Penanganan bencana gempa berkekuatan Magnitudo 7,0 yang mengguncang Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat menjadi sorotan enam koran nasional edisi 7 Agustus 2018. Topik yang diangkat Kompas, Jawa Pos, Koran Sindo, Republika, Media Indonesia, serta Koran Tempo di berita utama relatif sama, yaitu masalah evakuasi korban gempa terkendala alat berat.
Kompas menurunkan judul berita utama “Evakuasi Terkendala Alat”, Koran Tempo menampilkan judul “Evakuasi Terhambat Akses dan Peralatan”, sedangkan berita utama Jawa Pos yaitu “Bantuan Sulit Terdistribusi”.
Poin utama yang menjadi keprihatinan koran-koran nasional tersebut adalah kurangnya tenaga personel dan ekskavator. Akibatnya, sejumlah korban gempa belum dapat dievakuasi. Distribusi logistik juga belum menjangkau seluruh lokasi pengungsian. Sebagian besar pengungsi mengalami krisis makanan dan obat-obatan
Gempa yang terjadi dua hari sebelumnya tersebut, hingga 8 Agustus 2018 mengakibatkan sedikitnya 131 orang meninggal, 1.477 orang luka-luka, serta 156.003 orang mengungsi.
Kritik penanganan korban juga menjadi sorotan pemberitaan sejumlah koran luar negeri. Bedanya, titik berat yang diulas adalah nasib wisatawan asing yang berada di lokasi bencana. Koran terbitan Inggris, The i melukiskan merananya para wisatawan Inggris dengan istilah terdampar.
Salah satu yang menjadi sorotannya adalah ribuan turis berdesakan di pantai Lombok pasca gempa menunggu evakuasi. Tidak banyak kapal yang bisa beroperasi mengangkut penumpang dari Pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Koran The Australian bahkan menyebut gempa membuat suasana menjadi chaos atau kacau. Lebih lanjut dituliskan, para turis yang ketakutan atas gempa susulan dan bahaya tsunami bergegas menuju kapal dan pesawat untuk meninggalkan pulau Lombok.
Kepanikan yang sama juga dialami para wisatawan yang berjubel mencari tiket pesawat di Bandara Internasional Lombok Praya. Antrean turis asing mengular dari loket tiket maskapai hingga pintu keluar bandara.
Lemahnya antisipasi penanganan korban gempa menjadi catatan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan manajemen tanggap darurat. Jika tidak diantisipasi, ini bisa menjadi bencana kedua yang dialami warga Lombok.
Selain poin evakuasi wisatawan, Harian The Australian juga memberikan ruang pemberitaan tentang upaya tim penyelamat yang berjuang mencapai daerah-daerah yang dilanda bencana di mana para pengungsi sangat membutuhkan makanan dan tempat berlindung. Escuers struggled to reach hard-hit areas where survivors were in urgent need of food and shelter.
Sudut pandang pemberitaan ini senada dengan Kompas yang mengingatkan darurat lokasi pengungsian yang tersebar di banyak tempat belum terdata. Lokasi pengungsian terpencar-pencar menyulitkan distribusi logistik.
Pemetaan bencana
Sebenarnya, tidak sulit menemukan titik-titik pengungsian atau sebaran lokasi yang terdampak gempa. Saat ini, telah banyak dikembangkan sistem informasi terpadu data-data di lapangan yang disajikan secara lengkap dan detail. Hasilnya, informasi kebencanaan hingga level inventarisasi kebutuhan korban dapat tersampaikan ke publik secara lugas.
Wilayah terdampak gempa Lombok yang tersebar sporadis berdampak pada kecepatan dan ketepatan penanganan selama masa tanggap darurat. Universitas Gadjah Mada (UGM) serta tim gabungan relawan bersama insidelombok membuat pusat informasi kondisi kerusakan dan kebutuhan korban secara aktual. Dua produk pusat informasi ini tersaji di laman website http://ugm.id/petabencanalombok2018a dan https://goo.gl/maps/UgJeZ1cRA3p.
Kedua pusat informasi tersebut dibuat berbasiskan data geospasial dengan memanfaatkan kenampakan muka bumi dari Google Earth. Informasi ini sangat berguna untuk memberikan gambaran kondisi medan lokasi terdampak.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun berbagai informasi dari instansi pemerintah setempat, relawan, dan masyarakat lokal. Oleh sebab itu, siapapun yang berada di lapangan dapat mengirim data dengan cepat. Data terus diperbarui tiap hari.
Pusat informasi yang dibuat berisikan data multi-skala, dari informasi umum berupa profil wilayah hingga foto lapangan dan nomor kontak koordinator wilayah tersebut. Profil wilayah berisikan data administratif desa, tingkat kerusakan, jumlah korban meninggal dan luka, serta aksesibilitas lokasi. Selain itu, ada data kebutuhan korban, seperti tenda, sandang, popok, pangan, medis, hingga listrik dan air bersih.
Tidak hanya itu saja, pusat informasi ini mampu menunjukkan data 17 posko bencana gempa di seluruh pulau Lombok. Tentu sangat bermanfaat bagi siapa saja yang sedang di lokasi bencana, khususnya korban.
Teknologi informasi tersebut bisa digunakan sebagai petunjuk awal di tengah kendala pendataan pengungsi yang masih simpang siur. Ini juga bisa digunakan untuk membangun manajemen distribusi logistik yang juga masih terkendala karena kebutuhan pengungsi belum terdata.
Kontribusi masyarakat, lembaga, atau relawan bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menjamin penanganan korban gempa yang lebih baik. (Litbang Kompas)