Mampukah Indonesia Menggelar MotoGP?
Setelah Indonesia sukses menggelar Asian Games 2018 sebagai salah satu event berstandar Internasional, pertanyaan selanjutnya adalah mau dan mampukah Indonesia menggelar MotoGP. Sebagai negara dengan pasar sepeda motor yang besar, Indonesia layak menggelar MotoGP.
Malaysia sudah lebih dari 20 tahun sukses menyelenggarakan MotoGP. Singapura bahkan sudah menggelar F1 di malam hari selama 10 tahun terakhir. Oktober 2018 mendatang atau bulan depan, Thailand menggelar MotoGP untuk pertama kalinya. Indonesia masih sebatas wacana. Terakhir kali Indonesia menggelar MotoGP adalah tahun 1997 sebelum krisis moneter.
Sebelumnya, di tahun 1996, Indonesia juga sudah menyelenggarakan event MotoGP untuk pertama kalinya. Pada saat itu, pebalap yang bertarung adalah generasi Michael Doohan dari Australia. Penyelenggaraan balapan berlangsung di Sirkuit Sentul.
Kini, penggemar balap motor berkapasitas 1.000 cc prototipe tersebut wajar berharap Indonesia akan disinggahi sirkus balap yang diselenggarakan promotor Dorna. Penggemar MotoGP tentu berharap jangan hanya pebalapnya yang sering mampir ke Indonesia, tetapi salah satu seri MotoGP diharapkan juga bisa digelar di Tanah Air.
Lalu, sebenarnya kendala apa saja yang menghambat Indonesia gagal terus menjadi penyelenggara seri MotoGP. Ada sejumlah faktor yang menjadi kendala mengapa balap MotoGP selalu gagal diselenggarakan di Indonesia.
Biaya penyelenggaraan
Faktor biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan MotoGP tampaknya menjadi faktor utama mengapa Indonesia gagal menyelenggarakan MotoGP. Biaya untuk menyelenggarakan satu seri MotoGP berkisar antara 7 juta dollar AS (Rp 86 miliar) hingga 12 juta dollar AS (Rp 173 miliar). Dana itu harus dibayarkan promotor dari Tanah Air (pemerintah atau swasta) kepada Dorna selaku promotor MotoGP.
Sebagai contoh, Sirkuit Aragon Motorland di Spanyol berhasil mendapatkan kontrak enam tahun dari Dorna pada 2010 dengan total harga 50 juta dollar AS untuk penyelenggaraan seri MotoGP 2011-2016. Artinya, promotor mengeluarkan dana sekitar 9,5 juta dollar AS per tahun.
Tahun 2015, Indonesia mendeklarasikan akan menyelenggarakan MotoGP pada 2017. Namun, kendala biaya dan kelayakan sirkuit menghadang di depan mata. Pemerintah tidak bersedia menanggung penuh biaya penyelenggaraan. Dana dari pihak swasta dan sponsor juga tidak cukup menutup kekurangan biaya yang diberikan pemerintah.
Wacana penyelenggaraan MotoGP di Indonesia yang berkembang sejak tiga tahun lalu menyebutkan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menyatakan berkeberatan jika harus membayar Dorna sebesar 7 juta euro atau sekitar 7,9 juta dollar AS (Rp 115 miliar). Kemenpora hanya sanggup membayar antara 2 juta euro-3 juta euro per tahun (Rp 32 miliar-Rp 48 miliar). Promotor dari Indonesia tentu harus bekerja keras mencari sponsor yang sanggup menutupi kekurangan dana. Tampaknya hingga kini dana yang dibutuhkan belum mencukupi.
Kelayakan sirkuit
Inspeksi sirkuit yang dilakukan Federasi Sepeda Motor Internasional (FIM) terhadap Sirkuit Sentul pada tiga tahun lalu juga menyebutkan bahwa Sirkuit Sentul harus banyak berbenah agar memenuhi homologasi dan memenuhi standar internasional untuk balap MotoGP. Pembenahan harus dilakukan pada banyak hal: aspal yang bergelombang, tribune dan tempat duduk bagi penonton, fasilitas sirkuit, hingga desain atau layout sirkuit.
Pada 2015, desainer sirkuit dari Jerman, Hermann Tilke, memberikan sejumlah saran perbaikan terhadap Sirkuit Sentul. Layout sirkuit yang ada saat ini dianggap tidak memberikan tantangan dan kurang menarik dari sisi tontonan di layar televisi. Bagi pebalap, layout Sirkuit Sentul, variasi tikungan dianggap tidak menantang dan cenderung datar karena tidak ada variasi tanjakan dan turunan.
Pada 2016, berembus kabar baik jika Sirkuit Jakabaring yang terletak di Sumatera Selatan akan segera dibangun untuk penyelenggaraan MotoGP 2017 di Indonesia. Secara topografi, tempat itu sangat menarik karena juga bersebelahan dengan pantai. Pemandangan yang ditangkap kamera televisi diprediksi akan lebih bagus dibandingkan dengan Sirkuit Sentul.
