Geliat Milenial Menanam Modal
”Someone is sitting on the shade today because someone planted a tree long time ago.” (Warren Buffet)
Seiring kemajuan teknologi informasi, prinsip investasi dari raja investor Amerika Serikat Warren Buffet bergaung kencang. Menanam finansial untuk masa depan semakin banyak diikuti berbagai kalangan termasuk milenial. Banyak kaum milenial terjun ke dunia investasi dengan beragam bentuknya.
Mandiri Sekuritas pada 2017 melaporkan dari 72.000 nasabah yang berinvestasi di pasar modal, hampir separuhnya masuk dalam kategori milenial. Kaum milenial ini adalah generasi yang lahir antara 1980 dan 2000-an.
Fenomena yang sama juga pernah diungkapkan Nicky Hogan saat ia masih menjabat Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI). Hingga Mei 2018, investor di pasar modal tercatat mencapai 670.000 nasabah dengan 130.000 di antaranya adalah investor mahasiswa (Kontan, 25/6/2018).
Hasil jajak pendapat Kompas kepada 392 mahasiswa di 20 kota Indonesia pada medio Agustus lalu juga merekam pengakuan warga milenial dalam berinvestasi. Separuh responden warga milenial mengaku belum pernah berinvestasi. Tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman menjadi alasan sepertiga dari mereka.
Sementara 27,2 persen responden milenial lain yang belum pernah berinvestasi menganggap bahwa investasi lebih tepat dimulai jika sudah memiliki penghasilan sendiri. Uang saku yang pas-pasan juga membuat sekitar seperlima responden milenial berpikir ualng untuk memulai investasi. Hasil jajak pendapat ini juga mengungkap alasan mereka tidak berinvestasi, yakni ingin fokus kuliah dan menganggap investasi sebagai hal merepotkan.
Namun, hasil jajak pendapat ini menunjukkan fakta lain bahwa tidak sedikit juga kaum milenial yang telah mencoba melakukan investasi. Hampir separuh (47,4 persen) responden kelompok warga milenial ini mengaku sudah pernah melakukan investasi.
Salah satunya Cania Adinda (20), mahasiswa semester V Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ( FEB UI). Sejak semester I Cania sudah mengatur keuangan dengan menyisihkan sebagian uang saku untuk diinvestasikan. Dia sudah mengenal dan tertarik dengan dunia investasi sejak di bangku kelas II SMA. ”Berjaga-jaga untuk hari tua dan tergiur imbal hasilnya yang gede,” ujarnya mengemukakan alasan berinvestasi.
Tidak sedikit juga kalangan milenial yang berinvestasi karena alasan seperti Cania. Lebih dari separuh responden yang sudah berinvestasi mengemukakan alasan, mereka menanam modal karena ingin menabung untuk masa depan. Sekitar 5,4 persen responden lainnya juga berinvestasi karena ingin meningkatkan aset mereka.
Selain itu, seperlima warga milenial juga tertarik dengan investasi agar punya dana yang cukup untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka jika ingin melanjutkan studi, travelling, atau mempunyai kendaraan dan properti sendiri. Selebihnya, kaum milenial berinvestasi karena alasan lain, yakni mengantisipasi ketidakpastian ekonomi, bahkan ada dari mereka yang memulai berinvestasi walaupun berawal dari sekadar ikut-ikutan teman.
Pengetahuan Investasi
Pentingkah kalangan milenial yang sebagian masih berstatus mahasiswa dan belum punya penghasilan sendiri untuk berinvestasi? Eko Endarto, financial planner dari perusahaan perencana keuangan Finansia Consulting menegaskan pentingnya berinvestasi sejak muda. ”Semakin muda berinvestasi semakin bagus karena mereka tidak selamanya menjadi mahasiswa. Mereka akan tumbuh dewasa, menjadi orangtua dan harus memikirkan masa pensiun,” ujar Eko.
