Kekuatan Mesin Partai Batubara
Kabupaten Batubara mencatat sejarah sebagai daerah yang melahirkan bupati dan wakil bupati terpilih sebanyak dua kali dari jalur perseorangan. Sebuah prestasi gemilang di tengah ketergantungan pada kerja mesin partai politik. Sayangnya, prestasi tersebut ternodai oleh skandal korupsi.
Dalam pilkada serentak 2018, angin demokrasi kembali berpihak pada calon kepala daerah yang diusung partai politik.
Tahun 2007, Kabupaten Batubara resmi mekar dari kabupaten induknya, Kabupaten Asahan. Adalah OK Arya Zulkarnain, seorang tokoh utama yang dianggap berjasa mewujudkan pemekaran.
Karena peran dan faktor ketokohannya, saat pemilihan kepala daerah pertama terselenggara di Kabupaten Batubara pada 2008, OK Arya Zulkarnain pun terpilih menjadi bupati definitif pertama berpasangan dengan Gong Matua Siregar.
Dalam pilkada 2008 tersebut, pasangan calon OK Arya Zulkarnain – Gong Matua Siregar maju dari jalur perseorangan melawan tujuh paslon lainnya. Pasangan ini memenangkan pertarungan dalam satu putaran saja dengan meraih perolehan suara 33,29 persen.
Jejak rekam OK Arya memenangkan pilkada 2008 cukup panjang. Majunya OK Arya sebagai calon bupati dari jalur perseorangan dilandasi kepercayaan diri yang tinggi bahwa dirinya mampu menjadi pemimpin daerah tanpa dukungan partai politik.
Kepercayaan diri yang tinggi tersebut dipupuk oleh usaha yang aktif mempromosikan diri yang membuatnya populer di mata masyarakat. OK Arya terlibat dalam persiapan pembentukan Kabupaten Batubara sejak 2002 melalui Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batubara (Gemkara).
Tahun 2006 dia kemudian menjadi Ketua Umum Gemkara. Kemenangannya tidak lepas dari kerja mesin organisasi Gemkara di hampir semua kecamatan. Kemenangannya pun disebut sebagai kemenangan masyarakat.
Dalam menggalang dukungan pemekaran daerah, OK Arya menyebarkan brosur informasi pemekaran yang dilengkapi dengan foto dirinya. Ia pun banyak turun langsung menyosialisasikan hasil pemekaran yang telah disahkan oleh DPR.
Secara personal, masyarakat Batubara melihat OK Arya sebagai sosok yang pantas menjadi pemimpin daerah. OK Arya termasuk bangsawan Melayu yang menyandang gelar Orang Kaya (OK) di depan namanya.
Masyarakat yang masih primordial dan rindu dengan kejayaan Melayu menaruh harapan pada sosok ini. Pada tahun 2008, OK Arya berusia 52 tahun.
Pengalaman sebagai birokrat karir juga memberi nilai tambah bagi OK Arya. Sejak menjadi pelayan birokrasi pada 1986, beberapa jabatan penting pernah diemban OK Arya.
Jabatan tersebut antara lain Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Medan, Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Deli Serdang, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai merangkap Kepala Dinas Pendapatan, dan Plt Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batubara (2007).
Pada pilkada lima tahun berikutnya (2013), sang pejuang pemekaran ini masih memiliki kepercayaan yang tinggi untuk maju sebagai calon bupati dari jalur perseorangan. Padahal ia sudah memiliki modal dengan posisinya sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Batubara.
Untuk bisa mencapai kepemimpinan periode keduanya, OK Arya menggandeng Harry Nugroho sebagai calon wakil bupati. Ia pecah kongsi dengan sekondannya pada periode pertama, yang juga ikut bertarung dalam pilkada sebagai calon bupati. Gong Matua Siregar menggandeng Achmad Dani juga maju dari jalur perseorangan. Empat paslon bupati-wakil bupati lainnya didukung oleh koalisi parpol.
Pasangan OK Arya – Harry Nugroho kemudian menjadi pemenang dalam pilkada Kabupaten Batubara mengalahkan lima pasangan calon lainnya dalam satu putaran. Perolehan suara pasangan ini sebanyak 36,6 persen.
Yang menjadi pesaing utama OK Arya bukanlah mantan sekondannya Gong Matua Siregar, melainkan pasangan Zahir – Suriono yang diusung oleh koalisi tiga partai, yaitu PDI-Perjuangan, Partai Bulan Bintang, dan Partai Republika Nusantara. Dengan perolehan suara 35,3 persen, pasangan ini bersaing ketat dengan pasangan OK Arya – Harry Nugroho.
