowi dan membesarnya pemilih yang dikategorikan sebagai rahasia (menyatakan tidak tahu/tidak jawab), sedang suara untuk Prabowo relatif tetap.
Semula, dukungan untuk Jokowi sebesar 68,1 persen kemudian mengalami penurunan sebesar 7 persen dua bulan berikutnya. Sebaliknya, pemilih rahasia meningkat sebesar 8,3 persen, dari 15,3 persen menjadi 23,6 persen. Sedangkan suara untuk Prabowo tidak berubah, 10,8 persen.
Belum terbentuknya formulasi koalisi yang pasti dan mandegnya proses pencalonan baik capres penantang Jokowi maupun cawapres pendamping Jokowi dan Prabowo menjadikan arena pertarungan diliputi ketidakpastian. Situasi ini membuat pemilih ragu-ragu semakin besar.
Dukungan Partai
Massa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Jateng merupakan calon pemilih yang paling solid dalam mengarahkan dukungannya kepada Jokowi. Menggunakan pertanyaan terbuka, sebanyak 79,3 persen akan memilihnya jika pemilu dilakukan sekarang.
Soliditas massa partai itu tetap tertinggi, meskipun jika dibandingkan dengan survei pada bulan Maret lalu terjadi penurunan. Maret lalu 86,9 persen massa PDI-P mendukung Jokowi. Pengurangan ini tidak membuat penambahan suara pada kubu Prabowo Subianto, tetapi menjadikan naiknya pemilih partai itu yang menjawab rahasia, dari 3,7 persen menjadi 15,4 persen.
Selain oleh PDI-P, Jokowi juga solid didukung oleh partai-partai koalisi pemerintah, seperti Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Golongan Karya (Golkar) dengan suara rata-rata diatas 50 persen. Massa partai di luar koalisi pemerintah yang memberikan suara cukup besar adalah dari Partai Demokrat.
Suara yang diberikan massa partai tersebut 41,4 persen, lebih besar daripada suara yang diberikan kepada Prabowo (24,1 persen) maupun calon-calon lain. Kondisi demikian juga terjadi pada partai baru Persatuan Indonesia (Perindo), dengan dukungan yang cukup signifikan pada Jokowi.
Massa dari partai-partai yang tergabung dalam blok Koalisi Keumatan masih menunjukkan soliditas yang lemah di Jateng untuk mendukung Prabowo atau calon selain Jokowi. Meskipun sebagian besar massa partai koalisi itu menyatakan mendukung Prabowo, suara mereka yang tergiring pada arus mendukung Jokowi juga cukup signifikan.
Suara dari blok Koalisi Keumatan masih lemah mendukung Prabowo Subianto.
Sebanyak 50 persen massa Gerindra memang mendukung Prabowo, namun 20,6 persennya memilih Jokowi. Pada massa PKS juga demikian, 42,1 persen memilih Prabowo dan 26,3 persen memilih Jokowi. Dibanding Gerindra dan PKS, massa PAN lebih cair. Mereka yang mendukung Jokowi lebih besar, yaitu 36,4 persen, dibanding yang memilih Prabowo 31,8 persen.
Koalisi Keumatan yang digagas pembentukannya oleh sejumlah tokoh –di antaranya Habib Rizieq Shihab, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto– merupakan sebuah blok politik baru yang mengisi dinamika pemilihan umum 2019.
Gagasan pembentukan dan namanya disampaikan Rizieq kepada Amien Rais dan Prabowo Subianto saat mereka menemuinya seusai ibadah umrah di Mekkah, 2 Juni 2018. Koalisi ini diharapkan mengikat empat partai, yakni Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Kekuatan itu diharapkan akan menjadi penantang yang cukup tangguh terhadap koalisi partai pengusung Jokowi dalam pemilihan presiden 2019 nanti.
Massa Gerindra sempat terlihat solid pada sebulan menjelang Rakornas Partai Gerindra yang akhirnya menghasilkan kesepakatan mengusung kembali Prabowo Subianto sebagai calon presiden untuk Pemilu 2019. Pergerakan partai yang cukup dinamis pada Februari-Maret lalu cukup menguntungkan untuk melambungkan elektabilitas Prabowo di mata massa Gerindra hingga ke angka 65,4 persen.
Namun, waktu antara pertengahan April-Mei kemudian situasi politik terlihat stagnan, tidak ada pergerakan yang berarti dari partai-partai maupun elite politik. Belum tampak formulasi yang mengarah ke kesepakatan matang dalam koalisi maupun keputusan tentang calon wakil presiden dari kedua kubu.
Bahkan, penantang baru seperti mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga belum mendapatkan kendaraan politik. Namun, dari semua soal itu, ketidakpastian PKS dan PAN bergabung dengan koalisi Gerindra tampaknya yang paling mengganjal laju elektabilitas Prabowo untuk saat ini, sehingga suara untuknya melemah pada bulan Mei.