Kurangnya pengetahuan bisa jadi membuat sejumlah warga milenial melihat investasi sebagai hal yang ribet, menyita waktu dan dana serta berisiko tinggi. Sementara informasi produk investasi kini juga mudah didapat dari berbagai sumber. Sekitar sepertiga warga milenial mengaku mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya untuk belajar tentang investasi melalui internet. Banyak situs yang memberikan informasi dan ilmu berinvestasi.
Sumber informasi produk investasi juga bisa diperoleh dari keluarga. Pengalaman anggota keluarga yang sudah melakukan investasi juga bisa ditularkan kepada anggota keluarga lain. Sebanyak 27,8 persen responden milenial lainnya mengaku mendapatkan informasi seputar investasi ini dari lingkungan keluarga.
Teman dan lingkungan kampus juga berperan penting dalam menyebarkan virus menumbuhkan minat berinvestasi. Hampir 30 persen milenial mengaku mendapat informasi dari teman dan kampus. Apalagi hampir di setiap kampus sekarang sudah ada Galeri Investasi bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia.
Berbagi pengetahuan investasi juga aktif dilakukan Cania Adinda di sela-sela kesibukan kuliah. Dia menjadi salah seorang penggerak Komunitas Cerdik Mapan (Cerdas dan Terdidik Keuangan untuk Masa Depan), sebuah organisasi gerakan sosial yang dirintis oleh empat alumnus FEB UI yang didirikan pada 2016. Komunitas ini aktif ikut serta meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, terutama anak muda, agar memiliki kemampuan untuk memahami produk-produk keuangan, mampu menggunakan produk-produk keuangan, dan terampil dalam merencanakan keuangan.
Produk investasi
Anggapan bahwa investasi akan menyita waktu dan merepotkan kini juga tidak lagi sepenuhnya benar. Pasalnya, kemajuan teknologi saat ini membuat kegiatan investasi menjadi sangat mudah dan praktis. Hasil jajak pendapat menunjukkan sebanyak 24,2 persen responden milenial berinvestasi dengan membuka usaha dan berpatungan modal dengan teman. Adapun sembilan persen responden milenial lain bahkan berinvestasi di properti.
Mungkinkah kalangan muda ini berinvestasi di bidang usaha yang terkesan sedemikian besar semacam itu? Sebagian responden milenial memilih jenis investasi ini sejalan kemajuan teknologi digital. Kini investasi dapat dilakukan di berbagai bidang lewat crowdfunding atau peer-topeer lending.
Investasi dengan model pendanaan usaha patungan (crowdfunding) atau dengan cara memberikan pinjaman usaha (peer-to-peer lending) kini tumbuh pesat di jagat daring dengan segala bidang usahanya. Sebagian dari model investasi ini pun tercatat sebagai financial technology (gabungan antara jasa keuangan dan teknologi yang memungkinkan transaksi jarak jauh dan cepat) yang resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Contohnya, kini orang bisa berinvestasi properti melalui laman internet aktivaku.com. Aktivaku menggunakan platform peer-to-peer lending yang mempertemukan pemilik properti (pribadi ataupun entitas) yang membutuhkan pendanaan dengan para pemilik dana di luar sistem perbankan. Ada juga platform digital yang menawarkan investasi di bidang pertanian dan peternakan, seperti yang ditawarkan melalui laman internet iternak.id, crowde.co, atau igrow.asia. Ketiga laman investasi itu pun resmi terdaftar di OJK sehingga keamanan investasinya lebih terjamin.
Anggapan bahwa investasi harus menyisihkan dana besar juga tidak sepenuhnya tepat. Kemajuan pesat teknologi kini pun ikut mendorong tumbuhnya investasi murah. Sebagai contoh, dengan uang Rp 100.000 kini orang bisa memiliki reksa dana atau bertransaksi saham lewat ponsel cerdas. Lebih kurang 22 persen kalangan milenial lainnya mengaku berinvestasi di pasar keuangan melalui reksa dana atau bertransaksi langsung membeli saham.
