Mengenali Keberadaan Kayong Utara
Sebagai kabupaten muda, nama Kayong Utara masih terasa asing di telinga banyak orang. Kabupaten hasil pemekaran daerah 2007 ini terletak di selatan ibu kota Pontianak, mencerminkan sebuah daerah yang masih relatif perawan dengan ekosistem masih alami.
Secara umum, perekonomian Kayong Utara bergantung pada sektor pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebungan. Sayangnya, sumbangan sektor primer ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kayong Utara cenderung menurun. Jika pada tahun 2012 sumbangan sektor primer ini mencapai 32,62 persen, tahun 2016 turun menjadi 29,77 persen.
Sadar dengan potensi yang dimilikinya karena berada di posisi geografis yang strategis, di tepi Selat Karimata, pemerintah Kabupaten Kayong Utara pada pertengahan Oktober 2016 lalu menggelar kegiatan bertaraf internasional bernama Sail Selat Karimata 2016. Kegiatan pelayaran dan atraksi berbasis kelautan tersebut menjadi momentum bersinarnya Kabupaten Kayong Utara.
Saat dan pasca perhelatan, terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang fantastis. Sebanyak 66.850 orang tercatat mengunjungi lokasi-lokasi wisata di Kayong Utara pada tahun itu. Jumlah ini meningkat sebesar 63,8 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran 40.800-an pengunjung. Di tahun yang sama, khusus wisatawan mancanegara juga meningkat signifikan menjadi 1.000 orang dibandingkan 378 wisman di tahun 2014.
Di 2016 pula, pertumbuhan ekonomi Kayong Utara meningkat menjadi 5,98 persen. Tahun sebelumnya perekonomian Kayong Utara hanya bertumbuh sebesar 5,03 persen. Angka itu adalah yang terendah selama lima tahun terakhir setelah pada tahun 2012 sempat mencapai pertumbuhan 5,78 persen.
Perekonomian Kayong Utara seakan sulit dipacu. Hal itu disebabkan minimnya infrastruktur di wilayah yang berkarakter maritim ini. Potensi sumber daya alam yang berlimpah masih terpendam karena keterbatasan akses ke daerah yang beribu kota Sukadana ini.
Akses menuju KKU relatif sulit. Belum tersedianya bandara dan kerusakan di sejumlah ruas jalan antarkota menjadi kendala. Dari panjang jalan 334.160 kilometer, sekitar 36,4 persen dikategorikan rusak berat dan 16 persen rusak ringan.
Bandara terdekat yang bisa diakses adalah Bandara Rahadi Oesman di Ketapang (kabupaten induk). Dari bandara ini, Kayong Utara bisa dicapai dengan perjalanan darat sejauh 78 km atau kurang lebih selama tiga jam. Keadaan ini diperparah dengan belum adanya angkutan umum yang berdampak pada tingginya biaya transportasi.
Meski demikian, tidak berarti potensi ekonomi Kayong Utara dapat diabaikan begitu saja. Kayong Utara memiliki hutan lindung dan taman nasional yang melingkupi 70 persen wilayahnya dengan keragaman hayati yang luar biasa. Kabupaten dengan enam kecamatan yang semuanya berpesisir ini terdiri dari 103 pulau dengan 33 titik yang dinilai memiliki potensi wisata. Tidak hanya kekayaan alam, Kayong Utara juga menyimpan sejarah kolonial belanda (VOC) dan kerajaan maritim yang terekam dalam cerita rakyat dan artefak-artefaknya.
Dengan memiliki jumlah pulau terbanyak di Kalimantan Barat, yaitu 103 pulau dengan 14 pulau yang berpenghuni, Kayong Utara perlu dikelola dengan mengedepankan visi kelautan (maritim). Tahun 2018 ini, melalui pilkada serentak, Kayong Utara memiliki kepala daerah baru yang dalam visi misinya menaruh perhatian pada pembangunan yang berorientasi pada laut.
