Khashoggi dan Cedera Kebebasan Pers
Misteri keberadaan jurnalis senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, menambah catatan panjang jurnalis yang hilang di dunia. Committee to Protect Journalist mencatat, sejak tahun 1992 sampai 2018, sekitar 681 jurnalis di seluruh dunia hilang. Dalam kurun waktu yang sama, 1.323 jurnalis tewas dengan motif kematian yang teridentifikasi dan 848 di antaranya tewas dibunuh.
Pelaku pembunuhan sering kali berasal dari kaum elite pemerintah dan kelompok-kelompok tertentu. Dalam Indeks Impunitas Global 2016 yang disusun oleh Committee to Protect Journalist (CPJ), tertulis bahwa tersangka pelaku pembunuhan lebih dari 40 persen kasus pembunuhan jurnalis berasal dari kelompok-kelompok politik. Pejabat pemerintah dan militer menjadi tersangka utama dari hampir seperempat kasus pembunuhan jurnalis di dunia.
Laporan CPJ itu dianalisis berdasarkan kasus pembunuhan wartawan di setiap negara yang terjadi sepanjang 2006-2016. Beberapa negara yang disoroti merupakan negara yang memiliki lebih dari lima kasus pembunuhan jurnalis yang tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Pemberitaan tentang politik, tindak korupsi, dan kejahatan yang diberitakan jurnalis sering kali mengancam kelompok-kelompok tertentu sehingga tak heran apabila mereka tega melakukan tindak kriminal kepada jurnalis. Sekitar 95 persen korban pembunuhan jurnalis adalah wartawan lokal yang sering meliput peristiwa politik dan korupsi di negara asal mereka.
Meski sampai saat ini motif hilangnya Jamal Khashoggi belum pasti, sebelumnya sudah terjadi beberapa kasus serupa. Terlibatnya pejabat pemerintah dalam kekerasan dan penghilangan terhadap jurnalis terjadi di beberapa negara.
Pada tahun 2004, seorang reporter director dan komentator asal Filipina, Herson Hinolan, tewas ditembak. Mantan Wali Kota Lezo Alfredo Arcenio dinyatakan bersalah atas pembunuhan Hinolan. Motif pembunuhan Hinolan diduga karena Hinolan kerap mengkritik pejabat publik yang terlibat dalam korupsi. Dalam acara radionya di Bombo Radyo, Hinolan mengkritik praktik perjudian yang dilakukan sang wali kota.
Di Brasil pada tahun 2016, seorang editor situs berita daring Joao Miranda do Carmo tewas ditembak di depan rumahnya. Dua tahun sebelumnya, ia melaporkan kepada polisi ancaman terhadap dirinya saat mobilnya dibakar. Pada tahun saat ia tewas, ia kembali melaporkan ancaman pembunuhan terhadap dirinya.
Do Carmo mengkritik jalan-jalan kota yang tidak beraspal, pajak lokal untuk pengumpulan sampah, dan terlambatnya pembayaran gaji pegawai pemerintah di situs beritanya. Douglas Ferreira de Morais, seorang kepala kelompok keamanan Santo Antonio do Descoberto Brasil, ditangkap polisi atas dugaan pembunuhan Do Carmo.
Kebebasan pers
Sejak dikabarkan hilang setelah memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018, keberadaan jurnalis senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, belum juga ditemukan. Turki dan Arab Saudi bekerja sama melakukan penyelidikan di kantor Konsulat Arab Saudi di Turki.
The Washington Post melaporkan, sehari setelahnya, tim investigasi Turki memperluas wilayah penyelidikannya. Tim penyidik memeriksa kediaman Konsul Jenderal Arab Saudi Mohammad al-Otaibi di Istanbul dan kendaraan yang ada di konsulat. Penyelidikan di sana sebagai lanjutan atas laporan video keamanan Turki yang memperlihatkan mobil dengan pelat diplomat dikemudikan antara kediaman konsul dan gedung konsulat pada hari Khashoggi hilang.
Hasil sementara penyelidikan tim investigasi Turki menghasilkan dugaan keterkaitan kasus pembunuhan Khashoggi dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammad bin Salman. Koran The New York Times memberitakan, empat dari lima orang yang diduga terlibat merupakan orang-orang dalam jaringan Pangeran Mohammad bin Salman.
Satu orang diidentifikasi sebagai orang yang kerap menemani Pangeran dalam perjalanan kenegaraan. Tiga orang lainnya diduga merupakan pengawal keamanan Pangeran dan satu orang lagi adalah dokter senior forensik di Arab Saudi. Kelima orang tersebut merupakan bagian dari 15 orang yang diduga sebagai tersangka pembunuhan.
Sebelumnya, Arab membantah tuduhan-tuduhan pembunuhan yang dilakukan kepada Khashoggi dan menyatakan bahwa ia masih hidup ketika meninggalkan konsulat. Banyak tuduhan diarahkan ke Arab Saudi atas dugaan motif pembunuhan Khashoggi di konsulat.
Di sisi lain, Arab Saudi mendapat dukungan dari negara-negara tetangga. Harian The Gulf News memberitakan, dukungan terhadap Arab Saudi ditunjukkan oleh negara-negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC). Jordania dan Mesir menyatakan dukungan kuat kepada Arab.
Negara-negara yang juga tergabung dalam Organisation of Islamic Cooperation and the Muslim World League ini menentang tuduhan tanpa dasar hukum ke Arab. Dalam harian Kuwait Times, Deputi Perdana Menteri dan Menteri Negara untuk Urusan Kabinet Anas Al-Saleh menegaskan posisi Kuwait dalam isu ini. Kuwait yang memiliki relasi dekat dengan Arab dengan jelas akan mendukung Arab Saudi dalam melawan tuduhan-tuduhan yang berkembang di publik.
Bukan kali ini saja kekerasan terhadap jurnalis terjadi di Arab Saudi. Organisasi Reporters Without Borders mencatat, sejak September 2017, setidaknya 15 wartawan dan bloger mengalami kekerasan.
Pada Desember 2017, wartawan Saleh el Shihi dilaporkan menghilang oleh keluarganya. Selama dua bulan keberadaannya tidak diketahui. Hingga pada Februari 2018, keluarganya mengetahui bahwa dia telah dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Pihak keluarga menyayangkan proses penahanan dengan cara diam-diam dan baru diumumkan ketika sudah dijatuhi hukuman.
Penahanan tanpa pemberitahuan juga digunakan untuk membungkam ekonom dan jurnalis warga Esam al Zamel. Penangkapannya baru diumumkan ketika persidangannya dimulai Oktober 2018, setahun setelah penangkapannya. Ia didakwa menghina kebijakan ekonomi pemerintah dalam twit dan laporan analisis yang ditulisnya.
Nasib serupa dialami jurnalis dan komentator Turad Al Amri. Satu twit terakhirnya sebelum menghilang mengecam tindakan keras atas pemblokiran surat kabar daring di Arab Saudi.
Kasus lain menimpa Fayez ben Damakh, jurnalis dan penyair Saudi yang terkenal. Ia dilaporkan hilang pada September 2017 saat meluncurkan saluran berita TV di Kuwait. Menurut media Kuwait, Fayez diculik dan diekstradisi ke Arab Saudi.
Reporters Without Borders mengecam cara-cara kekerasan oleh Arab Saudi untuk membungkam jurnalis kritis, termasuk hilangnya Jamal Khashoggi. ”Kami menyerukan penyelidikan internasional yang independen untuk menentukan secepat mungkin apa yang telah terjadi pada Khashoggi,” kata Sophie Anmuth, Kepala Desk Timur Tengah Reporters Without Borders.
Masifnya kekerasan yang terjadi mengancam kebebasan pers di Arab Saudi. Tahun ini, organisasi Reporters Without Borders menempatkan Arab Saudi di urutan ke-169 dari 180 negara dalam pemeringkatan kebebasan pers di dunia atau World Press Freedom Index 2018. Posisi ini termasuk dalam kategori rendah, yang artinya pers di Arab Saudi belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Pers yang bebas ditandai dengan kerja jurnalistis yang bebas dari tekanan dan ancaman penguasa. Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia menyatakan hak fundamental dari kebebasan berekspresi mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, serta menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa pun dan dengan tidak memandang batas negara. (DEBORA LAKSMI INDRASWARI/LITBANG KOMPAS)