Kekuatan Koalisi Kota Pendukung
Data hitung cepat KPU memperlihatkan untuk sementara pasangan Rahmat Effendi-Tri Adhianto mengungguli Nur Supriyanto-Adhy Firdaus Saady dengan proporsi 67 persen berbanding 33 persen.
Meski masih bersifat hasil sementara, namun proporsi penghitungan mocel C1 sudah mencapai 90 persen dari total 3030 TPS.
Dengan selisih perolehan suara yang mencapai dua kali lipat, tampaknya mustahil akan ada perubahan komposisi pemenang Pilkada Kota Bekasi.
Data laman infopilkada KPU juga menunjukkan dari 12 kecamatan yang ada, Rahmat Effendi menang di semua wilayah dengan rata-rata proporsi keunggulan diatas 65 persen.
Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang ikut gelaran Pilkada untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota. Dalam pemilihan walikota (pilwalkot) kali ini, petahana kembali ke gelanggang pemilihan untuk kedua kalinya.
Inkumben Rahmat Effendi dalam pilkada kali ini berpasangan dengan Tri Adhianto Tjahyono yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Bekasi. Hadirnya Tri sebagai pendamping Rahmat Effendi atau Pepen untuk menggantikan Ahmad Syaikhu yang maju sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat menemani Sudrajat.
Sebelumnya, Ahmad Syaikhu adalah Wakil Walikota Bekasi yang mendampingi Pepen, dan digadang-gadang akan kembali berpasangan dalam Pilwalkot Bekasi.
Pilwalkot Bekasi kali ini dapat dikatakan merupakan pertarungan koalisi gabungan partai yang karakternya mirip, yakni nasionalis relijius.
Calon petahana Pepen dan Tri diusung oleh 5 partai yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, PPP, Partai Hanura, serta PDIP. Ke enam partai ini mewakili penguasaan 37 kursi di DPRD Kota Bekasi.
Lawan dari Pepen dan Tri, yakni Calon Walikota Nur Supriyanto dan Calon Wakil Walikota Adhy Firdaus diusung oleh Partai Gerindra dan PKS. Kedua partai ini total hanya memiliki 13 kursi di DPRD Kota Bekasi.
Nur sendiri merupakan kader PKS yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Barat. Sedangkan Adhy merupakan kader Partai Gerindra yang berprofesi sebagai pengusaha, selain juga menggeluti sektor pendidikan.
Dari komposisi partai pengusung kedua paslon, nampak jika kedua pasangan masing-masing didukung oleh partai-partai yang bernuansa agama dan juga nasionalis. Di kubu Pepen dan Tri, partai agama diwakili oleh PAN dan PPP, dan sisanya merupakan partai nasionalis.
Sementara di kubu Nur-Adhy, partai nasionalis dihadirkan oleh Partai Gerindra, sedangkan PKS adalah partai berbasis agama.
Namun demikian, harmonisasi kekuatan nasionalis relijius yang dihadirkan masing-masing paslon seakan menghadirkan pertarungan yang sepadan.
Kontestasi terasa kurang menarik karena tidak ada ciri khusus yang dihadirkan kedua paslon. Kolaborasi nasionalis relijius seakan-akan sudah menjadi pola yang dianut hampir seluruh paslon Pilkada di beberapa daerah.
Tujuan kolaborasi semacam ini tidak lain untuk ‘cari aman.’ Yaitu untuk meraup suara pemilih yang dikategorisasi hanya ada dua macam, pemilih nasionalis yang bernafaskan kebangsaan dan keberagaman berdasarkan Pancasila, serta pemilih relijius yang memilih calon berdasarkan kriteria sesuai ajaran agama yang dianut.
Sosok Paslon
Jika melihat sosok paslon walikota dan wakil walikota Bekasi periode ini, akan nampak jika keempat paslon memiliki latarbelakang cukup beragam. Paslon nomor 1 yaitu Pepen dan Tri berasal dari kalangan birokrat yang berambisi untuk menduduki jabatan tertinggi di kota ini.
Rahmat Effendi atau Pepen sebelum menjabat sebagai Walikota Bekasi di periode sebelumnya, mengawali karir di birokrat dari titik bawah, yakni Lurah Pekayon. Setelah itu, bertahap karirnya menanjak hingga menduduki kursi Ketua DPRD Kota Bekasi di tahun 2004.
Empat tahun kemudian ia menjadi Wakil Walikota mendampingi Mochtar Mohammad, hingga pada 2012 menggantikan Mochtar Mohammad yang tersandung kasus hukum, sebagai Walikota.
Tidak hanya Pepen yang telah mendarah daging meniti karir di birokrat. Tri Adhianto yang menjadi pendampingnya dalam pilkada kali ini juga adalah sosok birokrat sejati.
Pernah berkarir di PT Kereta Api Indonesia dan Dinas Bina Marga dan Tata Air. Karir terakhirnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Bekasi.
Paslon nomor dua, Nur Supriyanto yang mencalonkan diri sebagai Walikota Bekasi, merupakan legislator dari Partai Keadilan Sejahtera sejak tahun 2004 hingga kini.
Berpasangan dengan Adhy Firdaus yang berlatarbelakang pengusaha, ada kesamaan antara Nur dan Adhy yang sama-sama pernah menggeluti dunia pendidikan.
