Pertarungan Panas Para Elite Turatea
Suhu politik di Jeneponto kembali memanas pada Pilkada 2018 ini. Pejabat publik dari jalur birokrat dan politisi yang masih ada hubungan kekerabatan bertarung memperebutkan kursi nomor 1 di ”Butta Turatea”, sebutan lain wilayah ini.
Hampir setiap pesta demokrasi di Jeneponto selalu panas dan rawan konflik. Juga dengan pilkada tahun ini, yang menjadi salah satu wilayah pilkada zona merah (rawan konflik) di Sulawesi Selatan bersama Kabupaten Sidenreng Rappang serta Kota Palopo dan Makassar. Kontestasi gubernur tidak hanya berbuah terpilihnya pemimpin baru, tetapi juga meninggalkan gesekan-gesekan di masyarakat.
Berbagai cara, mulai dari pembagian batu mestika, menghadiri acara-acara di masyarakat, bajak-membajak dukungan, hingga mobilisasi massa, digunakan setiap pasangan calon untuk merebut simpati pemilih emosional Jeneponto.
Bahkan, pada Pilkada 2008, pertarungan panas tersebut mengakibatkan perceraian suami istri, pengusiran keluarga, bahkan pembongkaran makam. Pilkada yang diikuti enam pasangan calon tersebut membuat suami istri bercerai karena berbeda pilihan politik. Padahal, setelah pilkada, pasangan calon itu masing-masing sudah berkonsolidasi kembali, tetapi suhu di masyarakat bawah masih tinggi.
Pengusiran keluarga dan pembongkaran makam terjadi karena warga yang menumpang tinggal di lahan milik seorang karaeng (bangsawan Jeneponto) dan pilihan politik warga tersebut berbeda dengan pilihan politik si karaeng. Hal itu juga terjadi pada kasus pembongkaran makam akibat kejadian yang sama.
Alhasil, warga tersebut akhirnya bisa ditampung oleh karaeng lain yang pilihan politiknya sama dengan warga tersebut.
Menurut Jayadi Nas, akademisi Universitas Hasanuddin, Pilkada Jeneponto selalu menghasilkan konflik antarmasyarakat, bahkan kalangan internal keluarga. Dalam satu kampung, bisa berbeda banyak pilihan politik. Rumah berhadapan atau samping-sampingan sudah biasa memasang baliho pasangan calon yang berbeda.
Pemilih emosional
Mengapa pesta demokrasi di Jeneponto selalu bersuhu tinggi? Selama ini tidak ada pasangan calon yang mengedepankan pendidikan politik kepada masyarakat. Kontestasi politik bagi semua pasangan di Jeneponto adalah ajang untuk adu kekuatan melalui pamer kekayaan dan beradu jumlah massa.
Tak heran jika keberhasilan kampanye suatu pasangan calon ditunjukkan oleh semakin banyaknya rombongan mobil yang digunakan, jenis mobil paling mahal, hingga banyaknya jumlah massa.
Masyarakat memilih karena figur pasangan calon yang sudah berbuat baik kepadanya, memberikan keuntungan-keuntungan ekonomi, atau hanya karena tokoh tersebut sering memenuhi undangan acara keluarga yang diselenggarakan masyarakat.
Karakteristik inilah yang menurut Jayadi membuat masyarakat Jeneponto masih merupakan pemilih emosional, yang terikat oleh ikatan pragmatis-primordial berdasarkan kekerabatan dibandingkan dengan ikatan politik atas dasar pragmatis-rasional.
Karakteristik pemilih emosional tersebut dilatarbelakangi pola hubungan patron klien yang sangat kuat di masyarakat yang menghuni bekas kerajaan Binamu dan Bangkala tersebut.
Hubungan antara pemimpin dan pengikut, patron dan klien, menurut Christian Pelras dalam buku Manusia Bugis (1996), terjalin secara sukarela dan hanya berdasarkan kontrak tak tertulis. Hubungan ini bisa berakhir kapan saja dan sepanjang klien tidak memiliki utang kepada patronnya, dia setiap saat bisa pindah ke pemimpin lain.
Namun, pemimpin juga dapat memberhentikan pengikutnya jika tidak memenuhi kewajiban. Hal inilah yang terjadi saat pengikut seorang karaeng tidak memenuhi kewajibannya dengan pilihan politik yang sama dengan karaengnya.
