Cepat Tanggap Bangkitkan Wisata Lombok
Bencana alam memberikan pukulan bagi sektor pariwisata. Salah satunya baru saja terjadi di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Namun, aksi cepat tanggap pasca bencana dari pemerintah dan masyarakat, memperbesar optimisme bahwa pariwisata di Lombok akan cepat pulih.
Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), ada sejumlah gempa besar terjadi di Lombok sepanjang Agustus 2018. Gempa terbesar terjadi pada 5 Agustus pukul 19.46 WITA, berkekuatan 7,0 Skala Richter (SR) dengan kedalaman 15 km. Pusat gempa terjadi Lombok Timur, tepatnya di lereng utara timur laut Gunung Rinjani.
Gempa demi gempa yang dirasakan hingga ke Flores, Bali, dan sebagian Jawa Timur ini menimbulkan banyak korban di Lombok. Berdasarkan data BNPB hingga 29 Agustus 2018, ada 560 korban meninggal, 2.182 korban luka-luka dan 387.529 jiwa mengungsi di Lombok akibat gempa.
Tidak hanya penduduk lokal saja yang menjadi korban. Wisatawan pun ikut menjadi korban. Lombok memang terkenal sebagai destinasi wisata alternatif setelah Bali. Siapa tidak tahu Gili Trawangan, Gunung Rinjani, dan Mandalika di Pulau Lombok. Ketika gempa pertama terjadi pada 29 Juli 2018 terjadi, sebanyak 689 pendaki Gunung Rinjani sempat terjebak karena jalur pendakian longsor.
Tim gabungan dari TNI, Polri, dan tim Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah dikerahkan. Namun sayang, seorang pendaki dari Malaysia masuk dari daftar 15 korban meninggal di gempa pertama itu.
Imbas bencana alam ini, pariwisata Lombok turut terpukul. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB Hadi Faesal mengatakan, sejak 5 Agustus 2018 tingkat hunian hotel di Lombok turun drastis dari rata-rata 87 persen menjadi 30 persen (Kompas, 25 Agustus 2018).
Padahal dalam kondisi normal tiap hari sekitar 10.000 wisatawan domestik dan mancanegara berkunjung ke Lombok. Sekitar 40 persen diantaranya menghabiskan liburan di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.
Andil Pariwisata
Kontribusi Lombok dalam dunia pariwisata Indonesia memang tidak bisa dipandang remeh. Sepanjang tahun 2017 sebanyak 10,19 persen dari total wisman di Indonesia memilih destinasi wisata ke NTB. Tren jumlah wisatawan ke NTB juga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Semula tahun 2010 tercatat NTB hanya mampu menarik 282.161 wisatawan mancanegara dan 443.227 wisatawan domestik. Kemudian tahun 2017 jumlah wisman meningkat menjadi 1,43 juta orang dan wisnus 2,08 juta orang. Hanya dalam selang tujuh tahun itu jumlah wisatawan di NTB meningkat hingga hampir empat kali lipat.
Selain memberi dampak pada daya tarik wisata, keberadaan Lombok juga membantu memperluas pangsa pasar wistawan asing ke Indonesia. Di level nasional, China tercatat mendominasi kunjungan wisman ke Indonesia. Tahun 2017, porsi wisatawan mancanegara dari negeri tirai bambu ini sebesar 14,05 persen atau sebanyak 1,97 juta orang. Posisi selanjutnya diduduki wisman dari Singapura (10,77 persen), Malaysia (8,82 persen), Australia (8,46 persen) dan India (3,45 persen), Jepang (3,83 persen), serta sejumlah negara lainnya.
Sementara, Lombok mampu menarik wisatawan asing yang sebagian besar berasal dari wilayah benua lain seperti Eropa dan Asia Pasifik. Tahun 2017, tercatat sebanyak 186.431 orang atau 13,03 persen wisatawan asing berasal dari Australia, kemudian disusul wisman dari Inggris (7,4 persen), Jerman (7,2 persen), Malaysia (5,6 persen), dan Perancis (5,5 persen).
Faktor pesona alam, posisi geografis dan kekuatan infrastruktur menjadi kekuatan penting dalam pariwisata di Lombok. Salah infrastruktur yang mendukung adalah Bandara Internasional Lombok (BIL) di Desa Tanak Awu, Praya, Lombok Tengah. Bandara yang diresmikan pada 20 Oktober 2011 ini dibangun menggantikan Bandara Lama Selaparang yang terletak di tengah Kota Maratam.
Walau lokasi BIL lebih jauh dari Kota Mataram, namun bandara baru ini memiliki daya tampung lebih besar dengan fasilitas yang lebih lengkap. Bandara yang dibangun di lahan 551 hektar ini memiliki terminal seluas 21 ribu m² dan dapat menampung hingga 3 juta penumpang. Sebelumnya kapasitas maksimal penumpang hanya sebanyak 800 ribu di bandara lama.
Selain itu, Lombok secara geografis juga berdekatan dengan Pulau Bali yang sudah sangat dikenal sebagai kawasan wisata di kalangan dunia internasional. Kedekatan secara geografis juga menguntungkan bagi Lombok yang ikut terimbas kemudahan akses transportasi laut.
