Kisah Kemacetan dan Kereta Komuter Moskwa (2)
Laman Understand Rusia mencoba menyebutkan beberapa alasan logisnya, di antaranya Metro tidak efisien untuk menjangkau peron stasiun. Pasalnya, membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk menuruni stasiun karena lokasi yang cukup dalam. Belum lagi jika jam sibuk, waktu bisa bertambah karena orang bisa berderet-deret memenuhi eskalator.
Meski sudah diatur menyediakan satu baris kosong di sisi kiri bagi penumpang yang terburu-buru, tetap saja tidak bisa cepat. Ditambah lagi jika harus menjangkau peron lebih dalam lagi bagi stasiun interchange. Jadi perkiraan kasar, membutuhkan 10-30 menit sampai bisa naik kereta.
Selain soal waktu, kondisi sejumlah stasiun dirasa tidak nyaman, khususnya bagi kaum disabilitas, ibu hamil, atau warga yang membawa banyak barang. Stasiun interchange dengan dua atau tiga rute yang berbeda kedalaman tidak dilengkapi dengan eskalator ataupun lift. Jadi, jika penumpang dengan keterbatasan fisik akan cukup sulit berpindah dari peron satu ke peron lain. Ditambah lagi saat jam sibuk, orang bisa berjalan cepat, bahkan berlari, menuju peron.
Kereta pun tidak dilengkapi dengan mesin pendingin. Beberapa jendela dibiarkan terbuka sebagai ventilasi untuk mendapatkan udara dari jalur terowongan. Kondisi dalam kereta tidak panas, tetapi akan timbul masalah saat musim dingin tiba.
Kekurangan lainnya adalah tidak dilengkapi bahasa Inggris sehingga bagi turis sedikit menyulitkan untuk menggunakan moda Metro ini. Semua informasi dari papan penunjuk keluar-masuk-jalur-peron hingga informasi yang disiarkan di dalam kereta pun dalam bahasa Rusia.
Hanya saja menjelang perhelatan Piala Dunia Agustus lalu, informasi dalam bahasa Inggris sudah disisipkan dalam peron. Sayang, suara petunjuk stasiun masih dalam bahasa Rusia sehingga bagi turis harus menghitung jumlah stasiun supaya tidak tersasar.
Bom dan kecelakaan kereta
Jaringan kereta Metro Moskwa bukan termasuk jaringan transportasi yang aman. Sejumlah teror bom dan kecelakaan kereta tercatat pernah terjadi di jaringan kereta Metro Moskwa. Serangan bom pernah terjadi pada 8 Januari 1977 antara Stasiun Izmaylovskaya dan Pervomayskaya.
Bom tersebut mengakibatkan 7 orang tewas dan 33 orang lainnya terluka. Kejadian bom berikutnya Agustus 2000. Bom yang berkekuatan 800 gram TNT ini meledak di dekat kios di Stasiun Pushkinskaya dan mengakibatkan 12 orang tewas dan 150 orang terluka.
Empat tahun berikutnya bom diledakkan warga Karachy-Cherkessian (militan agama) di jalur Zamoskvoretskaya, antara stasiun Avtozavodskaya dan Paveleteskaya. Akibatnya, 41 warga tewas dan melukai lebih dari 100 orang. Terakhir, dua bom meledak di jalur Sokolnikcheskaya pada Maret 2010 sehingga menewaskan 40 orang dan melukai 102 orang lainnya.
Tak hanya kejadian bom, sejumlah kecelakaan juga terjadi pada kereta Metro. Tahun 1981, terjadi kebakaran di Stasiun Oktyabrskaya dan Prospekt Mira pada saat bersamaan, menyebabkan 7 orang tewas. Setahun berikutnya terjadi kecelakaan di eskalator stasiun Aviamotornaya dan Kaliniskaya karena rem eskalator tak berfungsi. Delapan orang tewas dan 30 orang luka-luka.
Juli 2014, kereta metro tercatat keluar dari jalur, antara Taman Pobedy dan Slavyansy Bulvar, di jalur Arbatsko-Pokrovskaya. Kejadian tersebut menewaskan sedikitnya 21 orang dan melukai puluhan orang lainnya.
Kejadian bom dan kecelakaan kereta tersebut sedikit banyak memengaruhi minat warga Moskwa menggunakan kereta metro. Analisis Yandex, sistem transportasi Moskwa (2010), menyebutkan, setelah ledakan pertama di Lubyanka pada 2010, kemacetan lalu lintas perlahan mulai meningkat, khususnya jalan yang berdekatan dengan jalur tersebut.
Setelah ledakan kedua, kepadatan lalu lintas terus meningkat. Dua hari setelah kejadian bom, lalu lintas lebih padat dibandingkan sebelum kejadian bom. Bahkan, macet sampai pukul 11.00, yang mana sebelumnya bukan termasuk jam-jam sibuk. Dua hari setelah kejadian bom, lalu lintas semakin padat. Hal ini karena warga yang biasanya naik Metro memilih menggunakan mobil pribadi untuk alasan keamanan.