Bibit perlawanan dan kerja keras dari mesin partai politik mulai muncul.
Terjerat kasus korupsi
Terpilihnya kembali Bupati OK Arya untuk periode kedua masih dominan disebabkan faktor ketokohannya dan mesin organisasi yang mendukungnya meskipun bukan mesin partai politik.
Ditilik dari segi kinerja, riak-riak ketidakpuasan terhadap kinerja OK Arya sebenarnya sudah mulai muncul. Bahkan, ada beberapa kasus korupsi yang dikaitkan dengan dirinya.
Bupati OK Arya pernah dianggap terkait dengan kasus dugaan penggelapan pajak lampu penerangan jalan saat menjabat sebagai Kabag Pertamanan dan Tata Kota di Kabupaten Deli Serdang. Ia juga terkait dengan masalah penyimpangan dana sosial ketika menjabat sebagai Kabag Keuangan di Pemkab Serdang Bedagai.
Kasus selanjutnya terkait dengan raibnya dana non reboisasi sebesar Rp 8 miliar saat OK Arya menjabat sebagai Plt Sesdakab Serdang Bedagai. Dalam kasus ini ia sempat diperiksa KPK.
Ketika sudah menjadi Bupati Batubara pun, OK Arya tersangkut kasus dugaan korupsi pembangunan tujuh kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Batubara dan raibnya kas daerah senilai Rp 80 miliar. Selain itu, ada pula kasus proyek pembangunan di Batubara yang sudah ditenderkan dan diumumkan pemenangnya pada 2012, tetapi tidak kunjung dikerjakan.
Baru pada September 2017 OK Arya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan di ruangan kerjanya karena kasus menerima suap dari pemenang lelang pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Batubara dalam kurun Maret 2006 hingga September 2017.
Keterlibatan dalam kasus ini membuat OK Arya divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. OK Arya juga diperintahkan membayar uang pengganti sebesar Rp 5,9 miliar, sisa dari suap Rp 8,03 miliar yang belum dikembalikan.
Karena kasus ini, posisi Harry Nugroho naik menjadi bupati menggantikan OK Arya. Kasus korupsi Bupati Batubara ini di satu sisi kemudian membuka jalan bagi menguatnya kerja mesin partai politik pada pilkada selanjutnya yang digelar pada 27 Juni 2018. Kasus yang melilit bupati yang terpilih dua kali lewat jalur perseorangan berkontribusi meruntuhkan kepercayaan masyarakat.
Di sisi lain, naiknya posisi wakil bupati menjadi bupati memberi amunisi yang lebih baik bagi Harry Nugroho untuk bertarung dalam pilkada serentak 2018 dari jalur dukungan partai politik.
Pilkada 2018
Pilkada serentak di Kabupaten Batubara 2018 menyajikan pertarungan empat pasangan kontestan. Satu pasangan calon maju melalui jalur perseorangan, berusaha meraih sisa-sisa kepercayaan masyarakat yang meyakini kekuatan ketokohan seseorang dibanding kerja mesin partai. Pasangan calon ini adalah Khairil Anwar – Sofyan Alwi yang mendapat nomor urut empat.
Sementara tiga pasangan calon lainnya maju dengan dukungan koalisi partai politik. Petahana Bupati Harry Nugroho berpasangan dengan Muhammad Syafi’i mendapat nomor urut satu yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasdem. Koalisi empat parpol ini menguasai 11 kursi di DPRD.
Pasangan calon nomor urut dua adalah Darwis – Janmat Sembiring yang diusung oleh Partai Demokrat, Partai Golkar, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia yang juga memiliki 11 kursi di DPRD. Di Kabupaten Batubara, Partai Golkar merupakan pemenang pemilu legislatif 2014 yang memperoleh kursi terbanyak di parlemen, yakni sebanyak 7 kursi.
Pasangan calon nomor urut tiga adalah Zahir – Oky Iqbal Frima yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang. Koalisi empat partai ini menguasai kursi lebih banyak di DPRD, yakni 13 kursi.
Hasil rekapitulasi perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Batubara menunjukkan pemenang pilkada 2018 adalah pasangan Zahir – Oky Iqbal Frima. Pasangan ini meraih 41,8 persen suara. Pesaing terdekatnya adalah pasangan nomor urut dua Darwis – Janmat Sembiring yang memperoleh 35,18 persen suara.