Berinvestasi di logam mulai pun kini dapat dilakukan dengan praktis dan tidak memerlukan biaya besar. Sebagai contoh, investasi emas bisa dilakukan dengan cara menabung di pegadaian. Uang yang kita transfer dikonversikan menjadi emas, dengan berat emas mulai dari 0,01 gram. Cukup bermodal Rp 50.000, biaya administrasi Rp 10.000, dan biaya fasilitas titipan emas 12 bulan Rp 30.000, orang bisa memulai investasi emas. Setiap kali orang menyisihkan uang, konversi emas di tabungannya akan semakin besar.
Saat ini, semakian banyak kalangan milenial yang telah berinvestasi dalam bentuk emas. Laporan Antam Januari-Juli 2018 menunjukkan adanya peningkatan pembeli kelompok usia 25 tahun ke bawah, dari sekitar 8 persen tiga tahun lalu menjadi berkisar 10-11 persen pada tahun ini (Kompas, 13 Agustus 2018).
Hasil jajak pendapat juga menunjukkan investasi logam mulia dipilih 16,1 persen warga milenial lainnya. Secara keseluruhan, enam dari sepuluh warga milenial mengaku tertarik berinvestasi di logam mulia ini. Separuh dari mereka sepakat, nilai emas yang cenderung stabil bahkan terus meningkat sangat cocok dijadikan instrumen pengaman finansial yang tidak tergerus inflasi.
Alasan lainnya karena mudah ditransaksikan, kecil risikonya, mudah mendapatkannya karena tersedia platform digital, dan dana investasinya juga terjangkau. Hal inilah yang menarik minat Humam Syauqi Dawa (20), mahasiswa semester V Jurusan Ilmu Ekonomi FEB UI, meletakkan investasinya di logam mulia selain reksa dana dan saham.
Menurut dia, dalam jangka panjang emas yang mungkin akan menjadi barang langka nilainya akan semakin tinggi, sedangkan untuk jangka pendek mudah dijualbelikan dan bisa menjadi hadiah istimewa untuk orangtua. Investasi mudah dan murah juga bisa dilakukan dengan cara konvensional, yakni melalui tabungan atau deposito perbankan, seperti yang sudah dilakukan oleh sekitar 19 persen kaum milenial lainnya.
Memulai investasi
Masing-masing produk investasi ada kelebihan dan kekurangannya. Produk investasi tabungan, deposito boleh jadi tidak memberikan imbal hasil yang besar, tetapi lebih aman dan pasti. Begitu pula dengan investasi emas, yang memiliki keuntungan dapat diandalkan untuk mengamankan daya beli orang di masa depan. Sebaliknya, produk pasar keuangan lain, seperti saham atau reksa dana, serta investasi crowdfunding atau peer-to-peer lending, memiliki risiko lebih besar tetapi menjanjikan imbal hasil yang lebih baik.
Bagaimanapun, salah satu hal penting dalam investasi adalah keberanian untuk memulai. Ada lima tips yang disarankan Eko Endarto dalam mempersiapkan investasi bagi pemula, khususnya bagi warga milenial.
Pertama, jadikan investasi sebagai gaya hidup. Kalau senang ngafe atau clubbing sebagai gaya hidup, jadikan investasi sama seperti kesenangan dan gaya hidup itu. Misalnya, jadikan membeli emas sebagai bagian dari kebiasaan konsumtif.
Kedua, sisihkan dana di depan baru sisanya dibelanjakan. Hal ini juga yang dilakukan Cania dan Humam. Mereka selalu menyisihkan 20 persen uang sakunya di awal untuk disimpan dalam instrumen investasi.
Ketiga, mulai dulu tidak usah berpikir untung asal dengan produk juga tempat yang benar dan legal. Keempat, mencari informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber. Akhirnya, memulai investasi dari angka kecil terlebih dahulu untuk belajar. Sebab, investasi itu proses belajar. Belajar mengelola keuangan pribadi, belajar disiplin, juga belajar mengendalikan emosi dan menguasai diri.
Jadi, warga milenial agaknya tak perlu lagi khawatir untuk berkenalan dengan dunia investasi. Tidak masalah jika masa muda harus bersusah payah dan sedikit prihatin asalkan di masa tua nanti hidup terjamin. Saat muda menanam, saat tua menuai. (MB DEWI PANCAWATI/LITBANG KOMPAS)