Kisah Kemacetan dan Kereta Komuter Moskwa (1)
”Sebaiknya menggunakan kereta untuk mencapai pusat kota dari bandara Moskwa demi menghindari kemacetan lalu lintas ”. Tips tersebut banyak ditemukan di berbagai laman pariwisata dan transportasi Moskwa, Rusia. Juga terdapat di berbagai blog pribadi warga Indonesia yang pernah berkunjung ke Moskwa.
Tips tersebut benar adanya. Kemacetan di Moskwa cukup parah, khususnya saat jam sibuk pukul 08.00-10.00 dan 17.00-20.00 waktu setempat. Klakson mobil terdengar bersahut-sahutan. Rata-rata orang mengendarai kendaraan selama 1,5 jam hingga 4 jam untuk menjangkau tempat tujuan. Berkendara dari kawasan Arbat menuju Kremlin yang sama-sama berada di pusat kota dan berjarak 2 kilometer bisa memakan waktu lebih dari 1 jam.
Setiap Jumat sore dan Sabtu pagi, Probka— istilah kemacetan dalam bahasa Rusia—terjadi di jalur menuju Moskwa Oblast (hinterland Moskwa), tempat rumah peristirahatan kebanyakan warga Moskwa. Atau sebaliknya, arus balik terjadi dari Moskwa Oblast menuju pusat kota pada Minggu sore.
Kompas yang berkunjung ke Moskwa pada awal September 2018 akhirnya memutuskan menggunakan kereta Metro dari Bandara Domodedovo di selatan Moskwa menuju kawasan Arbat di pusat kota. Kemacetan terjadi di jalur sepanjang bandara-pusat kota yang saat itu terlihat dari pantauan Google Map berwarna merah tua.
Menurut penelitian INRIX (konsultan analis transportasi), yang dikutip dari laman The Moscow Times, Februari 2018, kemacetan lalu lintas di Moskwa terburuk kedua di dunia setelah kota Los Angeles, Amerika. Laporan INRIX menyebutkan, seorang pengemudi di Moskwa menghabiskan waktu selama 91 jam setahun untuk bermacet-macet.
Itu artinya 26 persen dari total waktu mengemudi dijalani dalam kondisi macet. Kondisi itu bisa memburuk saat jam sibuk, warga Moskwa bisa menghabiskan 34 persen waktu mengemudinya dalam keadaan terjebak macet.
Presiden Vladimir Putin dan Wali Kota Moskwa Sergey Sobyanin biasanya melewatkan kemacetan dengan memanggil helikopter. Selain itu, terkadang meminta sopir mereka melewati jalur khusus untuk menghindari macet.
Sejumlah laman daring, seperti Understand Russia, menyebutkan, ada sejumlah penyebab stagnasi lalu lintas di ibu kota Rusia ini. Pertama karena struktur kota Moskwa yang berbentuk ”radial” menuju pada pusat kota di Red Square. Struktur kota yang didirikan tahun 1147 ini merupakan cincin radial khas kota-kota kuno. Moskwa memiliki empat kawasan (cincin) yang mengelilingi pusat kota, yakni Boulevard, Garden, Third, dan City Limit Rings.
Struktur kota seperti ini memang merugikan dalam pola mobilitas karena kendaraan dari sisi pinggiran timur jika ingin menempuh rute jarak pendek menuju sisi baratnya, melewati pusat kota meski sebenarnya bisa melalui jalan radial di sisi luar yang dari sisi jarak lebih jauh. Bandingkan dengan pola jalan grid, kotak-kotak, seperti di kota New York yang bisa melalui berbagai alternatif jalan untuk menuju pusat kota.
Selanjutnya yang klasik terjadi di kota-kota besar dan menjadi penyebab umum kemacetan lalu lintas adalah pembangunan jalan secara masif diikuti dengan peningkatan jumlah kendaraan pribadi serta ketidakdisiplinan pengendara.
Tercatat dalam laman factsandetails Rusia, jumlah mobil di Moskwa melonjak tinggi selama 1990-2005. Tahun 1990 jumlah mobil: 850.000 unit (79 per 1.000 orang). Tahun 2005 kemudian naik menjadi 2,7 juta unit (224 unit per 1.000 orang). Penambahan jumlah mobil sekitar 300.000 setiap tahun. Pada periode 2000-2010, jumlah mobil terus meningkat. Catatan laman konsultan Analisis Autostat , pada 2014 jumlah mobil di Moskwa sudah mencapai 4,5 juta mobil.
Pengendara mobil di Moskwa dikenal sebagai pengemudi yang tidak sabaran, cepat marah, dan selalu mengemudi dengan kecepatan tinggi saat lalu lintas lengang. Bahkan, digambarkan selalu ingin melalui persimpangan jalan tanpa terhambat lampu lalu lintas.
Terkadang juga sering menerobos lampu lalu lintas. Pelanggaran lalu lintas sering dilakukan, seperti berjalan di atas kecepatan batas maksimal, melanggar belokan ke kiri, parkir di trotoar, dan secara mendadak membuat putaran U untuk menghindari larangan belokan kiri.
Hal ini menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas. Pelanggaran yang dilakukan satu pengemudi akan diikuti pengemudi lain sehingga menciptakan rangkaian kemacetan lalu lintas. Kemacetan berlangsung lama karena sejumlah pengemudi yang terjebak macet tidak mau mengalah dan diatur.