Namun, lagi-lagi hingga saat ini kabar itu hanyalah kabar gembira semata sebab Indonesia kembali gagal menjadi penyelenggara MotoGP. Justru jatah atau slot Indonesia diambil Thailand sebagai negara tetangga yang akan menggelar MotoGP pada bulan depan. Cukup mengagetkan karena pangsa pasar sepeda motor di Thailand tidak sebanyak Indonesia. Pebalap-pebalap papan atas MotoGP pun pada beberapa tahun terakhir lebih sering mampir di Indonesia daripada ke Thailand.
Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dalam audiensi dengan Kompas menyatakan berkeinginan menyelenggarakan MotoGP 2019 di Sirkuit Palembang. Hal itu dilakukan untuk menunjang cita-cita menjadikan Palembang sebagai kota olahraga (sport city) internasional. Kita masih berharap target itu benar-benar tercapai di tengah berubahnya tongkat kepemimpinan Sumatera Selatan kepada Gubernur Sumsel, yang baru, Herman Deru.
Tantangan pabrik sepeda motor
Jujur harus diakui produsen sepeda motor di Indonesia, seperti Honda, Yamaha, dan Suzuki, memegang peranan penting jadi atau tidaknya MotoGP digelar di Indonesia. Dari data Asosiasi Sepeda Motor Indonesia (AISI), tercatat penjualan sepeda motor periode Januari 2018 hingga Juni 2018 mencapai 3.002.753 unit atau naik 11,1 persen dari periode sama tahun lalu sebesar 2.700.546 unit.
Naiknya angka penjualan sepeda motor tentu akan menopang brand image produsen sepeda motor. Partisipasi produsen motor sangat dinantikan untuk menyelenggarakan MotoGP. Setidaknya andil pendanaan dari produsen sepeda motor untuk menyelenggarakan MotoGP berperan besar. Produsen diharapkan tidak hanya menghadirkan pebalap top mereka berjumpa fans dan promosi sepeda motor di Tanah Air, tetapi produsen motor harus mampu mendatangkan seri MotoGP di Tanah Air.
Honda, misalnya, termasuk produsen yang mengalami kenaikan penjualan unit sepeda motor. Pada semester I-2018, total penjualan Astra Honda Motor (AHM) masih merajai pasar sepeda motor nasional, yakni mencapai 2,23 juta unit atau naik 11,5 persen daripada periode sama tahun lalu sebesar 2,005 juta unit. Yamaha sebagai pesaing terdekat Honda mencatatkan penjualan sebesar 690.944 unit atau naik 12,3 persen daripada periode sama tahun lalu sebesar 614.895 unit. Penjualan unit terbanyak dari tipe motor matic. Sementara Suzuki dan Kawasaki masih sulit menembus dominasi Honda dan Yamaha dari segi penjualan unit sepeda motor.
Di Tanah Air tidak sedikit pula kejuaraan balap motor nasional yang sengaja diselenggarakan produsen sepeda motor untuk mencari bibit pebalap. Sebut saja saat ini terdapat pebalap yang terjun di pentas internasional. Pebalap Galang Hendra Pratama (Yamaha Indonesia) terjun di World Supersport 300; Gerry Salim dari AHM terjun di Red Bull Rookies Cup (event bersamaan MotoGP); Andy Gilang dan Dhimas Ekky, keduanya dari AHM, terjun di FIM CEV Repsol di Eropa. Mereka adalah pebalap yang pernah menjuarai kejuaraan nasional balap motor bebek dan sport (road racing).
Ikut andilnya sejumlah pebalap Indonesia di event internasional itu merupakan gambaran serius pabrikan motor mencetak dan mengasah talenta balap anak bangsa agar mampu tampil di MotoGP kelak di kemudian hari. Indonesia sudah kalah dari Malaysia dalam hal MotoGP. Malaysia sudah hampir 20 tahun menjadi penyelenggara MotoGP. Tahun ini pun pebalap asal Malaysia sudah berlaga di MotoGP, yakni Hafizh Syahrin di tim Tech 3 Yamaha. Tahun depan, pebalap Malaysia ini berlabuh ke tim MotoGP Tech 3 KTM.
MXGP Indonesia
Sebenarnya dua tahun terakhir Indonesia disinggahi seri kejuaraan dunia balap motor, yakni MXGP (Kejuaraan Dunia Motocross). Indonesia berada di antara 19 negara lain yang menggelar MXGP. Tahun 2017 lalu, MXGP diselenggarakan di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Tahun 2018 ini Indonesia bahkan menggelar 2 seri MXGP berurutan dalam sepekan, yakni di Pangkal Pinang (30 Juni-1 Juli 2018) dan di Semarang (7-8 Juli 2018).
Mampirnya 2 seri MXGP sekaligus di Indonesia merupakan prestasi tersendiri sebab negara lain rata-rata hanya satu seri. Momentum ini layak diteruskan sebagai pencapaian Indonesia dalam menggelar event kejuaraan dunia bertaraf internasional seperti Asian Games 2018. Bahkan, tahun ini Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menggelar MXGP. Sebagian besar seri MXGP digelar di daratan Eropa.
