Rusia terus menyangkal tudingan Inggris terkait keterlibatan intelijennya dalam serangan racun di kota Salisbury, Inggris. Sebelumnya, serangan racun jenis saraf Novichok menimpa mantan agen Rusia, Sergey Skripal pada Maret 2018 lalu. Bukan hanya bantahan, Rusia juga terus bergerilya meretas penyidikan serangan racun Salisbury.
Semenjak Inggris memunculkan temuan tentang keterlibatan Rusia dalam serangan racun saraf Novichok dan diikuti rilis hasil investigasi independen Bellingcat dan The Observer, Kremlin terus mengelak terlibat. Pemerintah Rusia menyatakan bahwa tuduhan Inggris terlalu mengada-ada dan berupaya mendiskreditkan Rusia di hadapan negara-negara Uni Eropa.
Namun, bukti baru keterlibatan dinas intelijen Rusia mulai dipaparkan kepada publik. Pada Kamis, 4 Oktober 2018, Pemerintah Belanda merilis hasil operasi tangkap tangan mereka terhadap agen Rusia yang terlibat dalam serangan siber di Den Haag pada 13 April 2018.
Saat itu, Badan Kontra Intelijen Belanda menangkap basah empat orang Rusia yang sedang melakukan serangan siber terhadap organisasi pencegahan penggunaan senjata kimia atau The Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) di Den Haag. Organisasi independen ini sedang mengadakan investigasi atas dugaan penggunaan racun saraf Novichok dalam kasus teror di Inggris.
Belanda merilis nama, foto paspor, dan foto tangkapan CCTV dari keempat tersangka yang dikaitkan dengan dinas intelijen militer Rusia, Glavnoje Razvedyvatel\'noje Upravlenije (GRU). Dua orang yang ditangkap bertugas sebagai operator serangan siber adalah Alekski Morenets dan Evgenii Serebriakov. Dua orang lain bertugas sebagai intel pendukung, yakni Oleg Soktnikov dan Alexey Minin.
Keempat orang yang ditangkap merupakan warga negara Rusia yang tiba di Belanda dengan paspor diplomatik. Dalam rilis foto hasil tangkapan CCTV, keempat agen Rusia tersebut tiba di Bandara Schiphol, Amsterdam, lalu dijemput staf Kedutaan Besar Rusia di Belanda. Selanjutnya, mereka menginap di Hotel Marriott yang berdekatan dengan kantor pusat OPCW di Den Haag.
Bukti tangkap tangan yang juga dirilis adalah foto-foto peralatan peretasan yang dirakit di dalam sebuah mobil sewaan di sekitar gedung pusat OPCW. Di dalam foto tampak sebuah antena yang ditutupi mantel di bagian belakang mobil tersebut. Antena itu terhubung dengan sebuah telepon pintar 4G yang juga terhubung ke bagasi yang terletak di bagian bawahnya. Di bagasi ditemukan sebuah laptop, baterai, dan pengubah tegangan listrik.
Bukti lain adalah foto-foto situasi gedung OPCW dan nota pembayaran taksi ke bandara Moskwa yang dibayar kantor pusat dinas intelijen militer Rusia. Setelah ditangkap, keempat tersangka segera diminta untuk meninggalkan Belanda. Laptop, telepon genggam, serta uang tunai sejumlah 20.000 euro dan 20.000 dollar AS disita.
Tindakan pengungkapan operasi tangkap tangan terhadap kegiatan mata-mata merupakan hal yang tidak lazim karena biasanya hasil operasi terhadap aktivitas intelijen sangat dirahasiakan. Penangkapan tersebut digambarkan surat kabar Daily Telegraph sebagai tindakan memalukan yang mengarah kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.
Serangan siber
Hampir senada, koran Financial Times menegaskan, pengungkapan operasi tangkap tangan intelijen Rusia di Belanda tersebut membuat Putin tak dapat mengelak dari tuduhan. Hasil penyelidikan juga menemukan modus yang dilakukan adalah serangan siber jarak dekat dengan teknik close access dengan meretas jaringan Wi-Fi di gedung OPCW. Tujuannya, untuk mendapatkan informasi tentang investigasi yang sedang dilakukan OPCW.
Selain menginvestigasi dugaan penggunaan racun saraf Novichok di Salisbury, OPCW juga sedang melakukan investigasi terhadap dugaan penggunaan senjata kimia dalam perang Suriah di Kota Douma.
Bukan kali ini saja tentara siber Rusia berusaha mematahkan penyidikan serangan racun. Pada April 2018, Inggris memergoki aktivitas siber intelijen GRU dengan teknik spear phishing menggunakan surat elektronik dan situs web palsu terhadap Kementerian Luar Negeri Inggris serta Laboratorium Pusat Riset Militer Inggris, Porton Down di Wiltshire.
Porton Down menjadi sasaran teror karena lembaga ini ikut menyelidiki jenis racun yang digunakan di Salisbury yang diidentifikasi sebagai racun Novichok. Kelompok peretas yang dianggap bertanggung jawab terhadap tindakan tersebut merupakan kelompok Fancy Bear dan Sandworm yang dikaitkan dengan GRU.
Teknik spear phishing dapat digunakan untuk menyerang dari mana saja, bahkan dari jarak jauh, tetapi memiliki kelemahan, yakni lebih mudah dilacak. Teknik serangan siber ini berkebalikan dengan teknik close access yang digunakan terhadap OPCW di Den Haag.
Peretas dengan teknik ini sulit dilacak karena masuk dalam jaringan Wi-Fi yang ada dalam jangkauannya. Dengan demikian, pelaku harus berada sedekat mungkin dengan jaringan yang akan diretas. Saat sudah masuk ke jangkauan Wi-Fi, mereka mencari perangkat yang tidak aman yang tidak memiliki password untuk mendapatkan akses ke sistem komputer. Serangan jarak dekat lebih memudahkan orang menghindari pelacakan sumber serangan.
Walaupun sulit dilacak, intelijen Belanda dengan bantuan intelijen Inggris berhasil menangkap tangan serangan siber dengan teknik tersebut. Bagi Inggris, rilis ini memperkuat tuduhan yang selama ini telah dialamatkan kepada dinas intelijen Rusia dalam kasus Novichok di Salisbury, terutama karena GRU melakukan serangan siber terhadap investigasi OPCW yang sedang membuktikan penggunaan racun Novichok di Salisbury.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyatakan bahwa saat ini tak lagi ada keraguan untuk menyeret Rusia agar bertanggung jawab dalam serangan di Salisbury. Hal itu dikuatkan pernyataan bersama dengan PM Belanda Mark Rutte dan PM Inggris Theresa May yang mengecam aktivitas siber GRU sebagai tindakan tak terpuji karena tidak menghargai nilai-nilai etika pergaulan dunia.
Sepak terjang intelijen Rusia bukan hanya membuat cemas bagi Inggris atau Belanda. Sebelumnya, operasi siber Rusia dilaporkan turut memengaruhi kemenangan Donald Trump di Pilpres AS. Terungkapnya agen Rusia di Belanda menjadi sinyal kewaspadaan peningkatan aktivitas intensif intelijen Rusia di Eropa. (LITBANG KOMPAS)