Nur Supriyanto pernah menjadi dosen di Universitas Islam 45 Bekasi selama hampir 10 tahun. Sedangkan Adhy pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pendidikan di Kota Bekasi, dan kini mengelola sebuah universitas swasta di kota tersebut.
Kemiripan minat di bidang dakwah dan agama juga menjadikan pasangan ini cocok dan bersepakat mengajukan diri menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Bekasi.
Potensi Bekasi
Kota Bekasi adalah salah satu kota penyangga ibukota DKI Jakarta yang paling dekat karena sebagian wilayahnya berdempetan bahkan masuk sebagai wilayah administratif Jakarta Timur. Kota ini dikenal sebagai wilayah hunian yang banyak menampung kaum komuter yang mencari nafkah di Jakarta.
Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Bekasi 2015, diperkirakan ada sekitar 2,9 juta penduduk kota Bekasi dengan latar belakang yang relatif heterogen. Dalam pilkada 2018 KPU Kota Bekasi menetapkan sebanyak 1.434.351 pemilih.
Sekitar 30 persen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu atau BPPT, adalah bangunan rumah tinggal.
Selain rumah tapak, unit-unit apartemen kelas menengah juga semakin marak dibangun seiring perubahan gaya hidup warga kota yang semakin menyukai hunian vertikal yang moderen.
Keramaian sektor properti di Bekasi tak lepas dari peran pengembang besar seperti Metropolitan Land dan Summarecon Agung dalam membidik lokasi-lokasi strategis untuk dijadikan pusat hunian moderen.
Tidak hanya infrastruktur semacam perumahan, Bekasi juga adalah sumber lapangan pekerjaan bagi banyak penduduk kota ini maupun yang berasal dari kota-kota lain.
Kegiatan ekonomi kota yang mayoritas digerakkan oleh industri menjadikan Kota Bekasi salah satu wilayah yang menjadi tumpuan mata pencaharian banyak orang.
Kini setidaknya sudah ada 20 mal yang beroperasi di kawasan Bekasi (Kota dan Kabupaten) seperti Bekasi Cyber Park, Mega Bekasi Hypermall, Metropolitan Mall, Grand Metropolitan Mall, dan Grand Galaxy Mall.
Menurut data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bekasi, pada periode terakhir tahun 2011-2015, kontribusi sektor industri pengolahan selalu di atas 30 persen terhadap total PDRB.
Hasil Sensus Ekonomi tahun 2016 tercatat Kota Bekasi memiliki lebih dari 9.000 perusahaan menengah besar, dan usaha mikro kecil hampir mencapai 200 ribu perusahaan. Ribuan perusahaan ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak lebih dari 600 ribu orang.
Selain industri pengolahan, sektor lain yang juga memberi sumbangan cukup signifikan terhadap PDRB Kota Bekasi adalah perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Banyaknya pabrik yang berada di kawasan industri serta pusat perdagangan yang beberapa di antaranya bahkan bisa disandingkan dengan yang ada di Jakarta, membuat Kota Bekasi dikenal sebagai kota industri dan dagang yang mumpuni.
Meski demikian, patut diwaspadai dampak dari urbanisasi kota Bekasi yang menyebabkan naiknya kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi menunjukkan presentase penduduk miskin meningkat dari sebelumnya tahun 2014 berjumlah 133.540 orang menjadi 153.580 orang (5,46 %) pada 2015 .
Jika wilayah ini berhasil mendapatkan pemimpin yang amanah dan bervisi membangun, pembangunan Kota Bekasi tentu akan semakin cemerlang dan menjadi kota pendamping ibu kota yang kokoh.
Memilih Figur
Lantas, apakah dengan potensi wilayah yang demikian Kota Bekasi saat ini telah memiliki pasangan calon kepala daerah yang memiliki visi misi yang sesuai untuk pembangunan kota?
Dari penjabaran visi misi yang telah dipaparkan baik Rahmat Effendi- Tri Adhianto serta NurSupriyanto-Adhy Firdaus, pada intinya keduanya memiliki tekad untuk menjadikan Bekasi sebagai kota yang maju dan relijius.
Hampir tidak ada perbedaan berarti dari paparan visi misi yang dijabarkan masing-masing paslon.
Kemiripan visi misi kedua paslon tersebut mengakibatkan sulitnya pemilih memutuskan kandidat yang akan dipilihnya jika mendasarkan kepada faktor program.
Terpilihnya Rahmat Efendi dan Tri sebagai kandidat pemenang saat ini boleh jadi berkaitan dengan aspek modal politik mesin partai dan landasan ideologis.
Pada akhirnya, kedekatan figur dan latarbelakang identitas yang paling sesuai dan cocok bagi pemilih akan menjadi penentu dan faktor utama dalam memilih pemimpin Kota Bekasi periode mendatang.
Hasil kerja pemimpin sebelumnya yang telah dirasakan penduduk kota Bekasi selama ini bisa jadi menambah faktor pilihan warga. Ketokohan paslon selama ini terbukti masih menjadi fokus utama pemilih dalam menentukan pilihan mereka, dan ini tampaknya yang telah menjadi keunggulan petahana. (PALUPI PANCA ASTUTI/LITBANG KOMPAS)