Keunikan Peta Politik Jawa Barat (1)
Peta politik Jawa Barat memang unik. Karakter masyarakat Jawa Barat yang dinamis membuat konstelasi politik di provinsi ini tidak terjebak dalam polarisasi politik yang baku pada ajang kontestasi politik, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Kondisi ini membuat Jawa Barat dipandang oleh partai politik sebagai medan pertarungan yang selalu menjanjikan kemenangan khususnya bagi paslon yang “underdog” (kurang diperhitungkan).
Karena itulah setiap kontestasi politik di bumi Priangan ini hasilnya terkadang di luar prediksi dan kerap diwarnai dengan kejutan-kejutan luar biasa.
Melejitnya dukungan untuk pasangan Sudrajat – Ahmad Syaikhu (Asyik) merupakan bukti terbaru dari keunikan peta politik dalam Pemilihan Gubernur Jabar 2018.
Perolehan dukungan pasangan Asyik yang meningkat drastis hingga 29,53 persen – berdasarkan hasil Hitung Cepat Litbang Kompas maupun hasil real count KPPU (28,74) -- memang mengejutkan.
Pasalnya, elektabilitas pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra, PKS, dan PAN ini diprediksi sulit untuk ditingkatkan lagi lantaran hampir semua ceruk suara sebelumnya sudah dikuasai dua paslon, Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) dan Deddy Mizwar – Dedi Mulyadi (Duo DM).
Berdasarkan hasil Survei Pra Pilgub Jabar, elektabilitas pasangan nomor urut 3 ini terbilang sangat lamban peningkatannya. Dari hasil survei pertama pada Februari, elektabilitas pasangan ini masih di bawah 10 persen, tepatnya di angka 7,8 persen.
Elektabilitas ini nyaris membuat Sudrajat – Syaikhu berada di posisi terbawah dalam kontestasi pilgub ini. Asyik hanya mengungguli pasangan Tb Hasanuddin – Anton Charliyan (Hasanah) yang elektabilitasnya paling rendah, yaitu 3,1 persen.
Ketika Survei periode kedua dipublikasikan hasilnya bulan Mei 2018 lalu, elektabilitas paslon Asyik tercatat meningkat, namun pergerakannya tetap lamban. Saat itu elektabilitas pasangan Purnawirawan TNI dan Wakil Wali Kota Bekasi (non-aktif) ini tercatat sebesar 11,4 persen atau beranjak 3,6 persen.
Penambahan ini hanya meneguhkan kembali posisi pasangan ini di peringkat ketiga, namun tidak signifikan untuk mengangkat elektabilitas mereka.
Semula, elektabilitas Sudrajat-Ahmad Syaikhu sangat rendah dan hanya beranjak 3,6 persen.
Selama kurun waktu penyelenggaraan kedua survei pra pilgub tersebut, pasangan Rindu dan Deddy – Dedi atau Duo DM saling salip satu sama lain. Pada survei bulan Februari, pasangan Duo DM mengungguli lawan-lawan mereka dengan tingkat elektabilitas 42,8 persen.
Pasangan Rindu saat itu hanya mampu membukukan elektabilitas mereka sebesar 39,9 persen.
Namun, tiga bulan setelah survei pertama, pasangan Rindu berhasil menyalip Duo DM setelah mengantongi elektabilitas sebesar 40,4 persen. Sementara Deddy - Dedi elektabilitasnya sedikit turun menjadi 39,1 persen.
Perubahan angka elektabilitas ini sekaligus menggeser posisi Rindu ke peringkat pertama, yang sebelumnya ditempati Duo DM. Sementara pasangan Duo DM turun ke peringkat kedua yang ditinggalkan oleh Ridwan – Uu.
Pilgub Jabar 2018 merupakan pemilihan gubernur periode ketiga setelah pemilihan tahun 2013 dan 2008. Peta politik yang melatari ketiga pilgub ini relatif sama, yaitu masih diwarnai dengan dinamika mesin politik para kontestan, penguasaan wilayah, dan figur cagub dan cawagub.