Karaeng yang bertindak sebagai pemimpin bisa mengusir pengikutnya dari lahan permukiman atau pertanian yang selama ini ditempati atau digarapnya.
Sosial ekonomi terpuruk
Sayangnya, di balik pesta demokrasi yang memanas tersebut, para pemimpin hasil kontestasi tersebut belum berhasil mengubah wajah sosial ekonomi Jeneponto. Prestasi Jeneponto tercatat oleh Badan Pusat Statistik selalu menduduki peringkat terbawah dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Pendapatan per kapita, misalnya, selama 2011-2016 menunjukkan peningkatan dari Rp 11,8 juta menjadi Rp 22,02 juta. Jumlah ini hanya separuh dari pendapatan per kapita Sulawesi Selatan yang pada 2016 sudah mencapai Rp 43,68 juta.
Juga dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung fluktuatif dalam periode yang sama. Periode 2011-2013, laju ekonomi menurun tajam dari 8,44 persen menjadi 6,64 persen. Periode 2013-2016 naik menjadi 7,94 persen, lalu turun lagi menjadi 6,53 persen, dan meningkat pada tahun 2016 menjadi 8,43 persen.
Fluktuatifnya tingkat perekonomian Jeneponto disebabkan ketidakstabilan sektor pertanian sebagai penopang utama Jeneponto. Ketidakstabilan perekonomian tersebut berkorelasi dengan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran.
Di atas kertas, angka kemiskinan selama 2011-2016 hanya menurun dari 16,6 persen menjadi 15,5 persen. Angka tersebut menorehkan prestasi buruk bagi Jeneponto karena menjadi penyumbang angka kemiskinan besar di Sulawesi Selatan bersama Kabupaten Pangkajene Kepulauan dan Toraja Utara.
Catatan buruk lainnya berasal dari angka indeks pembangunan manusia (IPM) yang selalu berada di bawah rata-rata IPM Sulawesi Selatan. Selama 2011-2016, IPM Jeneponto selalu berkisar pada angka 58,3 hingga 61,6.
Padahal, Sulawesi Selatan pada periode yang sama sudah mencapai angka 66 hingga 69,2. Kondisi ini menunjukkan kinerja daerah yang relatif lambat dan pencapaian kesejahteraan daerah yang rendah.
Kontestasi antar-petahana
Dalam Pilkada 2018, kontestasi bupati Jeneponto diikuti empat pasangan calon. Namun, pertarungan sengit diperkirakan terjadi antara pasangan nomor urut 1 Mulyadi Mustamu-Muhammad Kasmin dan pasangan nomor urut 3 Ikhsan Iskandar-dan Paris Yasir.
Pasalnya, kedua calon bupati tersebut sebelumnya merupakan wakil bupati dan bupati petahana yang selama lima tahun telah berkongsi memerintah Jeneponto.
Mulyadi merupakan petahana wakil bupati dan Kasmin merupakan Ketua DPRD Kabupaten Jeneponto. Mulyadi merupakan putra asli Bangkala dan mengaku keturunan raja Bangkala terakhir.
Keturunan raja itulah yang membuatnya terobsesi untuk merebut kursi nomor 1 Jeneponto. ”Bangkala dulu merupakan kerajaan, tapi belum ada satu pun raja Bangkala yang memimpin Jeneponto,” kata Mulyadi dalam sebuah wawancara di rumah pribadinya, pertengahan April lalu.
Selain karena obsesi itu, karaeng tinggi tersebut terpanggil untuk mengubah Jeneponto yang selama ini identik dengan daerah tertinggal, miskin, dan gersang menjadi Jeneponto yang lebih baik. Sejumlah program ditawarkan kepada masyarakat dalam setiap kampanye.
Pasangan berjuluk ”MUKMIN” ini hanya didukung tiga partai: PKPI, Demokrat, dan Hanura, dengan total 11 kursi.
Langkah pertama yang akan dilakukan adalah membangun karakter dan akhlak pejabat masyarakat ataupun pelajar yang akan beranjak remaja. Menurut dia, sebuah pemerintahan tidak akan bagus jika akhlak masyarakatnya tidak bagus.