Dengan misi menguatkan perhatian pada wilayah perairan, pantai, dan pulau dengan dukungan dari sektor industri perkebunan, pemimpin terpilih diharapkan mampu menyejahterakan masyarakat Kayong Utara.
Nahkoda Baru
Menginjak usia ke-11, Kabupaten Kayong Utara dinahkodai kapten baru. Pada 26 Juli 2018, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kayong Utara resmi menetapkan Citra Duani dan Effendi Ahmad sebagai bupati dan wakil bupati terpilih. Pasangan ini memperoleh 25.074 suara atau 45,08 persen dari total suara sah.
Pada pilkada Juni lalu, tiga pasangan kandidat maju mencalonkan diri berebut kursi nomor satu Kayong Utara. Pasangan calon nomor urut satu adalah Masdar – Zulkaslim Pebrata Tamura yang maju dari jalur perseorangan (independen).
Paslon nomor urut dua ialah Citra Duani – Effendi Ahmad yang diusung oleh koalisi Partai Hanura, Golkar, Nasdem, PPP, PKS, dan PKB dengan kekuatan 13 kursi di legislatif. Sementara paslon nomor urut tiga adalah Abdul Halim Hasin – Bukhori yang diusung koalisi lima partai dengan total 11 kursi di legislatif.
Dilihat dari dukungan partai, paslon kedua dan ketiga memiliki dukungan yang cukup berimbang. Akan tetapi, hasil perolehan suara menunjukkan ketimpangan perolehan suara yang signifikan. Perolehan suara paslon ketiga bahkan lebih kecil dari paslon independen.
Paslon independen meraup 35,04 persen suara, sementara paslon ketiga hanya 19,88 persen suara. Dalam hal ini, kerja mesin partai tidak sepenuhnya berhasil dalam meraup suara pemilih.
Menengok ke belakang, besarnya suara yang diberikan masyarakat untuk calon independen juga terjadi di Pilkada Kabupaten Kayong Utara pada 2013 lalu. Pasangan perseorangan Jalian – Hamdan Harun juga menempati urutan kedua dengan perolehan suara sebanyak 34,91 persen. Jumlah ini selisih 6 persen dari perolehan pasangan petahana Hildi Hamid – Idrus yang keluar sebagai pemenang.
Koalisi partai bukanlah satu-satunya penentu kemenangan. Profil kandidat diyakini memengaruhi preferensi pemilih. Berbeda dengan pilkada di sejumlah daerah yang banyak memanggungkan petarung lama, keenam kandidat calon pemimpin Kayong Utara 2018 ini merupakan wajah baru di panggung pilkada.
Masdar – Zulkaslim (paslon satu) masing-masing mengawali karir sebagai guru. Masdar mulai mengajar di sekolah dasar pada 1992, hingga pada 2017 menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kayong Utara. Selain itu, Masdar membangun jejaring dengan tergabung dalam Majelis Adat Budaya Melayu sebagai Ketua Harian hingga sekarang. Sementara itu, Zulkaslim merupakan Camat Seponti pada 2015 setelah mengabdi menjadi guru SMP.
Adapun bupati terpilih, Citra Duani merupakan birokrat karir yang memulai perjalanannya di lingkup pemerintahan provinsi hingga terakhir bertugas di Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan pasangannya, Effendi Ahmad merupakan anggota DPRD Kayong Utara.
Meski berbeda dalam lingkup kerja, keduanya dapat menggalang suara dari kelompok-kelompok sosial yang menjadi jaringan mereka. Effendi Ahmad dikenal aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Pengusaha Muda, Ikatan Cendekiawan Muslim, dan menjadi Ketua DPC PPP di Kayong Utara.
Paslon ketiga, Abdul – Bukhori juga memiliki latar belakang yang serupa seperti paslon kedua. Abdul bekerja di lingkungan pemerintah daerah sejak 1993 dan saat pencalonan menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Kayong Utara. Sedangkan Bukhori adalah anggota DPRD 2014-2019 dan merupakan Ketua DPC PDI-P di Kayong Utara.