Pilgub 2018 memperlihatkan intensitas yang tinggi dalam pertarungan mesin politik paslon dalam rangka menjaga basis dukungan politik sekaligus menambah dukungan dari basis pemilih lawan politik.
Gerak mesin politik yang cepat untuk mendukung mobilitas paslon dalam menjangkau rakyat secara langsung merupakan strategi utama setiap paslon. Dinamika lapangan mesin politik menunjukkan adanya penerapan strategi andalan yang terus dilakukan untuk mengefektifkan peningkatan elektabilitas paslon.
Duo DM vs Rindu
Juru Bicara Deddy Mizwar – Dedi Mulyadi, Adi Nugroho, ketika ditemui Kompas pada awal Juni lalu membeberkan strategi untuk mengefektifkan kerja mesin politik paslon nomor urut 4 ini.
Pola kampanye untuk mendekati masyarakat bertumpu pada popularitas Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi sebagai publik figur di Jabar dan mesin politik yang bekerja dengan solid, efisien, dan efektif.
Kekuatan inilah yang menjadi potensi tim pemenangan Duo DM untuk memobilisir dukungan massa.
Wilayah yang dianggap potensial mendongkrak elektiabilitas paslon ini lebih banyak tersebar di desa ketimbang wilayah perkotaan. Karena ceruk terbesar mereka berada di perdesaan model kampanye yang dianggap ideal bagi kedua figur ini adalah kampanye tatap muka.
“Kami juga menggunakan media sosial untuk mempromosikan Deddy Mizwar – Dedi Mulyadi melalui program-program unggulan langsung kepada rakyat. Semua potensi yang kami miliki diintensifkan semaksimal mungkin terutama di titik-titik yang kami anggap strategis, berdasarkan basis data yang kami punya,” kata Adi.
Potensi peningkatan elektabilitas menjadi prioritas utama bagi tim dalam menentukan langkah paslon. Untuk membaca potensi elektabilitas ini, kata Adi, wilayah Jabar dipetakan berdasarkan potensi pemilih yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan basis dukungan untuk tiap-tiap paslon.
“Wilayah Bogor dan Bekasi menjadi prioritas kami karena memiliki jumlah pemilih yang paling besar di Jabar. Selain itu, Pak Deddy memiliki hubungan emosional dengan orang-orang di Bekasi karena tempat tinggal beliau di sana. Kondisi inilah yang membuat kami menjadikan Bogor dan Bekasi sebagai daerah paling potensial untuk meningkatkan elektabilitas paslon,” kata Adi.
Meski yakin bisa meraup elektabilitas yang tinggi, Adi juga sadar bahwa di Kota Bekasi paslon mereka akan bertarung dengan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu, cawagub dari pasangan Asyik.
Pertarungan dengan pasangan ini juga seru terjadi di Depok dan Kota Bogor yang menjadi basis PKS. Dari hasil survei Litbang Kompas terlihat, pasangan Duo DM ini memang unggul di wilayah Megapolitan atau kawasan Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek).
Berdasarkan hasil survei pada Februari, elektabilitas Duo DM di daerah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta ini mencapai 39,9 persen, mengungguli pasangan Ridwan Kamil—Uu Ruzhanul Ulum (Rindu). Pada survei periode Mei 2018 elektabilitas Duo DM turun pada angka 34,8 persen.
Meski perolehan turun, wilayah Bodebek ini masih tetap dikuasai oleh pasangan yang diusung oleh Demokrat dan Golkar ini. Selain menguasai kawasan Megapolitan, Deddy – Dedi juga memastikan keunggulan mereka di enklav Karawangan dan Cirebonan, dua kawasan yang berada di Pantai Utara Jawa Barat.