Pasangan tersebut juga berjanji akan memberikan dana kepada setiap kelurahan Rp 1 miliar per tahun. Selama ini, menurut dia, pemerintah pusat telah memberikan dana pembangunan hanya di desa, tetapi tidak di tingkat kelurahan. Jadi, keberadaan dana tersebut untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kelurahan.
Terobosan lainnya adalah melakukan dialog interaktif masyarakat dengan bersilaturahim di desa selama tiga hari. Program bermalam di desa tersebut dilakukan selama tiga hari dalam sebulan. Tujuannya, membangun komunikasi dengan masyarakat supaya terlihat skala prioritas pembangunan yang ada.
Pendekatan yang akan dilakukan adalah melalui agama dengan bermalam di masjid bersama dan pada siang hari berbincang-bincang mengenai pembangunan dan kemasyarakatan.
Mulyadi juga memikirkan keberadaan sumber air untuk irigasi pertanian. Selama ini, produktivitas pertanian di Jeneponto stagnan karena kekurangan air.
Diharapkan setelah ditemukan sumber air di hulu, bisa mengalirkannya ke wilayah hilir hingga kawasan pertanian. Harapannya, petani bisa panen lebih dari sekali, yang ujungnya meningkatkan kesejahteraan.
Tak lupa, mantan Lurah Bangkala dua periode ini juga berencana membangun sarana prasarana umum di setiap kecamatan dengan memberi tiap kecamatan ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan mobil jenazah.
Selain itu, juga perbaikan infrastruktur jalan serta jembatan dan sarana prasarana pertanian dan perikanan, antara lain pembagian bibit gratis serta peralatan nelayan untuk menangkap ikan, seperti mesin perahu dan jaring.
Mulyadi optimistis bisa meraih kursi utama Jeneponto meski harus bersaing dengan petahana bupati, Ikhsan Iskandar. Pengalamannya di birokrasi selama empat tahun bisa menjadi modal utama untuk melanjutkan kepemimpinannya di Jeneponto.
”Saya sudah terbiasa di birokrasi. Dari kades, anggota DPRD, ketua DPRD, wakil bupati yang alhamdulillah ditempuh dalam waktu singkat, empat tahun,” ucapnya optimistis saat ditanya strategi untuk merebut suara masyarakat.
Mulyadi juga menyatakan dirinya petarung sejati yang berjuang dari bawah. ”Saya sudah sering memberikan jasa sosial pada masyarakat,” tambahnya lagi.
Jasa sosial yang dimaksud adalah bersilaturahim dengan masyarakat yang dilakukan dengan sering menghadiri acara-acara keluarga yang diselenggarakan masyarakat dari berbagai lapisan.
Modal sosial itulah yang menjadi senjata utama Mulyadi untuk meraih suara masyarakat, tidak hanya dari Kecamatan Bangkala dan Bangkala Barat saja.
Pasangan calon lawan
Meski demikian, perlu diwaspadai strategi pesaingnya, Ikhsan Iskandar. Ikhsan sengaja memasang wakil bupatinya dari kawasan Bangkala dengan tujuan untuk memecah dukungan suara bagi Mulyadi.
Pasangan Ikhsan Iskandar-Paris Yasir mendapat undian nomor urut 3. Selain bersaing dari sisi pengaruh dan berebut suara masyarakat Bangkala, masih ada ikatan saudara di antara mereka.
Ikhsan masih sepupu dekat dengan Muh Kasmin (wakil Mulyadi). Hal ini dikhawatirkan bisa memunculkan sejumlah konflik keluarga seperti pada Pilkada 2008.
Pasangan dengan slogan ”Siap Kita Lanjut” tersebut telah menyiapkan sejumlah program pembangunan yang menjadi janji kampanye. Janji klasik yang sering didengungkan adalah meningkatkan infrastruktur pedesaan, antara lain sarana, bantuan pakan, bibit dan traktor tangan, serta pengaspalan jalan desa.
Terobosan lainnya, Jeneponto Smart 2008-2023, yang berdaya saing. Janji tersebut diucapkan saat Debat Publik Pilkada 2018 pada akhir April lalu. Jeneponto Smart diharapkan mampu membuat Jeneponto sejajar dengan kabupaten lain.
