Misteri Keberadaan Jamal Khashoggi
Wartawan senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, memilih tinggal di Amerika Serikat satu tahun terakhir. Ia pindah ke AS berdekatan waktunya dengan pengangkatan Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota Arab Saudi. Di AS, Khashoggi menjadi kontributor surat kabar The Washington Post. Sebelum pindah ke AS, Khashoggi malang melintang sebagai jurnalis di beberapa media di Timur Tengah.
Ia pernah menjabat Wakil Pemimpin Redaksi Arab News. Khashoggi juga pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Al Watan. Khashoggi pun pernah menjadi direktur utama stasiun televisi Al-Arab milik Pangeran Alwaleed bin Talal yang berbasis di Bahrain.
Pria berumur 59 tahun ini juga pernah bekerja sebagai penasihat urusan media bagi mantan Kepala Intelijen Arab Saudi Pangeran Turki bin Faisal al-Saud, yang membuatnya dekat dengan kalangan elite di lingkungan keluarga besar pemimpin Arab Saudi.
Dengan kapasitasnya sebagai seorang jurnalis senior yang dianggap mengetahui banyak hal, pemerintah Arab Saudi mulai mengambil sikap. Khashoggi dibujuk untuk kembali ke Arab oleh Saud al-Qahtani, penasihat politik Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Khashoggi menolak karena ia merasa bisa lebih bebas mengkritik ketika berada di luar Arab Saudi. Inilah yang menjadi alasan mengapa ia memilih tinggal di AS.
Di dalam tulisan-tulisannya, Khashoggi sering mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah Arab Saudi, termasuk kritik terhadap campur tangan Arab Saudi dalam perang di Yaman ataupun sanksi dan blokade terhadap Qatar. Ia juga memberikan kritik terhadap sikap Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
Melalui tulisan di The Washington Post edisi 18 September 2017, Khashoggi memberikan kritik terhadap apa yang pernah dijanjikan Pangeran Mohammed bin Salman soal keterbukaan dan toleran. Namun, dalam kenyataannya malah terjadi gelombang penangkapan terhadap 30 orang yang dituduh oposisi.
Khashoggi juga menyerukan pemerintah Arab Saudi untuk menghentikan campur tangan di perang Yaman yang membuat rakyat Yaman kian sengsara. Melalui, artikelnya pada 11 Septrember 2018 berjudul ”Saudi Arabia’s crown prince must restore dignity to his country by ending Yemen’s cruel war”, Khashoggi meminta Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk mengembalikan martabat Arab Saudi dengan mengakhiri perang Yaman yang sudah berlangsung sejak Maret 2015.
Kritik ini beralasan, karena Pangeran Mohammed bin Salman saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan dan arsitek serangan militer koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi terhadap sasaran kelompok Houthi dan loyalis mantan Presiden Abdullah Saleh di Yaman pada 2015.
Hilang
Khashoggi yang merupakan seorang duda berniat menikah dengan seorang perempuan Turki yang dikenalnya dalam sebuah konferensi di Istanbul, Hatice Cengiz. Ia datang ke konsulat Arab Saudi di Turki untuk mengurus dokumen pernikahan.
Karena Turki melarang poligami, Khashoggi harus membuktikan dirinya tidak sedang ada dalam ikatan pernikahan. Ia pun mengurus dokumen pernikahan di konsulat Arab Saudi di Istanbul, sebuah gedung berlantai enam yang terletak di kawasan elite Besiktas, Istanbul.
Kedatangannya ke konsulat pada 28 September 2018 diterima dengan baik. Ia dijanjikan untuk memperoleh dokumen yang diminta. Pada 2 Oktober 2018, ia kembali untuk mengambil dokumen yang dijanjikan. Sebelum masuk, ia menitipkan telepon seluler beserta nomor penting yang harus segera dihubungi kepada Cengiz. Akan tetapi, menurut pengakuan tunangannya yang menunggu di luar konsulat, setelah masuk Khashoggi tak pernah keluar lagi.
Cengiz segera menghubungi Aktay, ajudan Presiden Erdogan, yang segera mengontak pasukan keamanan Turki dan sejumlah pejabat intelijen. Turki sempat mengepung konsulat Arab Saudi di Istanbul tetapi berakhir tanpa kejelasan nasib Khashoggi. Turki juga berjanji untuk menggeledah konsulat Arab Saudi di Istanbul, tetapi tak ada kejelasan lebih lanjut.
Sejak saat itu, Khashoggi diberitakan hilang. Dari pantauan CCTV di sekitar konsulat, tampak bahwa Khashoggi tidak pernah keluar konsulat lagi dari kedua pintu yang ada setelah masuk pada 2 Oktober 2018. Kesimpulan awal yang muncul adalah Khashoggi dibunuh di dalam konsulat.
