Pertarungan Ketat Pemilihan Hakim Agung AS
Sepanjang 25 tahun terakhir, baru kali ini pemilihan hakim agung Amerika Serikat berlangsung sengit. Brett M Kavanaugh terpilih sebagai hakim agung di Senat AS pada 6 Oktober 2018 melalui voting dengan selisih tipis, 50 senator mendukung dan 48 lainnya menolak. Ketatnya pemilihan menjadi sorotan publik AS karena rekam jejak pemilihan hakim agung sebelumnya relatif tidak menimbulkan gejolak.
Menengok ke belakang pada tahun 1993, saat Presiden Bill Clinton mengajukan Ruth Bader Ginsburg sebagai hakim agung, nyaris seluruh senator mendukung. Sebanyak 96 anggota Senat menyatakan dukungannya, hanya 3 yang menolak. Tahun berikutnya, pengajuan Stephen G Breyer oleh Clinton juga masih didukung mayoritas Senat, hanya 9 orang yang tidak memilihnya.
Proporsi penolakan paling besar terjadi saat Presiden George W Bush mengajukan Samuel A Alito Jr pada 2005. Waktu pemilihan, sebanyak 42 orang anggota Senat menolaknya. Namun, dilihat dari sisi persentase, masih lebih dari separuh Senator yang mendukungnya (58 persen). Saat itu sebagian anggota Senat terbelah melihat latar belakang Alito yang dikenal memiliki cara pandang konservatif dan dianggap tokoh yang dekat dengan basis politik Presiden Bush.
Pemilihan yang cukup mendapatkan polemik di ruang Senat AS adalah era Presiden Donald Trump. Sejak menjabat Presiden AS, dua kali Trump mengajukan calon hakim agung, yaitu Neil Gorsuch pada 2017 dan Brett M Kavanaugh di tahun ini. Uniknya, proporsi penolakan keduanya di Senat AS merupakan yang paling besar sepanjang 1993-2018.
Saat pemilihan Neil Gorsuch, sebanyak 45 orang dari 100 anggota Senat AS menolaknya. Adapun penolakan terhadap Kavanaugh jauh lebih banyak lagi, yaitu 48 orang anggota Senat. Besarnya proporsi penolakan terhadap calon hakim pilihan Presiden Trump tersebut dapat dilihat dari tiga faktor.
Aspek pertama adalah kredibilitas calon yang diajukan. Pengajuan Kavanaugh untuk menggantikan hakim Anthony Kennedy langsung disambut aksi demonstrasi oleh kelompok wanita aktivis. Gejolak demonstrasi ini muncul saat sang calon hakim dikenai tuduhan pelecehan seksual.
Tudingan ini diungkap majalah The New Yorker yang menggali perilaku seksual Kavanaugh di masa lampau. Tidak hanya satu kasus, tetapi diduga Kavanaugh terjerat dua pelanggaran kasus seksual. Sebelumnya, Kavanaugh juga diprotes sejumlah aktivis yang tidak setuju atas sikap Kavanaugh yang dikenal memiliki pandangan konservatif dan tidak pro-lingkungan. Keluhan atas pandangan konservatif juga ditujukan kepada Neil Gorsuch.
Tidak hanya satu kasus, tetapi diduga Kavanaugh terjerat dua pelanggaran kasus seksual.
Polemik atas pengajuan calon memiliki dampak terhadap keputusan pencalonan hakim agung. Nama Gorsuch diajukan Trump sejak Januari 2017, tetapi pengangkatan resminya baru terjadi Oktober 2017. Butuh waktu 9 bulan bagi Senat untuk meyakinkan dukungannya kepada Gorsuch. Demikian juga dengan Kavanaugh. Senat membutuhkan waktu sekitar 3 bulan sebelum mengesahkannya. Kavanaugh diajukan pada 9 Juli 2018, tetapi pengangkatan resminya baru pada 6 Oktober 2018.
Faktor kedua adalah sisi kontroversial Presiden Trump dalam mengisi jabatan-jabatan strategis. Bukan kali ini saja calon-calon pejabat negara yang diajukan Trump menuai polemik. Tahun lalu, perdebatan di Senat juga mewarnai pemilihan Jeff Sessions sebagai Jaksa Agung. Persetujuan terhadap Sessions diberikan lewat voting dengan 52 suara setuju dan 47 suara menolak. Sebelum pemungutan suara, perdebatan berlangsung hingga 30 jam.