Adapun pasangan petahana Harry Nugroho – Muhammad Syafi’i meraih 17,76 persen suara. Sedangkan perolehan suara pasangan dari jalur perseorangan, Khairil Anwar – Sofyan Alwi, anjlok dengan hanya memperoleh 5,26 persen suara.
Kemenangan Zahir – Oky Iqbal Frima sudah dikalkulasi sebelumnya berdasarkan kerja mesin politik. Pendukung pasangan ini menguasai kursi terbanyak di DPRD (13 kursi). Selain dari partai, dukungan non partai juga diperoleh, misalnya dari komunitas masyarakat Tionghoa, pengusaha, juga barisan relawan.
Sosok Zahir dalam pilkada 2018 ini pun sudah tidak asing bagi masyarakat Batubara. Pasalnya, politisi PDI-P ini sudah masuk bursa pilkada sejak 2013. Saat pilkada 2013, Zahir maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Suriono.
Sayangnya, mereka kalah dengan perolehan suara yang tipis dengan pasangan OK Arya – Harry Nugroho. Pasangan OK Arya – Harry Nugroho memperoleh 36,6 pesen suara, sedangkan pasangan Zahir – Suriono memperoleh 35,3 persen suara.
Dukungan partai politik terhadap Zahir bertambah pada pilkada 2018. Jika pada pilkada 2013 Zahir hanya didukung oleh tiga partai, yakni dua partai besar (PDI-P dan PBB) serta satu partai gurem (Partai Republika Nusantara), pada pilkada 2018 dukungan parpol menguat dengan bergabungnya Partai Gerindra dan PPP. Tercorengnya citra bupati terpilih dari jalur perseorangan karena kasus korupsi sedikit banyak menguntungkan calon bupati yang didukung parpol.
Zahir mendapat momentum dari kasus korupsi yang menjerat Bupati Batubara sebelumnya dan mendapat angin yang memperbesar perolehan suaranya dibandingkan pilkada sebelumnya.
Dalam kampanyenya, Zahir mengusung slogan “Batubara Bisa” yang bertekad mewujudkan cita-cita masyarakat Batubara yang lama tertunda. Batubara harus menjadi daerah yang lebih maju, yang bangkit, tidak kalah dari kabupaten lain di Indonesia apalagi di Sumatera Utara.
Dalam program 100 harinya setelah dilantik pada Desember nanti, pasangan bupati dan wakil bupati terpilih, Zahir – Oky Iqbal Frima memprioritaskan penanggulangan kemiskinan, penanganan kesehatan, perbaikan nasib guru, serta sarana dan prasarana daerah.
Daerah Industri
Kabupaten Batubara pada 2018 ini baru menginjak usia 11 tahun sebagai daerah otonom. Sebelum 2007, Kabupaten Batubara merupakan bagian dari Kabupaten Asahan. Sebagai daerah otonom baru, geliat pembangunan di Batubara bak gadis molek yang sedang bersolek.
Posisi geografis Kabupaten Batubara strategis dan mendukung denyut nadi perekonomian daerah. Kabupaten ini berada di pesisir timur Sumatera Utara di jalur pelayaran Selat Malaka yang ramai. Potensi daerah yang dimilikinya ikut menghidupkan pelabuhan laut yang menjadi bagian dari pelayaran dan perdagangan internasional.
Tidak sesuai namanya, perekonomian Kabupaten Batubara tidaklah bergantung pada komoditas batubara. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Batubara bertumpu pada industri pengolahan dari skala kecil hingga besar. Perannya hampir mencapai separuh dari total PDRB (48,73 persen).
Industri besar yang terdapat di daerah ini terkonsentrasi pada kelompok industri minyak kasar (crude oil), penggergajian kayu, aluminium, dan karet. Industri makanan juga ada di sini dengan jumlah 17 perusahaan.
Terdapat 23 perusahaan kategori besar dan sedang di Batubara. Terbanyak berada di Kecamatan Sei Suka. Jumlah perusahaan kecil dan menengahnya juga banyak, mencapai 755 unit yang terkonsentrasi di Kecamatan Tanjung Tiram dan Lima Puluh.
Hasil dari industri pengolahan ini mendorong kegiatan ekspor melalui Pelabuhan Kuala Tanjung. Pelabuhan Kuala Tanjung ini menjadi cikal bakal hub internasional di wilayah Indonesia bagian barat.
Sayangnya, beberapa tahun terakhir catatan ekspor dari pelabuhan ini mulai menunjukkan penurunan. Pada tahun 2016, nilai dan volume ekspor melalui Pelabuhan Kuala Tanjung menurun dibandingkan tahun 2013.
