Ancaman Trump bagi Para Pengkritik
Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus melancarkan strategi mengamankan pemerintahannya. Beberapa koran utama di Amerika Serikat edisi 18 Agustus 2018 menyoroti tindakan Donald Trump menempatkan orang-orang yang dianggap sejalan dengan pemikirannya dan kebijakannya untuk menyingkirkan mereka yang menentangnya.
Koran USA Today akhir pekan lalu mengangkat kontroversi pengajuan calon hakim agung Brett Kavanaugh sebagai berita utamanya. Kavanaugh diajukan sebagai hakim agung oleh Donald Trump pada 9 Juli 2018.
Sebagai hakim, Kavanaugh terkenal konservatif dan berseberangan dengan kalangan aktivis pro lingkungan. Ia pernah mengkritik pemerintahan Obama terkait biaya pembatasan emisi dan polutan dari pabrik pembakaran batubara.
Kontroversi melingkupi pencalonan Kavanaugh, terutama karena masa lalunya dianggap ditutupi, baik oleh kaum Republik maupun Demokrat. Ia pernah bekerja sebagai staf sekretaris George W Bush selama tiga tahun pada 2003-2006.
Banyak orang mencurigainya ikut terlibat dalam berbagai keputusan kontroversial yang dibuat oleh pemerintahan Bush selama tiga tahun tersebut, tetapi ia menyangkalnya. Jutaan lembar dokumen yang terkait dirinya sempat dikumpulkan oleh kaum Republik sebagai bahan pertimbangan senat dalam pengambilan suara, tetapi kemudian tidak jadi dibahas.
Alasan praktis yang mendasari adalah tak ada cukup waktu untuk mengadakan penyelidikan menyeluruh terhadap jutaan lembar dokumen tersebut. Dengan demikian, latar belakang Kavanaugh, terutama pembuktian keterlibatannya dalam keputusan kontroversial Bush, semakin diliputi kerahasiaan.
Seakan melengkapi ketakutan aktivis pro lingkungan terhadap pengajuan Kavanaugh sebagai calon hakim agung, minggu depan Trump berencana mengusulkan perubahan besar peraturan iklim.
Surat kabar The New York Times menyoroti rencana tersebut dengan menyuguhkan headline ”Pemerintah AS Menyerahkan Aturan Penggunaan Batubara kepada Setiap Negara Bagian”. Hal tersebut memungkinkan setiap negara bagian menerapkan aturan mereka sendiri.
Putusan Trump terkait penggunaan batubara ini menyusul keputusan Trump sebelumnya yang membekukan standar efisiensi bahan bakar dari era Obama. Dua keputusan terkait isu lingkungan ini sangat melemahkan gerakan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Melengkapi aksi ”bersih-bersih” terhadap mereka yang tidak sejalan dengannya, Trump memerintahkan untuk membuat draf untuk mencabut akses keamanan atau security clearence terhadap para pejabat dan mantan pejabat yang terlibat dengan investigasi keterlibatan Rusia dalam pilpres AS 2016.
Harian The Washington Post mengetengahkan isu ini dengan judul ”Perintah Membuat Draf untuk Mencabut Akses Keamanan”. Akses keamanan sendiri merupakan surat keterangan keamanan tingkat tinggi yang memungkinkan seseorang mengakses informasi rahasia.
Pada Kamis, 15 Agustus 2018, Trump telah mencabut akses keamanan terhadap John Brennan, mantan Direktur CIA yang paling rajin mengkritik Trump. Pencabutan akses keamanan ini juga akan diberlakukan juga terhadap mereka yang terindikasi melakukan komunikasi dengan para pengkritik Trump.
Ancaman Trump kali ini secara khusus ditujukan kepada Bruce Ohr, pejabat departemen kehakiman, karena terindikasi berkomunikasi dengan mereka yang menyelidiki keterlibatan Rusia dalam pilpres AS 2016.
