Beberapa peristiwa besar terjadi di periode 23 Juli hingga 8 Agustus 2018, seperti terbongkarnya kongkalikong antara tahanan dan petugas di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, persiapan Asian Games, penyelenggaraan ibadah haji, serta gempa yang terjadi di Lombok, NTB. Namun, rentetan peristiwa tersebut masih kalah menarik dengan dinamika politik yang terjadi di tanah air.
Berita terkait jelang pilpres 2019 menjadi isu yang paling banyak muncul di halaman depan enam koran nasional. Terdapat 55 berita atau sekitar 17 persen berita yang ditampilkan, melebihi pemberitaan tentang goncangan gempa di Lombok atau gaung persiapan Asian Games. Isu ini banyak disorot surat kabar karena momentumnya bertepatan dengan jelang masa pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2019 mendatang.
Selama hampir tiga minggu terakhir, komunikasi para elit politik kian gencar. Baik dari poros Prabowo maupun Jokowi sama-sama melakukan lobi-lobi politik dengan strategi masing-masing. Pemberitaan koran menangkap pesan perbedaan yang cukup kontras dari corak bangunan koalisi masing-masing kubu.
Pertama, frekuensi pertemuan koalisi. Dari rangkuman pemberitaan enam koran nasional, tercatat hanya 3 kali Jokowi bertemu parpol pengusungnya, sedangkan kubu Prabowo lebih dari 5 kali diberitakan bertemu mitra koalisinya.
Aspek kedua adalah kuantitas atau jumlah peserta pertemuan. Pertemuan Jokowi dengan koalisi parpolnya, selain minim dari sisi frekuensi, selalu dilakukan bersama-sama. Ini antara lain terlihat dari pertemuan Jokowi dengan enam ketua umum parpol pendukungnya di Istana Bogor pada Senin (23/7/2018).
Kubu petahana, tidak hanya berkonsolidasi dengan partai yang duduk di parlemen. Jokowi juga mengadakan pertemuan dengan ketum tiga parpol di luar parlemen, yakni PSI, PKPI dan Perindo. Itu juga dilakukan bersama-sama.
Sementara, dalam kesempatan yang hampir berdekatan, Prabowo bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, pada Selasa (24/7/2018). Beberapa kali Prabowo juga tercatat mengadakan pertemuan secara terpisah dengan elite parpol koalisinya, seperti dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan pada 7 Agustus 2018.
Aksi dan reaksi
Hal menarik yang juga muncul dari pemberitaan koran, adalah aroma ‘tidak mau kalah’. Setiap pertemuan yang dilakukan satu kubu, dalam waktu yang hampir sama pasti diikuti reaksi pertemuan di kubu lainnya.
Manuver koalisi dimulai di Istana Bogor dari kubu Jokowi pada Senin malam (23/7/2018). Pertemuan enam elit parpol pendukung Jokowi digelar guna mematangkan koalisi jelang Pilpres 2019. Dua koran nasional menjadikan peristiwa tersebut sebagai berita utama, lengkap dengan foto suasana pertemuan. Di hari yang sama, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bertemu dengan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais dan Persaudaraan Alumni 212 di Jakarta.
Aroma senada juga terlihat pada Kamis (26/7/2018). Saat itu Jokowi menghadiri Tasykur Milad ke-43 Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus peletakan batu pertama pembangunan Menara MUI di Cipayung, Jakarta. Sehari berselang, pada Jumat (27/7/2018) Prabowo menghadiri acara Pertemuan Ulama dan tokoh nasional di Jakarta.
Demikian juga saat sembilan sekjen parpol anggota koalisi petahana bertemu dengan Jokowi untuk membahas rancangan tim dan materi kampanye di Istana Bogor, Selasa (31/7/2018). Di hari yang sama pada hari malamnya, Prabowo mengumpulkan pimpinan Partai Gerindra, PKS, dan PAN. Agenda yang dibahas adalah soal nama bakal cawapres yang akan menjadi pendamping Prabowo. Pertemuan dilanjutkan pada keesokan harinya, dihadiri oleh sekjen empat parpol, yaitu Partai Gerindra, PAN, PKS, dan Partai Demokrat.
Persaingan poros kandidat presiden masih terus menghangat menjelang batas akhir pendaftaran di KPU pada 10 Agustus 2018. Berbagai manuver dan strategi digunakan untuk menunjukkan soliditas bangunan koalisi di mata masyarakat. Dari rapat umum dengan relawan, pembentukan tim kampanye, hingga menyambangi KPU terkait persyaratan dokumen pengajuan capres/cawapres.
Dalam konteks komunikasi politik, rangkaian peristiwa tersebut tidak dapat dilepaskan dari strategi political marketing yang sedang dijalankan. Momentum-momentum perjumpaan antar elite politik secara bersama-sama, misalnya, dapat dibaca sebagai upaya membangun image soliditas antara kandidat dengan parpol pengusungnya.
Hal ini tidak dapat dilepaskan dari posisi capres/cawapres sebagai brand yang bersaing untuk meraih pangsa pasar terbanyak. Kegiatan branding penting dilakukan jauh-jauh hari dan mengambil waktu yang tepat, sebagai bagian strategi yang menentukan siapa yang akan memimpin pasar di kontestasi pilpres mendatang.
Ketatnya persaingan dua poros yang sama-sama berkompetisi di Pilpres 2014 lalu membuat upaya merebut brand di hati masyarakat terus dilakukan. Maka, tidak heran muncul aktivitas ‘tidak mau kalah’ sebagai bagian dari perlawanan terhadap upaya branding yang dilakukan pesaing.
Pendaftaran kandidat capres/cawapres adalah satu dari beberapa tahapan pilpres 2019. Masih ada kegiatan penetapan, pengundian nomor urut, kampanye, hingga debat antar kandidat. Jika tetap menggunakan model political branding seperti ini, isu berita seputar pilpres diprediksi makin menarik dan masih menjadi salah satu isu favorit di media cetak.
Berkaca dari kontestasi sebelumnya, sepanjang tahun 2014 lalu, isu berita seputar pilpres dominan muncul di berita utama enam surat kabar nasional. Dari 10 isu terbanyak, 6 diantaranya adalah berita seputar pilpres. Bahkan, 4 berita teratas berkaitan dengan pilpres, yaitu wacana koalisi parpol, kecurangan pemilu, dinamika penyusunan kabinet, dan strategi dukungan di pilpres. (Yohanes Advent Krisdamarjati dan Debora Laksmi Indraswari/Litbang Kompas)