Pencalonan Sessions sebagai Jaksa Agung menuai kontroversi karena dinilai mempunyai catatan buruk menyangkut hak asasi. Panel di Senat pernah menolak pencalonannya sebagai jaksa federal karena komentarnya menyangkut warga kulit hitam dan hak pemilih.
Faktor selanjutnya adalah pertarungan politik di Senat antara kubu Republik dan Demokrat. Trump yang berasal dari Partai Republik tadinya yakin pencalonan Kavanaugh akan berlangsung aman. Namun, kubu Partai Demokrat menolak pencalonan Kavanaugh karena posisinya dianggap partisan. Bagi Demokrat, posisi hakim agung harus terbebas dari tekanan politik selama ia menjalankan tugas-tugasnya. Selama ini, rekam jejak Kavanaugh dinilai dekat dengan kubu Republik.
Ia pernah menjadi anggota pengacara untuk George W Bush-Dick Cheney selama kampanye pemilu presiden 2000. Pria lulusan hukum Universitas Yale tersebut juga pernah menjabat penasihat Presiden George W Bush dan sekretaris staf Gedung Putih.
Kendati anggota dari Republik sedikit lebih besar daripada Demokrat (51:49), posisi Kavanaugh belum sepenuhnya aman. Hingga Kamis, 4 Oktober 2018, hasil perolehan suara masih sangat sulit diprediksi. Masih ada tiga anggota Senat Republik yang belum menentukan pilihannya. Nyatanya, di hari berikutnya, posisi Kavanaugh di atas angin setelah dua anggota Senat, yaitu Susan Collins dan Joe Manchin, menyatakan dukungannya kepada calon hakim tersebut.
Isu lain pada pemberitaan koran terkait pemilihan Kavanaugh adalah kemenangan besar bagi Republik, termasuk Presiden Trump. Artikel The Guardian menyebutkan pencapaian luar biasa Trump, yang berhasil memasukkan posisi hakim yang disebut-sebut masuk kategori super-konservatif. Trump sebelumnya juga dinilai sukses mencapai kesepakatan dagang baru dengan Kanada dan Meksiko dan menekan angka pengangguran hingga 3,7 persen.
Dua golongan
Terpilihnya Kavanaugh juga menjadi puncak kemenangan praktik-praktik hukum konservatif di Amerika. Secara umum, komposisi hakim di Mahkamah Agung AS terdiri atas dua golongan, yakni konservatif dan liberal. Golongan konservatif menjadi dominan saat Kavanaugh dilantik menjadi hakim agung.
Jabatan hakim agung Kavanaugh akan bertahan setidaknya satu dekade. Artinya, sistem peradilan di AS akan memunculkan polarisasi sistem publik dan politik yang mendalam. Lima hakim masuk golongan konservatif, sementara empat hakim lainnya menganut sistem liberal. Konsekuensinya, kelompok konservatif yang mendominasi akan membawa hukum AS ke ranah bahasan isu-isu sensitif, seperti aborsi hingga aturan kepemilikan senjata api.
Terpilihnya Kavanaugh juga mengingatkan terjadinya kelanjutan dari perjalanan panjang politik dan ekonomi AS di bawah kebijakan-kebijakan Partai Republik sejak era Presiden Ronald Reagan. Presiden ke-40 dari Partai Republik tersebut memiliki catatan positif dengan membuat terobosan kebijakan ekonomi konservatif di kala AS terpuruk. Kebijakan tersebut dinilai berhasil dan langgeng hingga saat ini.
Ada empat opsi yang ditawarkan oleh Ronald Reagan. Pertama, memotong anggaran dan merampingkan jumlah individu di pemerintahan. Kedua, menekan angka inflasi dengan menaikkan suku bunga dan membatasi jumlah uang beredar.
Ketiga, mengurangi pengangguran dengan cara mendorong sektor wirausaha dan pasar bebas. Terakhir, menata kembali sistem perpajakan agar meningkatkan produktivitas dan mendorong investasi.
Masuknya hakim konservatif Kavanaugh di jajaran Mahkamah Agung AS membawa harapan stabilnya perekonomian di bawah kebijakan konservatif. Publik AS juga akan menanti sikap yang diambil para hakim agung terkait isu-isu sensitif setelah bergabungnya Kavanaugh yang membawa ideologi konservatif di peradilan. (YOESEP BUDIANTO/LITBANG KOMPAS)