Seorang ahli transportasi dari Jepang, Kiichiro Hatoyama, menyebutkan sistem sosial di Rusia yang memberi ruang lebih kepada warga kelas atas saat berlalu lintas. Polisi lalu lintas bisa mengintervensi kerja lampu lalu lintas saat seorang warga kelas atas lewat.
Kiichiro, seperti dikutip dari laman Understand Russia, mengisahkan saat naik taksi, dirinya melihat polisi meletakkan sebuah alat di dekat lampu lalu lintas di sekitar Lapangan Pushkin. Mendadak, lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah dan tak lama berselang iring-iringan mobil Mercedes-Benz hitam dan SUV muncul dari arah Kremlin dan melaju kencang. Setelah mobil mewah tersebut lewat, lampu berubah menjadi hijau.
Pembangunan jalan terus dilakukan kota Moskwa seiring dengan perkembangan kota. Struktur kota Moskwa yang radial memerlukan jalan bypass di pinggiran kota untuk membatasi kendaraan masuk ke pusat kota. Tahun 1961, berhasil dibangun Moskwa Ring Automobile Road sepanjang 108,9 kilometer yang mengelilingi kota Moskwa dengan empat jalur.
Selanjutnya, pembangunan jalan terus dilakukan untuk mempermudah arus lalu lintas di Moskwa. Sampai dengan tahun 2016 dari catatan laman Tomtom (perusahaan GPS yang memantau kemacetan kota di dunia), panjang jalan di Moskwa mencapai 36.179 kilometer yang terdiri dari 374 km ruas jalan tol dan sisanya jalan non-tol.
Jaringan kereta metro
Mengapa kemacetan masih terjadi di Moskwa? Padahal, sejak 1935, Moskwa sudah memiliki jaringan kereta yang disebut Metro. Rutenya pun sudah menjangkau seluruh wilayah Moskwa. Kondisi di Moskwa ini berbeda dengan di Jakarta.
Salah satu penyebab kemacetan di Jakarta adalah banyaknya penggunaan kendaraan pribadi karena masyarakat enggan menggunakan angkutan umum. Angkutan umum di Jakarta memang belum sepenuhnya memadai. Baru sekitar dua tahun terakhir ini pemerintah mencoba memperbaiki kuantitas dan kualitas angkutan umum, termasuk perluasan rute dan perbaikan sarana prasarana penunjang.
Sementara di Moskwa, jaringan Metro sudah sangat luar biasa dan termasuk salah satu jaringan angkutan massal yang tercepat di dunia dan paling efisien. Laporan perusahaan konsultan McKinsey and Company, Juni 2018, mencatat, sistem transportasi di Moskwa paling baik dari sisi kenyamanan, ketersediaan, dan keberlanjutan.
Jaringan kereta bawah tanah ini dulu dibangun pada zaman Joseph Stalin. Selain sebagai sarana transportasi, juga sempat dijadikan sebagai bungker perlindungan rakyat saat serangan bom dan ancaman perang nuklir pada Perang Dunia II. Lokasinya yang berada pada kedalaman 30-50 meter cukup tahan pada ledakan dan terbukti bisa menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi proses persalinan 217 bayi.
Pembangunan jalur metro ini dilakukan bertahap dari tahun 1935 sampai tahun 2003. Semua stasiun yang berjumlah 222 unit dibangun dengan desain sangat artistik dan megah. Setiap stasiun mempunyai tema desain yang berbeda-beda dan biasanya dikaitkan pada satu peristiwa dan menghormati seorang tokoh Rusia. Setiap stasiun berlantai marmer dan granit, dihiasi lampu-lampu kristal, dan dipenuhi berbagai lukisan karya seniman Rusia yang dilukis di dinding atau merupakan mozaik dari pecahan keramik.
Tak rugi untuk bisa menggunakan kereta metro Rusia ini karena bisa menikmati keindahan ”istana bawah tanah” Moskwa. Masuk stasiun ini menuju peron menggunakan eskalator yang turun ke bawah. Kedalamannya yang mencapai 30-50 meter, bahkan ada stasiun yang sampai 84 meter, sangat lama dan menghabiskan waktu sekitar 5 menit.
Namun, waktu yang lama tersebut tak sia-sia karena akan menemukan pemandangan yang membuat mulut meneriakkan kata ”wow” dan mulut tak berhenti menganga melihat keindahan stasiun ini. Tak heran jika stasiun metro ini menjadi salah satu obyek wisata di Rusia, dan dilengkapi dengan paket tur menyusuri stasiun demi stasiun.
Rasa kagum pada desain stasiun belumlah selesai. Setelah itu jaringan metro dengan 12 jalur ini masih membuat decak kagum dengan waktu tunggu kereta yang cukup singkat, kurang dari 2 menit (90 detik). Tak perlu buru-buru mengejar kereta seperti di Jakarta jika ketinggalan kereta, tak lama kemudian, rangkaian kereta lain akan datang.
Tarif metro dengan panjang 333 kilometer ini relatif mahal jika dibandingkan tarif kereta komuter Jabodetabek (KRL). Satu kali perjalanan, tarifnya 55 rubbles atau setara dengan Rp 12.500. Satu kartu tiket bisa digunakan sampai 5 penumpang. Meski terkesan mahal jika diperbandingkan dengan tarif angkutan umum di Jakarta, kereta metro ini cukup efisien dan efektif sebagai moda transportasi bagi turis yang berkunjung ke Moskwa.
Namun, menjadi pertanyaan mengapa jaringan metro yang bagus tersebut tidak menjadi moda favorit warga Moskwa dan tetap terjadi kemacetan? (M PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS) (BERSAMBUNG)