Mayoritas wisatawan asing masuk ke Lombok dari pelabuhan kapal cepat di Pemenang dan Senggigi (67,8 persen). Ada juga wisatawan yang masuk lewat pelabuhan kapal ferry dan pesiar di Lembar (5,3 persen) dan Pelabuhan Sape (0,2 persen), selain melalui jalur udara (22,2 persen). Pelabuhan kapal cepat banyak dipilih wisman karena selain dekat dari Pulau Dewata, jadwal keberangkatannya juga cukup banyak dalam satu hari.
Adapun dari sisi pesona alamnya, keindahan Lombok jelas tak diragukan. Terakhir, Mandalika, salahs satu destinasi wisata di Kabupaten Lombok Tengah, ditetapkan sebagai salah satu destinasi prioritas yang akan menjadi “Bali Baru” di Indonesia. Ketetapan ini merupakan amanat Presiden melalui surat Sekretariat Kabinet Nomor B652/Seskab/Maritim/2015 tanggal 6 November 2015.
Investor pun mulai berdatangan di Mandalika. Tercatat penanaman modal asing langsung di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika sudah mencapai Rp13,1 triliun hingga tahun 2017. Sejalan dengan itu, pendapatan asli daerah (PAD) di destinasi pariwisata Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah juga meningkat. Pendapatan asli daerah Kabupaten tersebut di tahun 2014 masih sebesar Rp 140,49 miliar dengan persentase pajak daerah sebesar 26,5 persen.
Pajak daerah ini terdiri diantaranya dari pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan yang banyak ditunjang dari sektor pariwisata. Dua tahun kemudian PAD Lombok Tengah meningkat menjadi Rp 166,44 miliar dengan persentase pajak daerah 30,7 persen.
Upaya Pemulihan
Tidak hanya di Lombok, gempa besar juga pernah memporak-porandakan Padang di Sumatera Barat pada tahun 2009. Kala itu gempa besar terjadi dua kali secara beruntun di lokasi yang berdekatan. Gempa terjadi 30 September 2009 pukul 16.16 WIB dengan kekuatan 7,6 SR dan terletak di dasar laut sekitar 57 km barat daya Padang Pariaman.
Menurut data Satuan Koordinasi Pelaksana Sumatera Barat, korban meninggal di Kota Padang dan Pariaman mencapai 496 orang, 15.159 bangunan rusak berat, 3.980 rusak sedang, dan 6.737 rusak ringan.
Akibat bencana alam itu, sektor pariwisata di Kota Padang terpukul. Menurut data BPS, jumlah tamu hotel wisman tahun 2010 merosot hingga 51,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah hotel berbintang yang beroperasi berkurang dari semula 14 hotel di tahun 2009 menjadi hanya 11 hotel di tahun 2010.
Museum Adityawarman yang merupakan salah satu obyek wisata di Kota Padang juga mengalami dampak. Jumlah pengunjung yang semula cenderung naik sejak tahun 2006, kemudian turun hingga 47,4 persen di tahun 2010.
Sejumlah upaya juga senantiasa diupayakan pemerintah bersama banyak instansi untuk memulihkan Kota Padang dan sekitarnya. Salah satunya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan BNPB tidak lebih dua bulan sejak gempa bumi terjadi. Perbaikan infrastruktur, baik perumahan, kesehatan, dan pendidikan menjadi prioritas utama kala itu. Kebutuhan dana untuk rekonstruksi dan rehabilitasi diperkirakan Rp7 triliun dan diambil dari APBN 2010.
Kendati demikian, butuh waktu tiga tahun hingga pariwisata di Padang kembali pulih. Hal ini terlihat dari jumlah tamu hotel wisman di tahun 2012 yang telah mencapai 17.871 orang. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 sebesar 15.309 orang. Selain jumlah tamu, peroleh PAD Kota Padang dari pajak daerah juga telah kembali meningkat dua tahun pasca gempa.
Tahun 2010 PAD pajak daerah Kota Padang sebesar Rp77,6 miliar atau hanya naik 8,3 persen dari tahun sebelumnya. Sementara pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp102,4 miliar atau naik hingga 31,9 persen.
Bencana alam juga pernah terjadi di Yogyakarta yang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia. Pertama ketika 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 SR mengguncang DI Yoyakarta. Gempa yang terjadi pukul 05.53 WIB ini menewaskan 3.098 jiwa dan merusak 3.824 bangunan, infrastruktur, jaringan telekomunikasi di Kota Yogyakarta dan Bantul.
Kala itu dunia pariwisata di kota gudeg mengalami gonjangan. Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah tamu hotel wisman di Yogyakarta di tahun 2006 merosot hingga 20,9 persen. Obyek wisata yang terletak di sekitar Yogyakarta seperti Candi Borobudur juga ikut terdampak. Tahun 2005 jumlah kunjungan wisman ke candi terbesar di Asia ini mencapai 415.513 orang. Setahun kemudian jumlahnya menurun hingga 85,9 persen.