Modal politik dan modal sosial pasangan SIAP ini sangat kuat. Lima partai, PPP, PDI-P, Nasional Demokrat, Gerindra, dan Golkar, dengan total 17 kursi, mengusung penuh pasangan ini.
Selain itu, modal sosial sudah dikenal dan diketahui masyarakat serta status sebagai anak Bupati Jeneponto periode 1974-1980 M Ishak Iskandar semakin menambah amunisi untuk memenangi pertandingan.
Meski demikian, ada sejumlah masyarakat yang tidak menyukainya. Menurut Serang (45), aktivis lingkungan Jeneponto Saat Pilkada 2013, Ikhsan digadang-gadang menjadi lambang perubahan Jeneponto melawan calon status quo Ashari Fraksire Rajamilo, anak bupati periode 2003-2008, Radjamilo.
Akhirnya, pertarungan dimenangi Ikhsan dan masyarakat menanti perubahan yang dijanjikan. Namun, hampir lima tahun memerintah, tidak tampak perubahan yang didengungkan saat kampanye, Jeneponto tetap terpuruk.
”Bisa jadi Pilkada Jeneponto ini menjadi tidak menarik lagi bagi masyarakat,” kata Serang. Pasangan yang maju adalah orang-orang lama yang sudah diketahui rekam jejak buruknya dan tidak pernah mampu mengubah kondisi masyarakat.
”Saya mengkhawatirkan tingkat partisipasinya,” lanjut Serang.
Masyarakat mulai pesimistis bisa mendapatkan pemimpin yang baik yang punya visi-misi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Strategi batu mestika
Pasangan nomor urut 2 Muhammad Sarif-Andi Tahal Fasni juga merupakan pasangan pejabat publik, perpaduan antara birokrat (Sekretaris Daerah Jeneponto) dan politisi (Ketua PKS Jeneponto).
Meski pasangan ini kurang diperhitungkan—sesuai dengan hasil lembaga periset lokal—bisa jadi pasangan dengan slogan ”Assalamualaikum-Syafaat” ini menjadi kuda hitam bagi Ikhsan dan Mulyadi.
Pasangan ini memiliki modal politik, sosial, dan supranatural yang tak kalah pamornya dibandingkan tiga pasangan lain. Modal politiknya ialah didukung empat partai Islam: PBB, PKS, PKB, dan PAN, dengan total 12 kursi.
Modal sosial pasangan ini didapatkan dari dukungan sejumlah kades dan mantan kades di 11 kecamatan yang ada. Bahkan, salah satu pasangan calon Pilgub Sulawesi Selatan, Nurdin Halid-Aziz Qahar Muzakar, secara tegas mendukung pasangan Syafaat ini karena melihat visi misi pasangan tersebut yang sama dengan visi misi Nurdin Halid.
Pasangan Sarif-Andi Tahal ini mempunyai sejumlah program, antara lain program pertanian dengan menghadirkan air irigasi pertanian. Adwin, anggota tim pemenangan pasangan calon ini, menyatakan, ada beberapa sumber air di Jeneponto yang tidak terkelola dengan baik. Jika dikelola dengan baik, sumber air di Rumbia dan Bangkala bisa menjadi alternatif sumber air irigasi dan air minum.
Selain air, Syafaat juga berjanji akan menyediakan bibit, pupuk, traktor, mesin, serta pompa untuk pertanian dan perikanan.
Program selanjutnya adalah pendidikan dan kesehatan karena selama ini dua sektor tersebut kualitasnya masih rendah. Program pendidikan perlu peningkatan sumber daya tenaga pendidik dan mutu pendidikan di sekolah. Adapun program kesehatan perlu peningkatan layanan puskesmas dan rumah sakit.
Menurut Adwin, pasangan ini masih mempunyai satu modal lagi yang memang disukai masyarakat Jeneponto, yakni kekuatan supranatural. Melalui kekuatan supranatural, Adwin yakin jika pasangan Syafaat bisa merebut 85 persen suara.
Adwin yang ditemui di sebuah kedai kopi di Jeneponto dengan fasih bercerita bisa merebut sejumlah suara dari tiap kecamatan. ”Angka ini angka pasti, hasil penerawangan supranatural,” katanya dengan serius.
Setelah diterawang, misalnya, pasangan Syafaat akan mendapat 6.000 suara dari Kecamatan Bangkala dan Bangkala Barat, 8.000 suara dari Kecamatan Arungkeke, serta 20.000 suara dari kecamatan Rumbia.