Komentar Trump tentang pencabutan akses keamanan ini mengikuti munculnya pernyataan dari 14 mantan direktur CIA dan wakil direktur, baik dari partai Republik maupun Demokrat. Mereka mengomentari pencabutan akses keamanan terhadap Brennan sebagai usaha pembungkaman terhadap kebebasan berbicara dan merupakan sinyal yang tidak pantas dan sangat disayangkan kepada pelayan publik yang lain.
Usaha Trump memberangus lawan politik semakin beragam. Sejak pemilihannya dari 2016 sampai 2018, tak henti-henti ia membongkar pasang pejabat di bawahnya agar semua sesuai dengan pandangannya.
Pemecatan para pejabat tinggi intelijen sekelas Direktur FBI James Comey (2017) dan penjabat Direktur FBI (2018) Andrew McCabe ternyata belum memuaskan Trump.
Saat ini, ruang gerak mereka yang masih mengkritik Trump semakin dibatasi dengan ancaman pencabutan akses keamanan. Semoga ancaman ini bukan merupakan senjakala bagi kritik di alam demokrasi Amerika.
Ketika tak ada peristiwa politik yang mengemuka, publik Inggris disuguhi isu yang lebih beragam yang berkaitan erat dengan fondasi pembangunan manusia dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, persoalan kewajiban negara berhadapan dengan pencari suaka juga ditampilkan mewarnai pemberitaan di akhir pekan.
Isu pendidikan disuarakan oleh surat kabar The i. Semakin banyak pelajar di Inggris memilih untuk drop out dan tidak menyelesaikan ujian akhir mereka. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak universitas yang menawarkan masuk tanpa syarat.
Tawaran masuk universitas tanpa syarat adalah jaminan bagi para siswa masuk ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Menanggapi fenomena tersebut, menteri pendidikan meminta universitas untuk meningkatkan syarat masuk mereka dan tak lagi memberikan tawaran masuk tanpa syarat bagi para siswa.
Hal yang dipersoalkan oleh banyak pengamat adalah para pelajar tidak memiliki bekal ijazah apabila tidak berhasil menyelesaikan pendidikan di universitas. Ijazah terakhir sebelum masuk universitas masih diperlukan sebagai bekal kualifikasi bila terjadi hal yang tak diharapkan di universitas.
Selain isu pendidikan, dimunculkan juga isu kesehatan. Isu diabetes pada anak-anak diangkat oleh surat kabar The Daily Express. Makanan cepat saji dituduh sebagai penyebab meningkatnya penderita diabetes anak sebesar 40 persen selama empat tahun terakhir.
Kasus diabetes pada anak tidak pernah ditemukan di Inggris sepuluh tahun yang lalu, tetapi lebih dari 700 anak sekarang mendapatkan tindakan khusus karena gaya hidup yang tidak sehat.
Walaupun ada banyak faktor penyebab diabetes, salah satu hal yang perlu ditekan adalah fenomena kegemukan atau obesitas pada anak. Oleh karena itu, perlu didorong suatu rencana pemerintah terhadap persoalan kegemukan pada anak.
Di bidang lain, dimunculkan hasil investigasi tentang pencari suaka. The Guardian menurunkan laporan investigasinya tentang lamanya para pencari suaka mendapatkan keputusan dari kementerian dalam negeri. The Guardian menunjukkan bahwa beberapa orang harus menunggu lebih dari 20 tahun sebelum mendapatkan putusan atas permohonan suaka mereka.
Hal itu menimbulkan kesulitan bagi para pencari suaka karena dua alasan. Pertama, selama menunggu mereka tidak diperkenankan bekerja. Kedua, mereka ditempatkan di penampungan dengan fasilitas yang menurut para pengamat tidak layak huni.
Menanggapi investigasi The Guardian, pejabat resmi kementerian dalam negeri menyatakan bahwa mereka berharap bahwa keputusan bisa dibuat dalam jangka waktu enam bulan. (Mahatma Chryshna/Litbang Kompas)