Berbeda dengan Padang, pemulihan pariwisata di Yogyakarta terbilang cepat untuk sebuah bencana yang dampaknya besar. Kurang dari dua tahun, jumlah tamu hotel wisman di Yogyakarta tahun 2008 telah mencapai lebih dari 110 ribu orang. Angka ini bahkan telah melebihi jumlah tamu di tahun 2005 sebelum gempa Jogja terjadi yang masih sebanyak 87.081 orang.
Begitu juga jumlah kunjungan ke Candi Borobudur. Sekitar setahun sesudah gempa (tahun 2007), wisatawan mancanegara yang berkunjung ke candi itu sudah meningkat menjadi 91.898 orang dari semula hanya 58.477 orang di tahun sebelumnya.
Kala itu sejumlah upaya terus dilakukan baik dari pihak pemerintah maupun swasta untuk memulihkan kondisi Yogyakarta. Salah satunya Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jogja Recovery yang merupakan yayasan kemanusiaan yang membangun 5.000 rumah di 40 titik wilayah korban di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Ada juga forum Jogja Business Recovery yang terdiri dari sejumlah unsur asosiasi dunia usaha, pemerintah, BUMN, perbankan, dan perguruan tinggi. Melalui forum ini pemulihan ekonomi DIY dilakukan dalam rencana jangka pendek, menengah, dan panjang.
Aksi cepat tanggap dari pemerintah dan instansi terkait dalam pemulihan fisik diikuti juga dengan promosi pariwisata. Warga Yogyakarta saat itu juga aktif mengemas disaster tourism, alias pariwisata bencana. Banyak paguyuban warga dan pengusaha lokal yang saat itu membuat wisata tur Merapi yang sempat erupsi beberapa waktu sebelum berlangsung gempa.
Usaha warga lokal tersebut kemudian juga mendapatkan dukungan berupa publikasi oleh berbagai media sehingga memberikan citra positif bagi pariwisata Yogyakarta.
Selain itu, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada saat itu juga membentuk Java Tourism Care dan Java Crisis Tourism Media Center. Kedua lembaga tersebut terbilang gencar menyebarkan informasi secara periodik maupun melakukan promosi ke media internasional bahwa Yogyakarta telah aman untuk dikunjungi kembali.
Cepat Bangkit
Dengan membandingkan daerah-daerah lain yang pernah dilanda bencana alam khususnya kawasan destinasi wisata, tidak mustahil pariwisata di Lombok akan segera bangkit. Pemerintah telah menyosialisasikan tentang mitigasi bencana kepada warga Lombok sekitar dua tahun sebelum gempa terjadi.
Mitigasi bencana sangat diperlukan untuk mencegah banyaknya korban jiwa. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, penyadaran, dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Upaya mitigasi bencana telah dilakukan Pemprov NTB melalui BPBD Provinsi NTB. Salah satu program penanggulangan bencana yang telah digalakkan yaitu Desa Tangguh Bencana (Destana) dan Sekolah Aman Bencana (SAB) sejak tahun 2016. Hingga pertengahan tahun 2018, realisasi Destana telah mencapai 29 desa atau melebihi target RPJMD 2018 sebanyak 20 desa. Sementara realisasi SAB sebanyak 36 dari target 30 sekolah tahun 2018.
Selain itu ada juga rencana program informasi bencana digital yang ditayangkan di hotel-hotel di NTB. Peta rawan bencana gempa bumi juga pernah dibuat BPBD Provinsi NTB tahun 2009. Zona rawan sangat tinggi dan tinggi tersebar di pesisir barat dan timur laut Pulau Lombok.
Kini Lombok telah usai dengan masa tanggap darurat gempa lombok pada 25 Agustus 2018 lalu. Pemerintah Provinsi NTB saat ini melanjutkannya dengan tahap pemulihan. Bantuan dana renovasi rumah bahkan sudah mulai disalurkan sejak 2 September 2018. Rumah rusak besat mendapatkan bantuan Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta, dan rusak ringan Rp10 juta.
Tidak lebih dari satu bulan pasca rentetan gempa besar yang melanda Lombok, tahap pemulihan sudah mulai digalahkan. Pemerintah bersama Kementerian PUPR, TNI, dan Polri akan mendampingi pembangunan rumah. Fasilitas umum, seperti puskesmas dan sekolah juga dijanjikan Presiden untuk segera dibangun.
Pasar-pasar tradisional di Lombok yang sempat tutup, pasca gempa kini kembali ramai (Kompas, 3 September 2018). Kondisi ini ditemukan di Pasar Pemenang di Lombok Utara, Pasar Gunung Sari di Lombok Barat, serta Pasar Cakranegara dan Pasar Kebon Roek di Kota Mataram. Kegiatan jual-beli dilakukan di halaman pasar, karena rasa takut masih menyelimuti sebagian besar penjual jika berjualan di dalam blok pasar.
Gempa Lombok boleh jadi akan berdampak pada target kunjungan 17 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia tahun ini. Namun, cepat tanggap pemerintah pasca gempa Lombok memnumbuhkan optimisme bahwa tidak butuh waktu lama Lombok akan segera bangkit kembali. (Albertus Krisna/Litbang Kompas)