Strategi lain untuk memperkuat dukungan suara adalah membagikan ”batu mestika” kepada masyarakat Jeneponto. Adwin mengatakan sudah membagikan 60.000 batu kepada masyarakat selama setahun.
Batu yang disebut ”Batu Syafaat” ini sebenarnya bukan batu yang indah seperti batu akik yang pernah populer di masyarakat.
Batu ini berdiameter sekitar 1 sentimeter, berwarna hitam, dan berlubang-lubang. Namun, batu ini dipercaya masyarakat bisa menolak bala dan menjadi ajian bagi masyarakat yang memegangnya. Batu ini, menurut Adwin, bisa menjadi semacam kartu keanggotaan bahwa telah mendukung pasangan Syafaat.
”Kita dapat batu ini berarti sudah sepupu dua kali dengan pasangan calon dan diangkat tim keluarga,” ucapnya lagi.
Oleh karena itu, batu yang diberikan kepada satu keluarga tidak bisa dilimpahkan kepada keluarga lain. Keluarga yang menerima pun berkewajiban untuk mencari pengikut tiga orang lagi.
Selain itu, batu ini juga bisa berfungsi untuk mempermudah layanan publik jika pasangan nomor urut 2 itu menjadi bupati terpilih. Saat ingin mengurus keluarga di rumah sakit, misalnya, jika tidak mempunyai kartu BPJS, bisa menunjukkan batu ini. ”Pasti akan cepat dilayani,” kata Adwin.
Meskipun terkesan tidak masuk akal, bisa jadi pasangan ini berpotensi mencuri suara bagi masyarakat yang tidak suka dipimpin oleh petahana (pasangan nomor 1 dan 3). Batu mestika ini bisa menjadi harapan baru bagi masyarakat yang telanjur kecewa dengan kinerja petahana bupati dan wakil bupati selama lima tahun terakhir ini.
Kuda hitam lain
Pasangan yang juga berpotensi menjadi kuda hitam lainnya adalah Baharudin Baso Jaya-Isnaad Ibrahim. Pasangan nomor urut 4 ini satu-satunya pasangan yang ikut kontestasi Pilkada Jeneponto melalui jalur perseorangan. Pasangan ini juga bukan merupakan pejabat publik, melainkan swasta.
Mengapa disebut sebagai kuda hitam? Baharudin merupakan saudara sepupu Mulyadi yang berasal dari kawasan Bangkala. Karena itu, boleh jadi, aspek ini menjadi pesaing suara Mulyadi atau bahkan Ikhsan yang wakilnya (Andi Tahal) berasal dari Bangkala.
Selain itu, pasangan ini juga petarung sejati karena dalam Pilkada 2013 juga mencalonkan diri. Pencalonan melalui jalur partai tersebut gagal karena jumlah kursi yang ditargetkan tidak bisa dipenuhi. Saat itu, pasangan ini menempuh jalur hukum di Mahkamah Konstitusi sebagai upaya meloloskan diri dari jalur kontestasi.
Pilkada saat ini bisa meningkatkan pamor ketokohan Baharudin. Terbukti, pasangan ini bisa mengumpulkan 29.711 KTP, melebihi syarat dukungan minimal yang ditetapkan KPU Jeneponto sebanyak 24.789 KTP.
Pasangan bertajuk ”BARANI-URANTA” ini maju dengan slogan ”melawan kemiskinan dan memajukan Jeneponto”. Mereka berjanji akan menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia berbasis agama dan budaya lokal. Selain itu, juga keserasian antara sektor pertanian dan industri yang ada.
Dari sisi pemerintahan, pasangan ini berjanji akan membentuk pemerintahan yang bersih dan mengayomi rakyat. Pasangan ini akan mengisi jabatan aparatur sipil negara sesuai latar belakang masing-masing dan menjadikan masyarakat maju dan mandiri.
Semua pasangan calon maju dengan berbagai modal sosial, program, dan bahkan modal sosial supranatural yang dimiliki. Dibutuhkan kesadaran dari elite yang ada untuk melaksanakan pesta demokrasi yang damai demi keberhasilan mengangkat keterpurukan wilayahnya. (LITBANG KOMPAS)