Geopolitik di semenanjung Korea belum bisa dilepaskan dari isu nuklir Korea Utara. Terobosan upaya damai telah dimulai melalui pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni 2018 lalu di Singapura. Bagian terpenting saat ini, menagih komitmen Korea Utara dan AS untuk menyelesaikan krisis nuklir Korut.
Tanda keseriusan Korut dalam memenuhi komitmen mengubur proyek senjata nuklirnya mulai terlihat. Citra satelit bertanggal 20 Juli 2018 menunjukkan aktivitas pekerja membongkar sebuah fasilitas yang diindikasikan sebagai lokasi pusat peluncuran rudal balistik.
Fasilitas yang dibongkar tersebut adalah Peluncuran Satelit Sohae, Changya-dong. Badan Keamanan Nasional Korea Selatan mengapresiasi langkah Korea Utara yang menjunjung tinggi komitmen penyelesaian nuklir. Korea Selatan melihat pemerintah Pyongyang mulai selangkah demi selangkah mengakhiri program nuklirnya. Apresiasi ini patut dilontarkan Korea Selatan, mengingat Seoul merupakan pihak yang paling merasakan dampak program senjata nuklir Kim Jong Un.
Korea Utara dan Korea Selatan terlibat dalam perang Korea pada 1950-1953. Walaupun perang sudah berakhir, namun hingga saat ini belum ada pakta perdamaian yang ditandatangani oleh kedua pihak. Status Perang Korea hingga saat ini hanya pada gencatan senjata saja.
Tidak heran, jika program nuklir Korea Utara dan belum dicabutnya status perang kedua negara merupakan ancaman keamanan dan kestabilan wilayah semenanjung Korea. Dua isu inilah yang menjadi perbincangan utama kedua pemimpin Korea saat bertemu di Pyongyang pekan lalu.
Dalam rekaman pemberitaan media, setidaknya Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sudah tiga kali menggelar pertemuan sepanjang 2018. Pada 27 April 2018 mereka melakukan tatap muka sekaligus untuk pertama kalinya pimpinan tertinggi Korut menginjakkan kaki di Korsel. Pertemuan berikutnya dilaksanakan pada 26 Mei 2018 di tempat yang sama, yakni di Panmunjom.
Pertemuan ketiga digelar pada 18 September 2018 di Pyongyang, Korea Utara. Hal menarik pada pertemun kali ini, Kim Jong Un dan Moon Jae In menandatangani pakta perjanjian denuklirisasi Korut. Kesepakatan ini merupakan kemajuan berarti pasca perjumpaan Presiden Trump dengan Jong Un pada 12 Juni 2018 silam.
Harian China Daily menyambut peristiwa besar tersebut sebagai langkah besar. Berita utamanya menampilkan “Kim, Moon Sign Pact Vowing Denuclearization of Peninsula”. Disebutkan bahwa dua negara Korea tersebut telah mencapai langkah besar menuju perdamaian.
“Kami telah setuju untuk menuju kawasan Semenanjung Korea yang damai dan stabil tanpa senjata nuklir serta terwujudnya persatuan” kata Kim Jong Un.
Dalam tahap selanjutnya, Jong Un berjanji akan menutup fasilitas uji coba dan peluncuran roket Tongchang-ri serta menutup komplek nuklir Nyonbyon. Selain berjanji membongkar fasilitas nuklirnya, Jong Un juga mempersilahkan pihak internasional yang kredibel dalam bidang nuklir untuk mengawasi proses denuklirisasi.
Selain membangun kesepakatan denuklirisasi, perjumpaan Moon Jae In dengan Kim Jong Un berhasil pula menyepakati pembetukan zona larangan tebang di perbatasan Korut dengan Korsel. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghindari potensi terjadi kontak fisik dan konflik di ruang udara dua negara Korea tersebut.
Langkah besar kedua Negara terlihat juga dalam kesepakatan di bidang olahraga dan transportasi. Korut dan Korsel sepakat untuk sinergi bersama dalam satu tim di perhelatan Olimpiade 2032 mendatang. Terkait menghubungkan warga dua negara yang terpisah sekian puluh tahun, kedua pemimpin berencana membuat jalan dan jalur kereta yang menghubungkan dua Negara. Hal ini merupakan terobosan besar dan konkrit selama masa ketegangan semenanjung Korea.
Menagih komitmen AS
Namun di balik langkah-langkah besar yang dicapai, berita-berita utama koran-koran Asia juga menyoroti perubahan drastis kebijakan Jong Un terkait program nuklirnya. Berita utama The Japan Times dan The Straits Times mencoba menampilkan isu tersebut dari sudut pandang untung dan malang di pihak Korea Utara.
Berita utama koran The Japan Times yang mengangkat judul “Kim Promises Denuclearization Steps” menekankan sorotan terhadap langkah drastis Kim Jong Un dalam membangun kesepakatan dengan Korsel. Ulasan yang diangkat memandang kebijakan Kim yang tidak serta merta merelakan proyek nuklirnya dilucuti begitu saja. Terlebih Jong Un menyebutkan istilah “tanggapan yang setimpal” dari AS atas kebijakan denuklirisasi.
Senada dengan The Japan Times, rangkaian berita utama The Straits Times juga menggambarkan syarat di balik langkah denuklirisasi Korut. “North offres to dismantle main nuclear test site if the US takes corresponding measures”. Argumentasi ini tidak berlebihan, jika mengingat capaian kemampuan nuklir dan rudal Pyongyang.
Korut telah berhasil meluncurkan rudal lintas benua Hwasong-15 yang mampu menjangkau wilayah AS. Ditambah lagi Korut dapat meluncurkan roket dengan fasilitas peluncur yang dapat dipindahkan menggunakan transporter erector launcher (TEL).
Belum lagi kemampuan Korut memiliki program pengayaan uranium. Kunci dari pembuatan senjata nuklir adalah pada teknologi dan kemampuan negara dalam memperkaya uranium sehingga dapat digunakan sebagai bahan peledak. Inilah yang menjadi ancaman sesungguhnya Korut yang ditakuti AS dan sekutunya.
Dalam hal ini, langkah Kim Jong Un menutup fasilitas nuklirnya bukan dilihat untuk memulihkan relasi dengan Korsel semata. Namun kebijakan ini sekaligus mengirimkan pesan menagih komitmen AS terhadap penyelesaian krisis nuklir. Jika Korut telah memulai langkah-langkah besarnya, komitmen yang sama dari AS dibutuhkan untuk menjaga asa perdamaian di semenanjung Korea dari ancaman nuklir. (Litbang Kompas)