Dengan penguasaan jaringan, tidak mengherankan jika partai bukan satu-satunya kekuatan penggalang dukungan. Paslon yang kalah berlaga pun tidak putus asa. Alih-alih mengajukan sengketa pilkada seperti yang terjadi di 56 wilayah pilkada lainnya, paslon yang pulang kandang memilih mencurahkan energi untuk Pemilihan Legislatif 2019 mendatang. Masdar misalnya, ia akan mencoba peruntungan dengan mengajukan diri menjadi calon anggota DPRD Kalbar melalui Partai Demokrat.
Fokus Maritim dan Ekowisata
Dalam penyampaian visi dan misi, pasangan Citra – Effendi bertekad untuk memajukan daerah dengan menguatkan perhatian pada wilayah perairan, pantai, dan pulau dengan dukungan dari sektor industri perkebunan.
Kondisi saat ini, kehidupan masyarakat di enam kecamatan di Kayong Utara yang berbatasan langsung dengan laut masih bertumpu pada kehidupan di perkebunan. Perekonomian pesisir belum tergarap optimal dan hal ini berimbas pada keuangan daerah. Pendapatan asli daerah dari sektor perikanan masih kecil, di bawah Rp 100 juta per tahun.
Cita-cita menjadikan Kayong Utara sebagai destinasi ekowisata masa depan sebenarnya sudah digagas sejak pemerintahan Hildi Hamid dan relevan menjadi program kerja Citra – Effendi yang mengusung misi kemaritiman. Sail Selat Karimata yang digelar pada 2016 adalah tonggak yang perlu dilanjutkan dan ditradisikan sebagai ajang mempromosikan Kayong Utara.
Keinginan untuk menguatkan poros bahari sejalan dengan program nasional Nawacita. Kayong Utara masuk dalam wilayah yang diprioritaskan dalam pembangunan pelabuhan. Dari proyek 11 pelabuhan di wilayah barat, salah satunya dibangun di Kayong Utara. Pembangunan akan meliputi dermaga, trestle, terminal penumpang, gedung kantor, pos jaga, lapangan penumpukan yang dapat mengakomodasi kapal kargo 1.000 DWT.
Selain itu, keberadaan taman nasional bisa dimanfaatkan pula untuk menarik mendatangkan pengunjung dengan minat khusus. Kerjasama penelitian dan rekreasi pengetahuan dapat menjadi salah satu cara menghidupkan nyala ekowisata.
Pengembangan kabupaten ini sebagai poros bahari atau kemaritiman diharapkan dapat mengurangi persoalan kesejahteraan sosial seperti mengurangi angka pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka Kayong Utara sempat naik drastis pada 2012 yakni mencapai 6,96 persen. Namun, perlahan berhasil diturunkan hingga menjadi 3,76 persen pada 2015. Lapangan pekerjaan telah menyerap 51.360 pekerja di mana 46 persen bekerja di sektor pertanian.
Salah satu tantangan yang dihadapi Citra – Effendi adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut data BPS, skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kayong Utara berada di bawah rata-rata Provinsi Kalimantan Barat. Pada 2017, skor IPM Kayong Utara adalah 61,52, lebih rendah dari rata-rata provinsi sebesar 66,26. Meskipun selama lima tahun terakhir IPM terus naik, namun tidak pernah lebih tinggi dari rerata provinsi.
Butuh waktu dan momentum yang tepat yang membuat kabupaten di Kalimantan Barat ini dikenal dunia luas. Tidak ingin sekadar masuk dalam radar ingatan kolektif masyarakat, Kayong Utara bersiap tinggal landas membawa masyarakatnya menjadi lebih sejahtera.
Masa lima tahun periode 2018-2023 menjadi periode pertaruhan bagi Citra – Effendi untuk membawa masyarakatnya tinggal landas menuju kesejahteraan yang berbasis kemaritiman. (ARITA NUGRAHENI/LITBANG KOMPAS)