Kejuaraan MXGP Indonesia mendatangkan devisa yang tidak sedikit, ratusan kru dan puluhan pebalap menjadi potensi mengenalkan nama Indonesia ke dunia. Mereka berpotensi menjadi wisatawan yang akan mendatangkan pendapatan serta devisa bagi Indonesia. Coverage atau jangkauan siaran langsung televisi hingga ke mancanegara menjadi poin penting (media value) mengenalkan Indonesia sebagai negara yang memiliki event otomotif berkelas dunia.
Jika MXGP bisa dipentaskan di Indonesia, serial MotoGP pun tidak menutup kemungkinan akan bisa dipentaskan di Tanah Air. Diperlukan niat yang bulat dan kuat dari pemangku kepentingan dan pemerintah untuk merealisasikan panggung kejuaraan dunia MotoGP.
Potensi ekonomi MotoGP
Dorna selaku penyelenggara MotoGP menjelaskan cakupan siaran langsung MotoGP menjangkau 200 negara, 427 juta pemirsa televisi, ditonton 40 persen dari seluruh pemirsa televisi pada jam tayang yang sama (share tv), diliput 8.934 media massa di seluruh dunia.
Kementerian Pariwisata pada 2015 menjelaskan event dunia seperti MotoGP merupakan sarana yang efektif untuk mempromosikan branding pariwisata Indonesia ke seluruh dunia. Sebab, lomba balap motor paling bergengsi itu disaksikan langsung ratusan juta pemirsa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, melalui puluhan stasiun televisi secara live.
Penyelenggaraan MotoGP akan membawa dampak langsung terhadap peningkatan ekonomi dalam kegiatan pariwisata (direct economic and tourism). MotoGP berpotensi memiliki direct impact sebesar 100 juta dollar AS, sedangkan media value mencapai 200 juta dollar AS atau dua kali lipat. Tingginya media value MotoGP ini karena pemberitaannya yang luas disiarkan melalui 200 perusahaan broadcasting atau saluran televisi dunia, termasuk di Indonesia oleh Trans 7. Perhitungan media value ini juga terjadi pada event Asian Games 2018 lalu yang merupakan salah satu event olahraga terbesar di dunia.
Value jangka panjang
Keuntungan yang bisa diambil sebagai penyelenggara MotoGP sangat besar dan memiliki dampak jangka panjang. Branding atau promosi negara penyelenggara, seperti kunjungan pariwisata, mendatangkan investor, perhotelan, dan pembangunan sarana penunjang menuju sirkuit, merupakan nilai tambah akibat digelarnya event.
Dengan menjadi tuan rumah event sebesar MotoGP, negara penyelenggara akan mendapat ruang pengenalan internasional yang sangat besar. Walaupun penyelenggaraan balapan di sebuah negara hanya satu kali dalam satu tahun, rangkaian perhelatan MotoGP itu sendiri berlangsung selama sembilan bulan (Maret-November) pada setiap tahun. Artinya, ekspos tuan rumah pun akan kontinu sepanjang musim. Nama negara tuan rumah akan terus diingat masyarakat dunia.
Kontrak dengan pihak Dorna biasanya minimal tiga tahun. Pada umumnya negara penyelenggara tidak menargetkan balik modal di tahun pertama, tapi secara bertahap di tahun kedua, ketiga, dan seterusnya.
Sebagai gambaran, renovasi sirkuit dan fasilitas pendukung lain seperti jalur kendaraan menuju sirkuit, jalur kereta api menuju sirkuit, penginapan dan hotel sekitar sirkuit memang diperkirakan menghabiskan biaya besar. Akan tetapi, pembenahan itu dilakukan hanya satu kali. Jika negara penyelenggara punya kontrak empat tahun, misalnya, berarti biaya yang besar hanya keluar di tahun pertama. Di tahun-tahun berikutnya hanya merawat. Dampak positif kemajuan infrastruktur akan semakin besar.
Kemauan pemerintah menggelar kejuaraan MotoGP di Tanah Air sangat dinanti. Besarnya biaya MotoGP masih jauh lebih murah daripada biaya atau ongkos politik seperti pemilu yang digelar setiap lima tahun dan biaya politik mulai digelontorkan setahun menjelang pemilu. Dampak pemilu adalah nasional, tetapi penyelenggaraan Asian Games, MXGP, dan MotoGP akan mengharumkan nama Indonesia ke kancah internasional.
Indonesia akan menjadi buah bibir dan sorotan dunia ketika menjadi penyelenggara kejuaraan berkelas dunia. Jika pemerintah memiliki kemauan kuat dan bersedia mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan MotoGP, dipastikan pihak pemangku kepentingan akan mengerahkan segala kemampuan agar MotoGP bisa pentas di Indonesia. (TOPAN YUNIARTO/LITBANG KOMPAS)