Daerah Karawangan yang terdiri dari Kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Subang menopang elektabilitas pasangan ini hingga 69,5 persen selama dua periode survei. Sementara di daerah Cirebonan, pasangan calon petahana Wagub Jabar dan Bupati Purwakarta ini berhasil membukukan elektabilitas hingga 40 persen lebih selama dua periode survei.
Pasangan Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum menguasai wilayah Bandung Raya, Priangan Timur, dan Priangan Barat. Mayoritas pemilih pasangan nomor urut 1 ini berada di Jabar bagian selatan. Pasangan ini belum bisa melebarkan elektabilitasnya di kawasan utara Jabar dan Megapolitan yang menjadi basis Duo DM.
Pasangan Rindu merupakan perpaduan dua figur yang saling melengkapi satu sama lain. Ridwan Kamil merupakan sosok yang merepresentasikan figur pemimpin muda, modern, progresif, dan identik dengan masyarakat perkotaan. Sementara wakilnya Uu Ruzhanul Ulum merepresentasikan figur pemimpin yang saleh, tradisional, dan identik dengan masyarakat perdesaan.
“Pasangan Emil – Uu ini merupakan konfigurasi yang ideal bagi masyarakat Jabar. Emil memiliki kekuatan figur karena sosoknya yang menarik, cerdas, dan memiliki visi yang kuat dalam memimpin. Sementara Uu mewakili kelompok Islam yang dianggap saleh dan amanah dalam memimpin,” kata pengamat politik Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf.
Elektabilitas pasangan yang diusung oleh NasDem, PPP, PKB, dan Hanura ini sangat kuat di kawasan Bandung Raya, Priangan Timur, dan Priangan Barat.
Dari hasil survei terungkap, di Bandung Raya elektabilitas Emil – Uu paling tinggi dengan selisih angka yang signifikan terhadap lawan-lawannya. Tingkat elektabilitas di daerah yang menjadi basis Ridwan Kamil ini mencapai 50 persen lebih.
Di Priangan Timur, sosok Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum memiliki peran yang cukup kuat dalam memberikan insentif elektoral untuk pasangan Rindu.
Selain sosok Uu, peran PPP dan PKB sebagai partai penguasa di Priangan Timur juga berperan penting dalam mengonsolidasi mesin partai untuk menjaga soliditas pemilih mereka dalam memenangkan Emil – Uu. Di sini, pasangan Wali Kota Bandung dan Bupati Tasikmalaya ini mencatat kemenangan dengan elektabilitas di atas 40 persen.
Priangan Barat merupakan wilayah pertarungan sesungguhnya antara Duo DM dengan Rindu. Pada survei pertama bulan Februari, Duo DM berhasil menguasai kawasan yang terdiri dari Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, dan Kota Sukabumi. Deddy – Dedi berhasil membukukan kemenangan mereka di sini dengan elektabilitas 42,8 persen.
Priangan Barat menjadi wilayah pertarungan paslon Rindu dan Duo DM
Namun, pada survei bulan Mei posisi Duo Dedi langsung digeser oleh Rindu, setelah elektabilitas mereka meningkat pada angka 46,7 persen. Pada periode ini elektabilitas Deddy Mizwar – Dedi Mulyadi turun menjadi 37,8 persen, lebih rendah dibanding elektabilitas sebelumnya.
Proporsi penguasaan wilayah antara Duo Dedi dengan Rindu dalam Survei Pra Pilgub Jabar menunjukkan, kedua paslon ini memiliki proporsi basis dukungan yang relatif seimbang dalam jumlah wilayah dan sebaran geografis.
Duo Dedi menguasai tiga wilayah di sebelah utara, yaitu Cirebonan, Karawangan, dan Megapolitan. Sebaliknya, Rindu menguasai tiga kawasan di sebelah selatan, yaitu Bandung Raya, Priangan Timur, dan Priangan Barat. (SULTANI/LITBANG KOMPAS)--BERSAMBUNG