Pemilih Sudirman Said Juga ke Jokowi
Pilkada Jateng merupakan gambaran kekuatan yang nyaris mendekati kekuatan potensial Koalisi Keumatan, karena sebagian besar Koalisi Keumatan –yang sejauh ini menokohkan Prabowo– juga menjadi pengusung utama untuk penantang petahana pilgub Jateng.
Partai dari Koalisi Umat yang mengusung Sudirman Said-Ida Fauziyah di Jateng adalah Gerindra, PAN, dan PKS. Selain mereka, Sudirman-Ida juga diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hasil survei menunjukkan, meskipun didukung oleh partai-partai yang sebagian besar terkait dengan gagasan Koalisi Keumatan, namun pemilih Sudirman-Ida terpecah dalam dukungan mereka terhadap capres 2019. Yang mendukung Prabowo 29,2 persen sedangkan yang berencana memilih Jokowi 34,2 persen.
Dalam jumlah yang cukup besar, yakni 25 persen dari pemilih Sudirman-Ida, masih belum tahu siapa yang akan dipilihnya atau merahasiakan jawabannya. Keberadaan PKB dalam koalisi Sudirman-Ida ditengarai menjadi sebab besarnya dukungan massa pasangan ini ke Jokowi.
Sementara itu, pemilih Ganjar-Yasin lebih linear dengan dukungan terhadap calon presiden dari PDI-P. Pemilih Ganjar-Yasin yang berencana memilih Jokowi 68,8 persen dan hanya 8 persen yang akan memilih Prabowo. Sebanyak 3,6 persen memilih calon lainnya dan 19,6 persen masih belum diketahui siapa capres pilihannya.
Posisi Elektoral
Keterpilihan Jokowi terlihat semakin kuat di wilayah eks Karesidenan Pekalongan dan Pati. Di Pekalongan, elektabilitas Jokowi naik meskipun belum signifikan, dari 68,6 persen menjadi 71,2 persen dan di Pati naik dari 63,9 persen menjadi 71,3 persen.
Sebaliknya, Prabowo kian menanjak di wilayah bekas Karesidenan Banyumas dan Kedu. Di Banyumas naik dari 9,7 persen menjadi 16,1 persen dan di Kedu dari 12,3 persen menjadi 15,8 persen.
Pergerakan yang cenderung drastis untuk Jokowi maupun Prabowo terlihat di wilayah eks Karesidenan Semarang, di sini terjadi penurunan suara kedua tokoh itu. Jokowi menurun setengahnya, dan Prabowo menurun hingga tingggal sepertiga dari suara sebelumnya. Penurunan itu diimbangi dengan naiknya pemilih rahasia di wilayah ini, menjadikan Semarang sebagai “No man’s land”, area tak bertuan yang terbuka untuk diperebutkan.
Selain Semarang, pemilih rahasia yang bertambah besar juga tampak gejalanya di bekas Karesidenan Banyumas dan Kedu. Di Banyumas naik dari 16,9 persen menjadi 20,1 persen dan di Kedu dari 11,4 persen menjadi 15,8 persen.
Wilayah eks Karesidenan Pekalongan meliputi Kabupaten Pekalongan, Tegal, Batang, Brebes, Pemalang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Eks Karesidenan Banyumas meliputi Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, dan Purbalingga. Eks Karesidenan Kedu meliputi Kabupaten Purworejo, Temanggung, Wonosobo, Kebumen, Magelang, dan Kota Magelang.
Eks Karesidenan Pati meliputi Kabupaten Pati, Kudus, Jepara, Blora, dan Rembang. Eks Karesidenan Semarang meliputi Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, Grobogan, Kota Semarang, dan Kota Salatiga. Eks Karesidenan Surakarta meliputi Kabupaten Klaten, Boyolali, Wonogiri, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, dan Kota Surakarta.
Potensi keterpilihan Jokowi paling tinggi berada di Kabupaten Surakarta, yakni mencapai 85,7 persen dan paling rendah di Kabupaten + Kota Semarang yakni sebesar 12,1 persen. Mayoritas (82,8 persen) pemilih di sini belum menentukan pilihan.
Selain di Semarang, fenomena banyaknya calon pemilih yang masih ragu-ragu dengan pilihannya juga tertangkap di Kendal. Kedua wilayah itu terletak di pantai utara Jateng. Wilayah pantura Jateng bisa jadi menjadi wilayah yang kian lepas dari pertarungan kontestasi baik pemilu maupun pilkada, jika isu-isu terkait nelayan dan penangkapan ikan kian hangat diembuskan. (BAMBANG SETIAWAN/LITBANG KOMPAS)