Pada tahun 2016, tercatat volume ekspor mencapai 1,4 juta ton, turun sebesar 26 persen dibandingkan tahun 2013 yang besarnya 1,9 juta ton. Dari sisi nilai pun besarannya menurun sekitar 38 persen dari 1.549 juta dollar Amerika Serikat menjadi 959 juta dollar AS.
Kegiatan ekonomi yang ditopang oleh sektor industri ini menjadi andalan yang antara lain membuat Kabupaten Batubara percaya diri memisahkan diri dari kabupaten induknya, Asahan. Dalam perkembangannya, saat ini kegiatan ekonomi di Batubara menghasilkan PDRB yang tidak jauh berbeda dari PDRB kabupaten induknya.
Bahkan, untuk indikator PDRB per kapita, Batubara lebih baik kondisinya dibandingkan Asahan. PDRB per kapita Batubara tercatat 67,9 juta per tahun (2016). Angka ini lebih tinggi dibandingkan PDRB per kapita di Asahan yang hanya mencapai 41 juta per tahun pada tahun yang sama.
Perekonomian di Batubara tidak semata bergantung pada industri pengolahan. Sektor perdagangan pun berperan cukup besar dengan menempati posisi ketiga dalam PDRB setelah industri pengolahan dan pertanian.
Perdagangan di Kabupaten Batubara berkembang karena peran dari orang suku Minang. Di Batubara banyak terdapat orang Minang. Laman pemerintah Kabupaten Batubara menyebutkan, dalam sejarahnya, sejak abad ke-18, Batubara telah menjadi pangkalan bagi orang-orang kaya Minang yang melakukan perdagangan lintas selat. Mereka membawa hasil-hasil bumi dari pedalaman Sumatera untuk dijual kepada orang-orang Eropa di Penang dan Singapura.
Batubara, seperti halnya Kabupaten Pelalawan dan Siak (di Riau) serta Jambi merupakan koloni dagang orang-orang Minang di pesisir timur Sumatera. Selain itu, dari lima suku (klan) asli di Batubara, yakni Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh, dan Boga, dua di antaranya teridentifikasi sebagai nama luhak di ranah Minang, yang diperkirakan sebagai tempat asal masyarakat suku tersebut.
Penduduk di Kabupaten Batubara yang pada tahun 2016 berjumlah 404.988 jiwa ini bukan hanya dari Suku Minang. Suku Jawa bahkan disebut mendominasi daerah ini, diikuti dengan orang-orang dari Suku Melayu dan Batak.
Suku Jawa atau yang dikenal dengan Pujakesuma (Putera Jawa Keturunan Sumatera) porsinya pernah mencapai 43 persen dari keseluruhan penduduk Batubara. Mereka merupakan keturunan pekerja-pekerja perkebunan yang dibawa oleh pekebun Eropa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Orang Mandailing merupakan sub-etnis Batak yang juga banyak terdapat di Batubara. Pada masa kolonial, untuk memperoleh prestise dan jabatan dari sultan-sultan Melayu, banyak di antara orang-orang Mandailing yang mengubah identitasnya dan memilih menjadi orang Melayu.
KEK Sei Mangkei
Sebagai daerah yang masih muda dan baru berkembang, pembangunan fisik daerah Batubara dikebut untuk memacu perekonomian. Tidak hanya jalan, jembatan, atau gedung perkantoran saja yang dibangun, pengembangan pelabuhan laut pun masuk dalam daftar prioritas.
Pada awal 2015, pemerintah pusat menetapkan kawasan Sei Mangkei sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Di dalam kawasan ini terdapat bisnis antara lain terkait industri kelapa sawit dan karet, serta industri pendukung seperti energi dan logistik.
Terintegrasi dengan KEK ini adalah Pelabuhan Kuala Tanjung yang kapasitasnya ditingkatkan menjadi pelabuhan internasional. Selain pelabuhan, juga dibangun jalur kereta api Bandar Tinggi – Kuala Tanjung dan jalan tol yang mendukung konektivitas di KEK Sei Mangkei.
Dengan fasilitas-fasilitas seperti ini, diharapkan Kabupaten Batubara kian maju dan berkembang sebagai daerah industri. Investasi bisa semakin mengalir masuk. Namun, maraknya pembangunan di Kabupaten Batubara saat ini menjadi gula-gula yang bisa menjerat siapa saja yang tergoda.
Pejuang pemekaran yang menjabat bupati selama dua periode, yang berangkat dari jalur perseorangan, menjadi contoh yang tidak patut ditiru. (GIANIE/LITBANG KOMPAS)