Arab Saudi membantah tuduhan pembunuhan ataupun penangkapan paksa Khashoggi. Konsul Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Mohammad al-Otaiba, menegaskan bahwa Khashoggi tidak berada di kantor konsulat.
Ketika diminta Turki untuk memperlihatkan rekaman CCTV di konsulatnya di Istanbul, Arab Saudi berkelit. Mereka menyatakan bahwa CCTV di konsulat pada tanggal tersebut sedang rusak.
Analisis lain menyebutkan bahwa Khashoggi dibawa paksa ke Arab Saudi menggunakan jet pribadi. Hal itu didasarkan atas rilis foto kedatangan 15 orang warga negara Arab Saudi di Bandar Udara Internasional Ataturk pada 2 Oktober 2018. Mereka menginap di dua hotel di sekitar konsulat Arab Saudi di Istanbul, Hotel Movenpick dan Wyndham.
Mereka dicurigai telah memasuki konsulat karena terdapat foto beberapa orang Arab masuk ke konsulat sebelum sebelum Khashoggi masuk ke kedutaan. Kelima belas orang tersebut pergi meninggalkan Turki pada hari itu juga. Mereka kemudian dicurigai berada di belakang hilangnya Jamal Khashoggi.
Reaksi dunia
Surat-surat kabar di Timur Tengah dan Amerika Serikat terus memberitakan naik turunnya hubungan Arab Saudi dengan negara-negara lain setelah kasus hilangnya Khashoggi.
The Washington Post memberitakan beralihnya perhatian dunia dari kharisma kepada sisi gelap Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman setelah kasus hilangnya Khashoggi. Konferensi Investasi Dunia yang digelar di Riyadh tahun ini tak semenarik tahun lalu karena banyak calon investor potensial mengambil jarak terkait kasus Khashoggi yang dituduhkan kepada pemerintah Arab Saudi.
Sebelumnya, surat kabar tempat Khashoggi menuliskan kritiknya terhadap pemerintah Arab Saudi ini menunjukkan solidaritas dengan mencetak kolom kosong dengan foto Jamal Khashoggi di atasnya. Harian ini juga meminta sang putra mahkota untuk terbuka terhadap kritik yang membangun.
Dengan nada serupa, The New York Times membandingkan konferensi investasi dunia tahun dengan tahun ini. Tahun lalu putra mahkota Arab Saudi disambut sebagai sang reformator yang muncul ke panggung dunia. Tahun ini, Pangeran Mohammed bin Salman dianggap sebagai seorang tokoh impulsif dan kembali ke taktik lama yang kasar dalam menyingkirkan perbedaan pendapat.
Di Timur Tengah, surat kabar Qatar, The Peninsula, menegaskan pernyataan Arab Saudi yang akan membalas setiap sanksi yang diterimanya terkait kasus Khashoggi yang dituduhkan padanya. Surat kabar ini juga menunjukkan perhatian besar dunia pers di Qatar terkait hilangnya Khashoggi.
Di sisi lain, surat kabar Uni Emirat Arab, Gulf News, menegaskan pesan dari pemerintah Arab Saudi agar media memberitakan fakta dan tidak berusaha untuk memengaruhi investigasi dan proses peradilan terhadap kasus Khashoggi. Surat kabar ini juga memberitakan bahwa pemerintah Arab telah bekerja sama dengan Turki dalam tim investigasi gabungan untuk menyelidiki kasus Khashoggi.
Sebagai surat kabar yang berbasis di Arab Saudi, Arab News memberitakan apresiasi Arab Saudi terhadap pemerintah AS yang dianggap telah menahan diri untuk tidak melompat ke kesimpulan dalam penyelidikan kasus Khashoggi.
Perlunya kejelasan keberadaan Khashoggi juga disuarakan sejumlah pihak. PBB, AS, dan Inggris meminta Turki dan Arab Saudi transparan menyelidiki kasus Khashoggi yang diduga dibunuh atau dihilangkan paksa. Pemerintah Inggris turut mendesak Arab Saudi untuk memperjelas peristiwa yang terjadi. Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt, melalui Twitter, menegaskan posisi Inggris yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan mengecam kekerasan terhadap jurnalis.
Pemerintah AS meminta Arab Saudi menjawab segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Namun, Presiden Trump tidak berniat mengadakan tekanan embargo senjata kepada Arab Saudi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat kedua negara tersebut telah menyepakati perdagangan senjata senilai 110 miliar dollar AS selama pemerintahan Trump. (LITBANG KOMPAS)