Mengatasi kemacetan
Pemerintah Kota Moskwa berusaha lepas dari masalah kemacetan lalu lintas. Sejumlah upaya telah dilakukan sejak tahun 1990-an hingga sekarang. Namun, memang tak mudah mengatasi masalah yang juga menjadi ”momok” menakutkan bagi Jakarta.
Dimulai dengan melebarkan Jalan Lingkar Moskwa (MKAD) yang mengelilingi kota dan membangun Jalur Lingkar Transportasi Ketiga pada tahun 1990-an. Namun, upaya tersebut tak berhasil karena pembangunan dan pelebaran jalan semakin memicu peningkatan jumlah mobil. Peningkatan kapasitas jalan ini merupakan ide Wali Kota Yury Luzhkov yang menjabat 20 tahun wali kota. Akhirnya, Wali Kota Yury dipecat Presiden Vladimir Putin pada 2010 karena dinilai tidak bisa menyelesaikan masalah lalu lintas.
Kepemimpinan Yury digantikan Wali Kota Sergei Sobyanin yang menjabat pada 2013 hingga sekarang. Wali Kota Sergei menempatkan transportasi sebagai prioritas utama untuk dibenahi. Beberapa upaya telah dilakukan tercatat dalam dokumen ”Moscow Transport Strategy: Main Goals and Achievements”. Di antaranya menaikkan tarif parkir di tengah kota, pembangunan stasiun-stasiun metro baru, peningkatan jumlah gerbong kereta metro, pembangunan fasilitas park and ride di pinggir kota, serta sistem tarif tunggal untuk seluruh jaringan transportasi umum.
Salah satu poin penting untuk mengatasi kemacetan lalu lintas adalah meningkatkan penggunaan angkutan umum. Upaya ini harus dilakukan awal mengingat pengguna kereta metro menurun setelah terjadinya serangan bom 2010.
Upaya pertama adalah menambah jumlah armada angkutan umum. Sejak 2010, Pemkot Moskwa telah membeli lebih dari 8.000 bus dan 1.600 gerbong metro baru. Bus dan metro juga dilengkapi fasilitas khusus bagi kaum difabel, selanjutnya membuat sistem pembayaran angkutan umum yang tergabung dengan satu sistem pembayaran elektronik. Kartu Troika diterbitkan tahun 2013 yang bisa digunakan untuk moda bus, trem, metro, dan trolley bus.
Untuk memperbaiki sistem keamanan, pemerintah memasang kamera pemantau (CCTV) di setiap sudut di 222 stasiun yang ada. CCTV secara otomatis bisa merekam dan mendeteksi situasi berbahaya. Bahkan, CCTV ini bisa mengenali wajah seseorang.
Tak hanya meningkatkan kapasitas dan kualitas moda transportasi yang sudah ada. Pada 2016, pemerintah juga telah membangun jalur metro baru ”Moscow Central Ring”. Jalur ini mengelilingi pusat kota dan menghubungkan semua jalur metro yang telah ada. Sekitar 400.000 orang diharapkan akan menggunakan jalur tersebut setiap hari. Bahkan, proyek baru telah dirancang, yakni Central Diameter Moscow, yang akan membangun jalur kereta api di atas tanah yang menghubungkan kota-kota di pinggiran Moskwa.
Hasilnya, menurut laporan Institusi Transportasi Moskwa selama 2010-2016, jumlah perjalanan menggunakan angkutan umum meningkat 12 persen menjadi 600 juta perjalanan pada 2016. Sebanyak 19 juta perjalanan moda umum telah tercipta setiap minggunya yang didominasi penggunaan metro (46 persen). Terbukti, jumlah penumpang metro setiap hari meningkat 31 persen menjadi 1,9 juta orang pada 2016.
Meski ada peningkatan penggunaan angkutan umum, nyatanya Moskwa tetap saja macet hingga sekarang. Strategi push and pull untuk mengatasi kemacetan sebaiknya dilaksanakan secara seimbang. Upaya untuk menarik minat menggunakan angkutan umum telah berhasil.
Namun, di sisi lain, upaya pembatasan penggunaan ataupun kepemilikan kendaraan pribadi di Moskwa belum sepenuhnya efektif karena hanya mengandalkan kenaikan tarif parkir di pusat kota.
Sama seperti Jakarta, dibutuhkan upaya jitu lainnya untuk mengatasi penyakit kemacetan lalu lintas. Tak sekadar dengan upaya teknis, tetapi juga perbaikan sistem sosial, seperti perbaikan perilaku mengemudi dan mengubah sistem sosial yang berlaku. (M PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS)