Kinerja Pemerintah Dinilai Pendukung Jokowi dan Prabowo Berbeda
Hasil survei Litbang Kompas terhadap jalannya kinerja 4 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, menunjukkan bahwa dua pertiga bagian responden menyatakan puas dan sepertiga bagian lainnya merasa tidak puas. Besar kecilnya derajat kepuasan ataupun ketidakpuasan yang diekspresikan dalam survei tersebut berkaitan erat dengan latar belakang dukungan politik tiap-tiap responden.
Hasil survei Litbang Kompas yang diselenggarakan secara nasional, di 34 provinsi, menunjukkan penilaian kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan terhadap berbagai bidang persoalan bangsa, baik politik dan keamanan, ekonomi, kesejahteraan, hingga penegakan hukum.
Kepuasan terhadap bidang politik dan keamanan, menjadi yang tertinggi di antara bidang persoalan lainnya. Hampir tiga perempat bagian responden (73,8 persen) yang menyatakan rasa puas mereka. Hanya tercatat 17,3 persen saja yang menyatakan tidak puas. Sepanjang empat tahun memerintah, Presiden Joko Widodo bersama segenap jajaran kabinetnya dianggap berhasil mengelola persoalan politik dan keamanan, seperti menjamin kebebasan warga dalam berpendapat, mengontrol jalannya pemerintahan, menjaga perbedaan, menjamin rasa aman, hingga mengatasi konflik ataupun ancaman konflik bangsa. (Grafik 1).
Penilaian kepuasan yang juga tergolong tinggi dieskpresikan publik terhadap bidang kesejahteraan sosial. Secara keseluruhan, berbagai indikator kesejahteraan sosial dinilai puas oleh hampir dua pertiga bagian responden (65,7 persen). Sisanya, sebanyak 26,8 persen menyatakan tidak puas. Artinya, berbagai upaya pemerintah yang dilakukan empat tahun terakhir dalam mengatasi berbagai persoalan kesejahteraan seperti pendidikan, kesehatan, kemiskinan, hingga persoalan lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat relatif dinilai berhasil. (Grafik 2).
Agak berbeda dengan dua bidang persoalan bangsa lainnya, perekonomian dan penegakan hukum. Sekalipun umumnya juga mendapat apresiasi positif, namun dinyatakan dengan proporsi yang lebih kecil dari bidang politik keamanan dan kesejahteraan sosial.
Dalam bidang ekonomi, misalnya, menjadi persoalan yang paling rendah mendapatkan apresiasi. Secara keseluruhan, hanya separuh bagian responden (51,2 persen) yang menyatakan apresiasi terhadap kinerja pemerintah. Separuh bagian lainnya, (48,8 persen) menyatakan ketidakpuasan mereka.
Jika dielaborasi, beragam penilaian kepuasan ataupun ketidakpuasan yang diutarakan publik.
Terhadap persoalan perekonomian yang menyangkut upaya pemerintah di dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pemerataan pembangunan ekonomi wilayah mendapat apresiasi yang relatif tinggi. Setidaknya berkisar dua pertiga bagian responden yang menyatakan kepuasannya.
Akan tetapi, terhadap persoalan perekonomian yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi masyarakat, seperti menjaga pengendalian harga barang kebutuhan, pengendalian nilai tukar mata uang rupiah, hingga penyediaan lapangan kerja, lebih banyak disikapi dengan ketidakpuasan (Grafik 3).
Sekalipun tidak serendah persoalan perekonomian, apresiasi publik terhadap persoalan bidang penegakan hukum juga mendapat banyak sorotan. Secara keseluruhan, tidak kurang 56,5 persen yang menyatakan rasa puas. Hanya saja jika ditelusuri ke dalam berbagai indikator bidang penegakan hukum, masih terdapat permasalahan yang mengganjal. Satu diantaranya, terkait dengan pemberantasan suap (Grafik 4).
Meskipun setahun terakhir sudah berkali-kali dilakukan penangkapan kasus-kasus suap yang melibatkan aparat penyelenggaraan negara oleh KPK, namun persoalan tersebut tetap menjadi beban pemerintahan. Bahkan, dalam kasus-kasus terakhir, pengungkapan KPK yang melibatkan salah satu sosok pembantu presiden dalam kabinet menjadi pelegitimasian belum sempurnanya kabinet pemerintahan saat ini dalam pemberantasan suap ataupun korupsi.
Jika dikaji lebih jauh, segenap apresiasi ataupun ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintahan ini tidak lepas dari latar belakang responden. Perbedaan secara signifikan ditunjukkan terkait dengan latar belakang dukungan presiden-wakil presiden yang menjadi rujukan responden.
Dalam hal ini, mereka yang cenderung menjadikan Joko Widodo bersama Ma’ruf Amin sebagai calon presiden pilihan lebih dominan menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan. Sebaliknya, mereka yang cenderung menjadikan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai calon presiden cenderung menyatakan ketidakpuasan.
Berkaitan dengan penilaian bidang Politik dan Keamanan, misalnya, bagi para pendukung Prabowo-Sandiaga, kondisi saat ini lebih banyak diekspresikan dengan ketidakpuasan. Sekitar 53,4 persen dari seluruh responden yang mengaku menjadi pendukung Prabowo-Sandiaga menyatakan tidak puas. Sisanya, 46,6 persen pendukung Prabowo-Sandiaga, menyatakan rasa puas.
Pada sisi yang sebaliknya, para pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin justru mengungkapkan rasa puas mereka terhadap berbagai upaya pemerintah dalam mengatasi problem Politik dan Keamanan. Hanya sebagian kecil, sekitar 9,3 persen, dari pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin menyatakan tidak puas terhadap kondisi Politik dan Keamanan saat ini (Grafik 5).
Penilaian yang relatif serupa juga terjadi pada berbagai bidang persoalan lainnya. Bidang perekonomian yang belakangan ini menjadi persoalan yang banyak menyita perhatian publik, juga mirip. Bagi mayoritas pemilih Prabowo-Sandiaga (77,3 persen), merasa tidak puas terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi kondisi perekonomian saat ini. Namun sebaliknya, juga dalam proporsi yang besar, 70,9 persen, pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin menyatakan rasa puas mereka terhadap upaya pemerintahan dalam mengatasi persoalan ekonomi bangsa.
Polaritas penilaian terhadap kinerja pemerintahan semacam ini terkesan menjadi lebih subyektif, yang semata-mata didasarkan pada latar belakang politik masing-masing responden. Keberhasilan maupun kegagalan pemerintahan dalam mengatasi berbagai persoalan yang sebenarnya pada sisi lain dapat didukung validitasnya oleh berbagai data dan fakta, dalam penilaian masing-masing pendukung menjadi serba relatif.
Hasil demikian tampaknya lebih banyak mencerminkan salah satu ukuran kekuatan konsolidasi yang terbentuk pada masing-masing kubu calon presiden. Semakin terpolarisasinya penilaian yang didasarkan pada preferensi pilihan calon presiden menunjukkan semakin menguatnya konsolidasi politik yang terbangun.
Bagi kedua pasangan calon presiden, kondisi demikian tentunya menjadi suatu indikator dalam berstrategi politik. Pertanyaannya, hingga sekitar enam bulan jelang Pemilu Presiden 2019 mendatang, seberapa besar kekuatan loyalitas dari konsolidasi politik yang terbangun oleh pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada para pemilihnya? Dengan kekuatan politik yang dibangun, siapa yang paling potensial memenangkan pertarungan? (BERSAMBUNG). (BESTIAN NAINGGOLAN/LITBANG KOMPAS)
MetodePenelitian
Pengumpulan pendapat melalui wawancara tatap muka ini diselenggarakan Litbang "Kompas" dari tanggal 24 September – 5 Oktober 2018. Sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi Indonesia. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, “margin of error”penelitian +/- 2,8 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meskipun demikian, kesalahan di luar pemilihan sampel dimungkinkan terjadi.